Selasa, 28 September 2010

JANGAN BERSEDIH

Segala puji hanya bagi Allah yang memiliki seluruh pujian. Saya bersaksi bahwa tidak ada yang disembah dengan benar selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan para shahabat beliau.
Sesungguhnya di antara sunnatullah yang berlaku adalah kehidupan ini tidak selamanya berjalan dalam satu kondisi. Orang yang memperhatikan sejarah umat-umat terdahulu akan mengetahui bahwa sunnatullah ini tidak berhenti. Umat demi umat musnah, digantikan umat yang lain. Beberapa individu lahir dan yang lainnya meninggal. Kemenangan dan kekalahan, kemuliaan dan kehinaan, kekayaan dan kemiskinan, kelapangan dan kesempitan, kesehatan dan sakit, serta kesedihan dan kebahagiaan senantiasa bergulir silih berganti.
Rintangan dan kesusahan hidup ini begitu beragam, tidak terhitung banyaknya. Bahkan, setiap kali matahari terbit dan terbenam, manusia selalu berada dalam ujian dan cobaan, baik berupa hilangnya sesuatu yang dicintai maupun mengalami sesuatu yang tidak disukai. Oleh karena itu, kelapangan dan kebahagiaan hati serta sirnanya kesedihan dan kegundahan merupakan tujuan semua orang. Dengan itu kehidupan yang baik bisa diraih dan kegembiraan serta keceriaan menjadi sempurna.
HAKIKAT SEDIH
Pada hakikatnya, kesedihan adalah perasaan jiwa yang bersifat naluriah, berupa kecil hati dan hilangnya rasa senang dan gembira pada seseorang. (Demikian definisi sedih menurut sejumlah psikolog). Perasaan ini dialami setiap orang dari waktu ke waktu, tergantung sikap mental yang ada pada dirinya dan kesulitan hidup yang dialaminya. Perasaan ini dapat hilang dengan sendirinya atau manusia itu sendiri sanggup melawannya dengan cara yang tepat.
Sedih dan gembira adalah dua perasaan naluriah yang saling berlawanan, yang telah Allah ciptakan pada tabiat manusia. Salah satunya bisa meredup karena ditekan oleh yang lain. Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman, “Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.” (QS. An-Najm: 43). Ikrimah Rahimahullah berkata, “Tidak seorangpun, kecuali mangalami senang dan sedih. Akan tetapi, buatlah kesenangan menjadi syukur dan kesedihan menjadi sabar.”
BAHAYA SEDIH
Tidak diragukan lagi bahwa kesedihan itu menimbulkan berbagai bahaya yang bisa mengancam individu dan masyarakat. Buktinya, RasulullahShallallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa memohon perlindungan kepada AllahTa’ala dari kesedihan. Do’a beliau adalah, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sifat kikir dan pengecut, lilitan hutang, dan dikuasai orang lain.” (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Jihad, bab Man Ghaza bi Shabiy li al-Khidmah 3/1059 no. 2736).
Bahaya-bahaya yang timbul akibat kesedihan itu berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain. Hal tersebut dikarenakan di samping bergantung pada dahsyat-tidaknya musibah yang menimpa, dapat juga disebabkan kesiapan jiwa orang yang terkena musibah, atau bergantung pada kuat-lemahnya keimanan kepada taqdir Allah Ta’ala.
      Adapun bahaya-bahaya kesedihan terhadap individu dan masyarakat di antaranya adalah:
a.  Lesu dalam berpikir dan kurang konsentrasi terhadap sesuatu.
b.  Padamnya kobaran semangat dalam jiwa, atau dengan kata lain runtuhnya semangat. Hal ini mengakibatkan orang yang sedang bersedih tidak bisa berpikir sehat dan tidak berbuat sesuatu yang bermanfaat, bahkan dapat menghambat segala kegiatannya.
c.   Cepat merasa lelah, fisik lemah, dan terasa sakit di sekujur tubuh, terutama rasa nyeri di kepala  dan semua persendian.
d.   Meningkatkan detak jantung.
e.   Meninggalkan perkara penting karena berpikir terus-menerus.
f.   Terkadang kesedihan menyeret ke arah pesimis yang tiada hentinya, bahkan terkadang ke arah pesimis yang berlebihan.   
g.   Stres yang terkadang dapat mengantarkan kepada hilangnya ingatan.
h.  Kesedihan terkadang menyeret seseorang untuk marah besar, yang dapat menyebabkan dia bertindak sewenang-wenang terhadap milik orang lain atau menyakiti tubuh mereka.
