Alhamdulillah, saat ini kita masih melanjutkan pembahasan hadiah di hari lahir. Kita sudah masuk pada pembahasan aqiqah. Pada kesempatan kali ini kami akan melanjutkan pada pembahasan jenis dan jumlah hewan yang diaqiqahi. Semoga bermanfaat bagi pembaca setia Rumaysho.com.
Perselisihan Ulama Mengenai Jumlah Hewan yang Diaqiqahi
Apakah yang disembelih ketika aqiqah adalah satu ekor kambing atau dua ekor, di sini terdapat silang pendapat di antara para ulama. Imam Malik berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan diaqiqahi dengan masing-masing satu kambing. Adapun Imam Asy Syafi’i, Abu Tsaur, Abu Daud, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa laki-laki hendaknya diaqiqahi dengan dua ekor kambing, sedangkan perempuan dengan satu ekor kambing.[1]
Perselisihan di atas berasal dari perbedaan dalil dalam masalah tersebut. Ada beberapa dalil yang digunakan, yaitu sebagai berikut.
Dalil pertama: Hadits Ummu Kurz Al Ka’biyyah radhiyallahu ‘anha.
عَنْ أُمِّ كُرْزٍ الْكَعْبِيَّةِ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ سَمِعْتُ أَحْمَدَ قَالَ مُكَافِئَتَانِ أَىْ مُسْتَوِيَتَانِ أَوْ مُقَارِبَتَانِ.
Dari Ummu Kurz Al Ka'biyyah, ia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu wa 'alaihi wa sallam bersabda, "Untuk anak laki-laki dua kambing yang sama dan untuk anak perempuan satu kambing." Abu Daud berkata, saya mendengar Ahmad berkata, “Mukafiatani yaitu yang sama atau saling berdekatan.” (HR. Abu Daud no. 2834 dan Ibnu Majah no. 3162. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalil kedua: Hadits Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَهُمْ عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka, untuk anak laki-laki aqiqah dengan dua ekor kambing dan anak perempuan dengan satu ekor kambing.” (HR. Tirmidzi no. 1513. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dua hadits ini dengan jelas membedakan antara aqiqah anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing.
Dalil ketiga: Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَقَّ عَنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain, masing-masing satu ekor domba.” (HR. Abu Daud no. 2841. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Akan tetapi riwayat yang menyatakan dengan dua kambing, itu yang lebih shahih)
Namun dalam riwayat An Nasai lafazhnya,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ عَقَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا بِكَبْشَيْنِ كَبْشَيْنِ
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain, masing-masing dua ekor domba.” (HR. An Nasai no. 4219. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadit ini shahih)
Hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud, itulah yang jadi pegangan Imam Malik untuk menyatakan bahwa aqiqah anak laki-laki sama dengan anak perempuan yaitu dengan satu ekor kambing. Manakah yang tepat dalam masalah ini?
Pendapat Terkuat dalam Masalah Jumlah Hewan Aqiqah
Mengenai hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud di atas, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullahmengatakan,
صحيح لكن في رواية النسائي : كبشين كبشين . وهو الأصح
“Hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud itu shahih. Akan tetapi dalam riwayat An Nasai dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih masing-masing dua kambing. Inilah riwayat yang lebih shahih.”[2]
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan,
وَهَذِهِ الْأَحَادِيث حُجَّة لِلْجُمْهُورِ فِي التَّفْرِقَة بَيْن الْغُلَام وَالْجَارِيَة ، وَعَنْ مَالِك هُمَا سَوَاء فَيَعُقّ عَنْ كُلّ وَاحِد مِنْهُمَا شَاة ، وَاحْتَجَّ لَهُ بِمَا جَاءَ " أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَن وَالْحُسَيْن كَبْشًا كَبْشًا " أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَلَا حُجَّة فِيهِ فَقَدْ أَخْرَجَهُ أَبُو الشَّيْخ مِنْ وَجْه آخَر عَنْ عِكْرِمَة عَنْ اِبْن عَبَّاس بِلَفْظِ " كَبْشَيْنِ كَبْشَيْنِ " وَأَخْرَجَ أَيْضًا مِنْ طَرِيق عَمْرو بْن شُعَيْب عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدّه مِثْله ، وَعَلَى تَقْدِير ثُبُوت رِوَايَة أَبِي دَاوُدَ فَلَيْسَ فِي الْحَدِيث مَا يُرَدّ بِهِ الْأَحَادِيث الْمُتَوَارِدَة فِي التَّنْصِيص عَلَى التَّثْنِيَة لِلْغُلَامِ ، بَلْ غَايَته أَنْ يَدُلّ عَلَى جَوَاز الِاقْتِصَار ، وَهُوَ كَذَلِكَ ، فَإِنَّ الْعَدَد لَيْسَ شَرْطًا بَلْ مُسْتَحَبّ