MENGHINDARI KESEDIHAN
Allah Ta’ala melarang Nabi-Nya untuk menyerah kepada kesedihan sebagaimana tercantum di beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya, “Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir.” (QS. Ali Imran: 176) dan juga firman Allah, “Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yunus: 65). Ayat-ayat lainnya adalah an-Nahl ayat 127, an-Naml ayat 70, Luqman ayat 23, dan Yasin ayat 76.
Allah Ta’ala juga melarang kaum mukminin bersedih hati, sebagaimana firman-Nya, “Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139).
Seorang muslim disyari’atkan untuk melakukan upaya-upaya yang dapat membantunya menghindari kesedihan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh seorang muslim agar terhindar dari kesedihan adalah:
1. Beriman dan beramal shalih
Sebab terbesar dan paling mendasar untuk menggapai kebahagiaan hidup adalah beriman dan beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).       
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memberitakan dan memberikan janji kepada orang yang menggabungkan antara iman dan amal shalih dengan kehidupan yang bahagia di dunia ini, serta diberi balasan yang baik di dunia maupun di akhirat. Orang-orang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang benar, iman yang mampu membuahkan amal shalih yang memberikan perbaikan terhadap hati, akhlak, dunia, dan sekaligus akhirat, mereka memiliki dasar-dasar yang digunakan untuk menyikapi masalah yang datang kepada mereka yang akan menyebabkan mereka memperoleh kebahagiaan.
Ketika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai dan menyenangkan hati, mereka menerima dan mensyukurinya, serta menggunakannya dalam hal yang bermanfaat. Apabila mereka melakukan ini, maka muncul perasaan bahagia, amat menginginkan keberlangsungan dan keberkahan nikmat tersebut serta berharap pahala orang-orang yang bersyukur. Sungguh ini merupakan perkara-perkara yang amat besar, di mana kebaikan dan keberkahan yang merupakan buah amalnya itu, melebihi semua kesenangan (yang ia dapatkan).
Dan ketika mereka mendapati hal-hal yang buruk, mendatangkam madharat, kesedihan dan kegundahan, mereka berusaha dan meringankannya seringan mungkin, serta bersabar dengan kesabaran yang kuat ketika hal itu harus menimpa mereka. Dengan demikian, sungguh mereka akan memperoleh suatu imbal balik yang amat besar sebagai reaksi yang muncul ketika menghadapi perkara-perkara yang tidak disukai tersebut. Di antaranya, mendapatkan langkah penanggulangan yang bermanfaat sewaktu menghadapinya, melatih pengalaman, kekuatan dan kesabaran, serta mengharapkan pahala dan ganjaran. Sebagaimana sabda Rasulullah,“Sesungguhnya besarnya pahala diiringi besarnya cobaan. Dan, sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia memberikan cobaan kepada mereka. Barangsiapa ridha, maka Allah pun meridhainya, dan barangsiapa tidak ridha, maka Allah pun tidak meridhainya.” (HR. at-Tirmidzi dan dinyatakan hasan, 4/159 nomor 2396, dan Ibnu majah 2/1338. Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam sunan at-Tirmidzi 2/286).
Jika seseorang tertimpa hal-hal yang buruk dan membuat hati cemas, anda dapati seorang yg lurus imannya memiliki hati yang kokoh, jiwa yang tenang, dan rela dengan taqdir Allah. Rasulullah bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya baik, dan itu tidak terjadi pada siapapun kecuali pada orang mukmin. Jika dia dikaruniai kesenangan lalu dia bersyukur, itu menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia ditimpa kesusahan lalu dia bersabar, itu pun menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim 4/2295 no 2999). Rasulullah telah mengabarkan bahwa seorang mukmin itu akan meraih keberuntungan, kebaikan dan buah amal yang berlipat ganda pada setiap ketentuan yang ia terima, baik berupa sesuatu yang dicintai maupun yang dibenci.
2. Memperbanyak dzikir kepada Allah
Dzikir memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam melapangkan dan memberikan ketentraman di dalam dada, serta menghilangkan kesedihan dan kegundahan. Sebagaimana firman Allah, “Ketahuilah, hanya dalam berdzikir kepada Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Dzikir yang dimaksud adalah dzikir yang diamalkan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, bukan dzikir yang dibuat-buat oleh orang-orang bodoh dan tidak tahu malu. Mereka berdzikir dengan tata cara yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Alangkah jeleknya yang mereka lakukan!!!
3. Berserah diri sepenuhnya kepada Allah
Apabila hati bersandar kepada Allah, berserah diri kepada-Nya, tidak tunduik kepada angan-angan dan dikuasai khayalan-khayalan buruk, serta percaya penuh kepada Allah dan mengharap karunia-Nya, maka dengan itu tertolaklah kesedihan dan kegundahan, sirna darinya berbagai macam penyakit jasmani maupun rohani, dan hati akan mendapatkan kekuatan, kelapangan dan kegembiraan. Allah Ta’ala berfirman, “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” (QS ath-Thalaq: 3). Allah akan mencukupkan segala keinginannya (keperluannya), baik dalam urusan agama maupun dunianya. Orang yang bertawakal kepada Allah hatinya menjadi kuat dan tak terpengaruh dengan berbagai angan-angan buruk, dan tidak tergoyahkan dengan berbagai hal yang menimpanya.
Di samping itu, ia juga mengetahui bahwa Allah telah memberikan jaminan dengan kecukupan yang sempurna bagi orang yang bertawakal kepada-Nya, sehingga ia percaya kepada Allah dan tenang terhadap janji-Nya. Maka sirnalah duka dan kecemasannya, kesulitannya berganti kemudahan, kesedihannya berubah menjadi kegembiraan, dan rasa takutnya berbalik menjadi rasa aman.
4. Membandingkan kenikmatan yang masih ada dengan musibah yang menimpa
Apabila sesorang tertimpa sesuatu yang tidak disukai atau mengkhawatirkan terjadinya hal itu, hendaknya ia membandingkan antara nikmat-nikmat yang masih ada, baik nikmat dalam hal agama maupun dunia, dengan keburukan yang menimpanya. Ketika dibandingkan, akan tampak jelas banyaknya kenikmatan yang masih ia peroleh, dan akan sirna hal-hal buruk yang menimpanya.
5. Bersikap Qana’ah (merasa puas) terhadap pemberian Allah
Seorang muslim hendaklah merasa puas dengan apapun yang diberikan Allah kepadanya, baik itu fisik, harta, istri, anak, rumah, maupun kendaraan. Ketahuilah wahai Saudara-Saudariku, kekayaan bukanlah dengan berlimpahnya harta, tetapi kekayaan sesungguhnya adalah kekayaan jiwa yang memiliki sikap qana’ah (merasa puas dengan apa yang ada), sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam“Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kekayaan itu tak lain adalah kekayaan jiwa.” (HR. al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1051). Rasulullah juga bersabda, “Sungguh beruntunglah orang yang masuk Islam, lalu dikaruniai rezeki secukupnya saja, tetapi Allah membuatnya merasa puas dengan apa yang Dia berikan.” (HR. Muslim no 1054 dan at-Tirmidzi dalam kitab az-Zuhd no 2349). Nilai seseorang sesungguhnya terletak pada ketakwaannya, manfaatnya bagi orang lain, dan akhlaknya yang luhur, bukan pada harta dan pangkatnya.
6. Jangan pedulikan berita bohong dan isu
Betapa seringnya isu memporak-porandakan kepercayaan diri, menceraiberaikan hati, dan meruntuhkan semangat, bahkan berujung menuduh macam-macam terhadap orang yang tidak berdosa, membuat orang yang semula aman menjadi ketakutan, orang yang semula senang menjadi sedih. Semua itu karena tidak dilakukan pembuktian kembali terhadap berbagai berita yang beredar, atau karena menerima begitu saja komentar dari orang-orang munafik.
PENUTUP
Demikianlah tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin, sehingga membantu mereka dalam menghindari dan menghilangkan kesedihan ataupun meringankan kesedihan yang mereka alami. “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan dan kemalasan, sifat kikir dan pengecut, lilitan hutang, dan dikuasai orang lain.” Allahu a’lam.


                                                                                                    Penulis:
                                                                                  Abu Aslam Benny al-Indunisy

Rujukan:
  1. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Mujamma’ al Malik Fahd Li Thiba’at al Mush-haf asy Syarif Madinah Munawwarah, Kerajaan Saudi Arabia.
  2. Jangan Bersedih Kiat Meraih Hidup Bahagia, ditulis oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, diterbitkan oleh Pustaka al-Minhaj.
  3. Obat Penawar Hati yang Sedih, ditulis oleh Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah al-Utsaim, diterbitkan oleh Darus Sunnah.

Nasehat Para Imam Mahzab

Melihat fenomena saat ini, timbul berbagai pemikiran dan pandangan tentang menentukan suatu masalah yang kadang-kadang tidak ada dasar hukumnya, baik secara individu maupun secara kolektif. Salah satu fenomena adalah saling bermusuhan atau saling menyerang antara satu pihak dengan pihak lain. Mereka lalai bahwa para As-salafus Shaleh (pendahulu) dan para imam dulu berada di atas puncak solidaritas dan kelapangan wawasan ilmu. Hal ini disebabkan sebagian kaum muslimin saat ini jauh dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Mereka senantiasa bersikap fanatisme kepada pendapat, pakar, tokoh, firqoh, tradisi, kelompok, organisasi, golongan, suku, budaya atau menisbatkan diri kepada sebutan tertentu, misalnya, Islam moderat, Islam reaksioner, Islam ekstrim, Islam tengah, Islam kanan, Islam kiri dan sebutan lain sebagainya, yang menyebabkan timbulnya kebingungan, kekeliruan, penyimpangan, anarkis, kekesatan, kemaksiatan, usaha untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, bahkan sampai terjerumus kesyirikan. Dari semua hal itu akan muncul keinginan hawa nafsu dan sikap egois (menang sendiri), sempit wawasan, hedonis dan apatis Ketahuilah sesungguhnya AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman :
 "Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.." (QS. Yusuf : 53) firman Allah Ta'alayang lain :

"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" (QS. Al-Jatsiyah : 18).

Mereka yang masuk dalam golongan yang fanatik mewajibkan kaum muslimin dengan sesuatu yang tidak lazim untuk berbuat taklid. Bahkan mereka mempengaruhi kaum muslimin dengan penyimpangan-penyimpangan yang lain, seperti dalam ucapan mereka, " wajib untuk taklid terhadap salah satu mazhab (pendapat), tidak boleh lebih dari itu." . Pendakwaan yang jelek seperti ini telah mereka suguhkan kepada mayoritas kaum muslimin sehingga menyebabkan persatuan kaum muslimin menjadi pecah, kekuatan mereka menjadi lemah sehingga mereka menjadi mangsa, seperti makanan di dalam talam. Ini semua dilarang oleh Islam karena termasuk perilaku yang tidak terpuji. Racun fanatisme dengan berbagai bentuk dan jenisnya, semua itu dimurkai oleh Allah Subhana wa Ta'ala.:

"Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah ) menjadi beberapa golongan , tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka " (QS..Al-An'am : 159). Firman Allah Ta'ala yang lain :

 "Kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka "(QS. Ar-Rum :31-32).

Maka sudah saatnya kita kembali dan berkiblat kepada argumen yang Shahih dan benar. Segala perselisihan dan kefanatikan dikembalikan kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah jika kita benar-benar Beriman kepada Allah Subhanallah wa Ta'ala :

"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" (Qs. An-Nisa : 59).

Para ulama menuturkan , " Semua orang sepakat bahwa orang yang taklid tidaklah termasuk ahlul Ilmu (orang yang berilmu atau ulama), karena ilmu adalah mengenal kebenaran beserta dalil-dalilnya".
Kita tidak diperintahkan kecuali mengikuti Al-Qur'an yang diturunkan oleh AllahSubhanallah wa Ta'ala dan keterangan-keterangan Rasulullah Shallahu'alaihi wa salam dengan hadist-hadist shahih. Para Imam mazhab sendiri sangat berhati-hati dalam setiap mengambil keputusan untuk menetapkan suatu hukum. Mereka mempertimbangkan dari berbagai sisi dalil, namun demikian, mereka juga manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan dosa. Karena tak semua ungkapan mereka dapat dijadikan sebagai rujukan.

Terkadang sifat fanatik terhadap mazhab tertentu membutakan logika kebenaran yang sudah jelas disebutkan dalam nash yang Shahih yang sudah jelas kebenarannya. Ini merupakan sikap yang kurang dewasa dalam memahami teks Al-Qur'an dan Hadist Nabi Shallahu ala'ihi wa sallam sebagi sumber yang harus dipegang. Kita hanya dibolehkan mengikuti suatu hukum, manakala yang disampaikan seirama dengan pesan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya. Bahkan para imam sendiri mengingatkan kepada kaum muslimin dan para pengikutnya agar berhati-hati menggunakan pendapatnya sebelum mengetahui benar landasan yang di gunakan. 

Berikut ini akan kita paparkan uraian penukilan yang disebutkan Syaikh Jamil Zainu tentang beberapa pendapat imam mazhab yang dapat menjelaskan kebenaran kepada kaum muslimin terutama kepada pengikut mereka :

1.      Pesan Imam ABU HANIFAH

Imam Abu Hanifah, ajaran-ajaran fiqihnya menjadi pijakan kebanyakan orang, berkata (Abu Hanifah):

  • Tidak diperbolehkan seseorang mengambil pendapat kami sebelum mengetahui dari mana kami mengambilnya.
  • Haram bagi yang tidak mengetahui dalil saya, kemudian memberi fatwa dengan kata-kata saya, karena saya adalah manusia biasa yang sekarang bicara sesuatu dan esok tidak bicara itu lagi.
  • Jika saya mengucapkan pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an serta hadist Nabi Shallahu alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataan saya.

2.      Pesan Imam IMAM MALIK

Imam Malik, imam penduduk Madinah, berkata :
  • Sesungguhnya saya adalah manusia biasa, yang dapat salah dan dapat juga benar. maka perhatikan secara kritis pendapatku. Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan Sunnah tinggalkanlah.
  • Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa sallam.

3.      Pesan Imam SYAFI'I

Imam Syafi'I dari keluarga Ahli Bait, berkata :
  • Setiap orang ada yang pendapatnya sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan juga ada yang tidak sesuai. Jika saya berkata dengan suatu pendapat dari Rasullah tapi kenyataannya bertentangan dengan ucapa Rasullah Shallahu alaihi wa sallam , maka pendapat yang benar adalah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya.
  • Orang-orang Islam telah melakukan ijma' bahwa siapa saja yang jelas mempunyai dalil berupa Sunnah Rasulullah maka tidak dihalalkan bagi seorang meninggalkan karena ucapan orang lain.
  • Jika kamu mendapatkan hal-hal yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dalam buku saya, maka ikutilah ucapan Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam dan itulah pendapat saya juga.
  •  Jika suatu hadist itu Shahih maka itulah mazhab saya.
  •  Beliau berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, " anda lebih pandai dari saya tentang dan keadaan para periwayat hadits, jika anda tahu bahwa sesuatu hadist itu Shahih maka beritahukanlah kepada saya sehingga saya akan berpendapat dengan hadits itu ".
  • Setiap masalah , yang mempunyai dasar hadits Shahih menurut para ahli hadist dan bertentangan dengan pendapat saya, maka saya akan kembali pada hadits tersebut selama hidup atau sesudah mati.

4.      Pesan  Imam AHMAD BIN HAMBAL.

Imam Ahmad bin Hambal, Imam para pengikut ahli Sunnah, berkata :

  •  Jangan engkau bertaklid kepadaku atau Imam Syafi'I, Imam Auza'I atau Imam Ats-Tsaury tapi ambillah dari mana asal mereka mengambil.
  • Siapa saja menolak hadist Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam maka ia berada di tepi kehancuran. "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)" Qs. Al-A'raf : 3.

Maka seorang Muslim yang mendengarkan hadits Shahih tidak diperbolehkan untuk menolaknya, karena hal ini bertentangan dengan mazhab tertentu yang dianutnya. Para Imam mazhab telah melakukan ijma' untuk mengambil hadits Shahih dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits shahih tersebut.[2]


Maraji'
  1. Benarkah Cara Anda Bermazhab ?/ Muhammad Sulthan al-Ma'shumi al-Khujandi ; penerjemah, Abu Humaira ; Muraja'ah, Luqman Hakim, - Jakarta : Darul Haq, 2005.
  2. SWARAQURAN, no.3, Thn. Ke-6 / Syaban 1427 H/ September 2006 M.

BILA AJAL DATANG MENJEMPUT



Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah menganugerahkan nikmat umur, yang merupakan nikmat yang paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'aala. Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan.  Salah satu nikmat terbesar yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada hamba-Nya adalah nikmat umur. Nikmat umur begitu agung karena dengan adanya nikmat ini seseorang bisa hidup dan menggapai jalan kebahagiaan atau jalan yang diinginkannya, sedangkan terhentinya nikmat ini maka berhentilah kehidupannya dan upaya seseorang untuk menggapai keinginannya.

 Umur kita terbatas. Ketika ajal telah datang, maka disinilah manusia akan tahu betapa tingginya nikmat umur dan kemuliaannya. Saat ajal datang menjemput, maka tidak seorangpun bisa memajukan waktunya atau mengundurkannya barang sedetikpun. Kedatangan ajal merupakan hal yang pasti, akan tetapi waktu datangnya tidak kita ketahui, hanya Allah 
'Azza wa Jalla Robb Yang Maha Mengetahui. Mari kita perhatikan sebuah ayat yang setiap kali dipahami oleh orang yang lalai maka akan membuat orang itu bertaubat, yang setiap kali diperhatikan oleh orang yang berpaling maka akan menjadikannya segera kembali kepada AllahSubhanahu wa Ta'aala dan meminta ampunan-Nya, sebuat ayat yang menceritakan tentang sebuah perjalanan yang berat, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'aala:"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu, barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga maka sungguh dia telah beruntung, kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran/3: 185)

Renungan bila ajal datang menjemput

Untuk mengingatkan kembali kepada hakikat kehidupan yang sesungguhnya, dan menyadari kematian sebagai guru bagi kehidupan, mari kita perhatikan renungan dibawah ini:
Renungan Pertama

  Ada cerita mengenai orang-orang yang terdahulu, seseorang diantara mereka bertanya kepada temannya, "Maukah engkau mati sekarang ?" Orang itu menjawab; "Tentu tidak" Lalu ditanyakan lagi kepadanya; "Kenapa ?" Jawab orang itu; "Saya belum bertaubat dan belum berbuat kebajikan" Selanjutnya dikatakan kepada orang itu; "Kerjakanlah sekarang !" Ia menjawab; "Nanti akan saya lakukan". Demikianlah ia selalu berkata; "Nanti dan nanti" sehingga akhirnya orang itu meninggal dunia tanpa bertaubat dan melakukan kebaikan.

  Ingatlah wahai saudaraku, keadaanmu disaat engkau merasakan pedihnya sakaratul maut, yang pada saat menghadapinya, Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling dicintai AllahSubhanahu wa Ta'aala, bersabda; "Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, sesungguhnya dalam kematian itu terdapat rasa kesakitan" (HR. Bukhari)

  Wahai saudaraku, cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, perpisahan dengan orang-orang yang dicintai, berpisah dari segala kenikmatan, pemutus dari segala cita-cita.

  Wahai orang-orang yang tertipu oleh dunianya, wahai orang-orang yang berpaling dari Allah 
Subhanahu wa Ta'aala, wahai orang yang lengah dari ketaatan kepada Robbnya, wahai orang-orang yang setiap kali dinasehati lalu hawa nafsunya menolak nasehat tersebut, wahai orang-orang yang dilalaikan oleh nafsunya dan tertipu oleh angan-angan yang panjang.

  Pernahkah engkau memikirkan detik-detik kematian sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu semula? Tahukah engkau apa yang akan terjadi pada dirimu disaat kematian menjemputmu? Tentu saat ini engkau akan berucap dalam hatimu; saya akan mengucapkan 
Laa Ilaha Illallah !!! Tetapi itu tidak mungkin wahai saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dan berpaling dari kebenaran, hingga tiba saat-saat kematianmu, tentu engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan engkau akan berharap dihidupkan kembali.

  Suatu ketika Hasan al-Bashri 
rahimahullah berdiri didepan sebuah kuburan sambil melihat kuburan tersebut dengan seksama, kemudian ia menoleh kepada salah seorang yang turut hadir disana dan berkata; "Seandainya penghuni kubur ini keluar dari kuburannya, menurutmu apa yang akan dilakukannya? Orang itu menjawab; "Tentu ia akan bertaubat dan berzikir mengingat Allah". Hasan al-Bashrirahimahullah berkata kepada orang itu; "Kalau dia tidak keluar, maka kamulah yang harus melakukannya !"

  Saudaraku, apa jawabanmu bila Robbmu menanyakan tentang umurmu, untuk apa kau habiskan; menanyakan tentang masa mudamu, untuk apa engkau gunakan; menanyakan tentang hartamu, dari mana engkau dapatkan dan untuk apa engkau gunakan, dan ilmumu untuk apa engkau amalkan.


Seorang penyair berkata :
"Saudaraku, cobalah mencari jalan keselamatan
Persiapkan dirimu (dengan beramal shaleh) sebelum datang kematianmu.
Sonsonglah sesuatu yang pasti datang dengan kesungguhan.
Janganlah tertipu oleh fatamorgana kehidupan.
Sungguh sebentar lagi engkau mati."

  Coba kita perhatikan apa yang telah kita persiapkan untuk menjadikan kuburan kita sebagai taman surga? Keadaan yang bagaimanakah yang kita inginkan disaat Allah
'Azza wa Jalla berfirman :"Dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat. Yaitu pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya, itulah hari keluar (dari kubur)." (QS. Qaf/50 : 41-42)

  Mari kita renungkan kembali firman Allah 
Subhanahu wa Ta'aala"Adapun orang-orang yang diberikan padanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata: Ambillah, bacalah kitabku (ini) Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhoi, dalam surga yang tinggi yang buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan; ‘makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu." (QS. al-Haaqqah/69: 19-24)

  Saudaraku, tidakkah renungan ini menjadikan kita menangis, meneteskan air mata? Tidakkah perjalanan ini menjadikan kita bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah 
Subhanahu wa Ta'aala atas segala dosa yang kita kerjakan?

  Saudaraku, segeralah bertaubat, manfaatkan segera setiap detik nafasmu untuk memikirkan setiap amal perbuatanmu, koreksilah amalanmu, apakah amalan dan perbuatan yang engkau lakukan mendekatkan dirimu ke surga atau malah semakin mendekatkan dirimu ke neraka ?

  Di akhir renungan ini, saya persembahkan pelajaran bagi setiap insan yang tenggelam dalam berbagai kesenangan dunia, sehingga lupa kepada Robbnya, dan juga untuk setiap orang yang bertaubat dan mohon ampunan kepada Robb-Nya, sebuah 
hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
"Pada hari kiamat akan didatangkan seorang ahli neraka yang paling banyak mengenyam kenikmatan dunia, lalu ia dicelupkan sesaat ke dalam Neraka, kemudian ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah telah engkau dapatkan kenikmatan? Pernahkah sebuah kenikmatan menghampirimu? Ia menjawab; "Demi Allah, tidak wahai Tuhanku", Demikian pula didatangkan seorang ahli Surga yang paling sengsara hidupnya ketika di dunia, lalu dia dicelupkan sesaat ke dalam Surga. Kemudian ia ditanya; "Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan ? Adakah sebuah malapetaka menerpamu? Ia menjawab, "Demi Allah, tidak pernah sedikitpun kesengsaraan dan malapetaka menerpaku." (HR. Muslim)
Renungan Kedua

  Hiduplah sesuka hatimu, tumpahkan dan hamburkan kesenangan demi kesenangan untuk memuaskan nafsumu. Katakan semaumu tentang Islam, tentang orang-orang shalih, tentang ibadah dan kebajikan. Bergembiralah dan tertawalah sepuas-puasmu kepada dunia, kelak pada akhirnya engkau akan meregang ditengah sakaratul maut, entah kapan waktunya tapi itu pasti menimpamu, lalu engkaupun mati. Saat itu, malaikat tepat berada diatas kepalamu; hatimu bergetar, nyawamu meregang, mulutmu terkunci, seluruh tubuhmu terasa lemas, matamu terbelalak, sedang pintu taubat telah tertutup, orang-orang disekitarmu menangis sedang engkau sendiri mengerang melawan pedihnya sakratul maut, lalu nyawamu diangkat ke langit.

  Pada waktu itu, barulah engkau tahu pasti dan yakin, bahwa selama ini engkau telah terpedaya. Tiada berguna lagi air mata darah, selanjutnya yang ada hanyalah siksa, derita dan merana sepanjang masa.

  Saudaraku, sebelum semua ini terjadi, sebelum semuanya terlambat, selamatkanlah dirimu. Saudaraku..., yakinkan dirimu, dunia ini bukan akhir dari segalanya, masih ada negeri akhirat yang justru disanalah kehidupan yang sesungguhnya, tempat pembalasan atas amal yang dilakukan manusia di dunia, tempat pembalasan amal dengan seadil-adilnya. 
Wallahu A'lam Bishshawaab.

http://dareliman.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=111&Itemid=54
thank you