“Hadits-hadits ini (semacam hadits Ummu Kurz, -pen) menjadi argumen yang kuat bagi jumhur (mayoritas) ulama dalam membedakan aqiqah untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Namun Imam Malik berpendapat bahwa aqiqah pada keduanya itu sama. Imam Malik beralasan dengan hadits bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain masing-masing dengan satu ekor kambing. Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud, namun tidak bisa dijadikan argumen. Ada pula riwayat yang dikeluarkan oleh Abusy Syaikh dari jalur lain dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas dengan lafazh “masing-masing dua ekor kambing”. Dikeluarkan pula dari jalan ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya riwayat yang semisalnya. Berdasarkan riwayat Abu Daud tadi, hadits tersebut bukanlah menafikan hadits-hadits mutawatir yang menjelaskan dengan tegas bahwa aqiqah bagi anak laki-laki adalah dengan dua ekor kambing. Akan tetapi riwayat tersebut menunjukkan bolehnya aqiqah kurang dari dua ekor kambing. Itulah maksudnya. Sehingga dari sini, jumlah kambing (yaitu dua ekor kambing bagi laki-laki, pen) bukanlah syarat dalam aqiqah, namun hanya sekedar disunnahkan (dianjurkan) saja.”[3] Hal yang sama dikatakan pula oleh Ash Shon’ani dalam Subulus Salam[4].
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,
عَنْ الْغُلَامِ ، وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ .هَذَا قَوْلُ أَكْثَرِ الْقَائِلِينَ بِهَا وَبِهِ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ ، وَعَائِشَةُ ، وَالشَّافِعِيُّ ، وَإِسْحَاقُ ، وَأَبُو ثَوْرٍ .وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُول : شَاةٌ شَاةٌ عَنْ الْغُلَامِ وَالْجَارِيَةِ .
“Aqiqah untuk anak laki-laki dan anak perempuan boleh sama, yaitu dengan satu ekor kambing. Inilah pendapat kebanyakan ulama. Inilah yang dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Aisyah, Asy Syafi’i, Ishaq dan Abu Tsaur. Bahkan Ibnu ‘Umar sendiri pernah berkata, “Aqiqah untuk anak laki-laki dan perempuan masing-masing dengan seekor kambing.”[5]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
فإن لم يجد الإنسان ، إلا شاة واحدة أجزأت وحصل بها المقصود ، لكن إذا كان الله قد أغناه ، فالاثنتان أفضل
“Jika seseorang tidak mendapati hewan aqiqah kecuali satu saja, maka maksud aqiqah tetap sudah terwujud. Akan tetapi, jika Allah memberinya kecukupan harta, aqiqah dengan dua kambing (untuk anak laki-laki) itu lebih afdhol.”[6]
Para ulama yang duduk di komisi fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ menerangkan,
“Disunnahkan aqiqah bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing yang semisal, sedangkan bagi anak perempuan adalah satu ekor kambing. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Anak laki-laki diaqiqahi dengan dua ekor kambing yang semisal, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing” (HR. At Tirmidzi 794, Ahmad 5/40. At Tirmidzi menshahihkannya).
Ada hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain masing-masing satu ekor kambing” (HR. Tirmidzi 794, Ahmad 5/39). Namun dalam riwayat Abu Daud dan An Nasai dikatakan bahwa aqiqah yang dilakukan pada Al Hasan dan Al Husain masing-masing dengan dua ekor kambing. Inilah yang lebih afdhol. Adapun jika dikatakan sah dengan satu ekor kambing, jawabannya tetap sah sebagaimana berlaku pada daging sembelihan lainnya.[7]
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa anak perempuan tidak perlu diaqiqahi sebagaimana yang dipegang oleh Al Hasan Al Bashri dan Qotadah[8] adalah pendapat yang lemah karena bertentangan dengan dalil yang mensyariatkan aqiqah bagi anak perempuan dengan seekor kambing.
Kesimpulan, aqiqah pada anak laki-laki dianjurkan dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing. Namun jika tidak mampu, boleh pula bagi anak laki-laki dengan satu ekor kambing dan itu dianggap sah. Wallahu a’lam.
Apakah Aqiqah Boleh dengan Selain Kambing?
Jika memperhatikan dalil-dalil yang membicarakan aqiqah, maka kita dapati bahwa aqiqah dikhususkan dengan kambing atau domba, tidak dengan hewan lainnya. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Ummu Kurz,
عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
"Untuk anak laki-laki dua kambing yang sama dan untuk anak perempuan satu kambing." Dan juga dapat kita lihat dalam hadits Ibnu ‘Abbas dan ‘Aisyah.
Sedangkan hadits muthlaq semacam dari Salman bin ‘Amir yang dikeluarkan dalam Shahih Bukhari,
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَتُهُ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى
“"Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi, maka sembelihlah (aqiqah) untuknya dan hilangkan gangguan darinya", hadits muthlaq ini dibawa kepada hadits muqoyyad, yaitu semacam pada hadits Ummu Kurz. Sehingga dari sini, tidak boleh aqiqah kecuali dengan kambing saja. Tidak boleh dengan sapi, unta, atau bahkan ayam.
Inilah pendapat terkuat dalam masalah ini[9], berbeda dengan madzhab Hanafi, Hambali dan Syafi’iyah yang membolehkan dengan selain kambing, yaitu masih dibolehkan dengan al an’am (sapi dan unta)[10]. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hewan Aqiqah Terlepas dari ‘Aib
Hewan yang diaqiqahi tidak sah jika memiliki ‘aib, hewan tersebut harus terlepas dari ‘aib. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَلا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (٢٦٧)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al Baqarah: 267)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali dari yang thoyyib” (HR. Muslim no. 1015). Thoyyib di sini bermakna selamat dari kejelekan (cacat)[11].
Ketentuan Pemilihan Hewan Aqiqah
- Hewan aqiqah boleh jantan atau betina, namun yang lebih afdhol adalah jantan.
- Syarat hewan aqiqah sama dengan hewan udhiyah (hewan qurban).
- Lebih bagus memilih hewan aqiqah yang berwarna putih sebagaimana ketentuan dalam hewan qurban.
- Dianjurkan memilih yang gemuk, yang besar, dan yang paling bagus.
- Jika yang disembelih adalah dua ekor kambing untuk anak laki-laki, maka hendaklah dua kambing tersebut semisal (di antaranya dalam umur, -pen[12]).[13]
Bolehkah Aqiqah Diganti dengan Hanya Membeli Daging Saja?
Hal ini tidak dibenarkan. Yang benar haruslah hewan aqiqah itu disembelih, tidak hanya dengan sekedar membeli daging kambing di pasar lalu dibagikan pada orang lain.
Ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya,
“Bolehkah penyembelihan kambing aqiqah diganti dengan membeli beberapa kilo daging ataukah aqiqah harus dengan jalan menyembelih?”
Jawaban: Tidak boleh. Aqiqah harus dengan jalan menyembelih seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki.[14]
Demikian sajian kami mengenai aqiqah pada kesempatan kali ini. Tulisan ini masih kami lanjutkan pada tulisan terakhir yang berkaitan dengan pelaksanaan aqiqah. Semoga Allah mudahkan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Diselesaikan di Panggang-GK, 7 Rajab 1431 H, 19/06/2010
Artikel www.rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Ibnu Rusyd Al Maliki, hal. 421, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan ketiga, 1428 H dan At Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 4/314, Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah.
[2] Lihat Takhrij Syaikh Al Albani terhadap Sunan Abi Daud. Lihat Shahih Abi Daud no. 2458.
[3] Fathul Bari, 9/592
[4] Subulus Salam, 4/335-336
[5] Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 11/120, Darul Fikr, 1405
[6] Syarhul Mumthi’, 7/492.
[7] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ketiga no. 2191, 11/438. Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selakuk anggota.
[8] Lihat Al Mughni, 11/120.
[9] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/383.
[10] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/11012, Mawqi’ ahlalhdeeth.
[11] Lihat Al Minhaj Syarh Muslim bin Al Hajaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 7/100, Dar Ihya’ At Turots, 1392.
[12] Lihat ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi, 8/25, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 1415.
[13] Lihat ketentuan ini di Al Mughni, 11/120.
[14] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan kesepuluh no. 8052, 11/440. Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selakuk anggota.
http://www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar