Jumat, 19 November 2010

فضل عشر من ذي الحجة وأحكام عيد الأضحى والأضحية
Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, serta Hukum Seputar Iedul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban
Abdul Malik Al Qasim
Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi dan Rasul yang paling mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya dan para shahabatnya. Amma Ba’du.
Diantara keutamaan dan kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-Nya adalah Allah jadikan bagi hamba-hamba-Nya yang shalih suatu masa yang mereka berlomba-lomba untuk memperbanyak amal shaleh didalamnya. Dan Allah memanjangkan umur mereka, maka kondisi mereka tidak lain adalah antara menyongsong amal kebaikan atau meninggalkannya. Dan diantara musim yang paling agung ini adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
Diantara dalil-dalil dari kitab dan sunnah seputar keutamaan sepuluh hari dzulhijjah adalah:
Firman Allah :
(وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ)
Demi fajar, dan malam yang sepuluh (QS. Al Fajr:1-2)
Berkata Ibnu Katsir, “Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah sepuluh hari dzulhijjah”.
2. Firman Allah,
(وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأَنْعَامِ) [الحج:28]
“…Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan” (QS. Al Hajj: 28)
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “(yang dimaksud adalah) sepuluh hari dzulhijjah”.
3. Hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas -Radhiyallahu ‘anhuma- dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(مَا مِنْ أيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أحَبُّ إلى الله مِنْ هَذهِ الأيَّامِ العَشْرِ، فقالُوا يا رسولُ الله: ولا الجِهَادُ في سَبِيلِ الله؟ فقالَ رسولُ الله : ( ولا الجِهَادُ في سَبِيلِ الله، إلاّ رَجُلٌ خَرجَ بِنَفْسِهِ ومَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ من ذَلِكَ بِشَيْءٍ) رواه البخاري والترمذي .
“Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya: “tidak juga jihad fi sabilillah?”. Beliau menjawab: “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang pergi (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari).
4. Hadits Ibnu Umar - Radhiyallahu ‘anhuma -, ia berkata,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ وَلاَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ ».
“Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari pertama ini. Maka pada hari-hari itu perbanyaklah tahlil, takbir dan tahmid” (HR. Ath Thabrany dalam kitab Al Mu’jam Al Kabir)
5. Sa’id bin Jubair -Rahimahullah- (ia periwayat hadits Ibnu Abbas diatas), apabila memasuki sepuluh hari pertama (dibulan Dzulhijjah) ia sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah (sampai batas akhir kemampuannya). (Diriwayatkan oleh Ad Daarimi dengan sanad yang hasan).
6. Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Baari berkata: “Sebab yang tampak dari keistimewaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah adalah karena pada waktu tersebut berkumpul induk ibadah-ibadah yang agung. Yaitu shalat, puasa, shadaqah dan haji. Yang mana hal ini tidak diperoleh dalam bulan-bulan yang lain.”
7. Para muhaqqiq dari kalangan ahlul ilmi berkata, “Sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang paling utama, dan sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama”.
Amalan-amalan yang disyari’atkan pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah
1. Shalat
Disunnahkan untuk bersegera dalam melakukan shalat-shalat fardhu dan memperbanyak shalat-shalat sunnah. Karena shalat adalah ibadah yang paling utama bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri dengan Rabb nya.
Diriwayatkan dari Tsauban -Radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
« عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً ».
“Hendaklah kalian memperbanyak sujud kepada Allah, karena sesunggguhnya tidaklah engkau melakukan satu sujud melainkan Allah akan mengangkat derajatmu dan menghapuskan kesalahanmu”
(HR. Muslim).
Hadits ini berlaku umum pada setiap waktu.
2. Puasa
Puasa termasuk amal shaleh. Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, dari istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah, hari ‘Asyura dan tiga hari pada tiap bulan”
(HR. Imam Ahmad, Abu Daud, An Nasa’i)
Berkata Imam An-Nawawi tentang puasa pada sepuluh hari bulan Dzulhijjah, bahwa puasa tersebut amat sangat dianjurkan.
3. Bertakbir, bertahlil, dan bertahmid
Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar yang terdahulu,
“Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid.”
Berkata Imam Al Bukhari -Rahimahullah-, “Ibnu Umar dan Abu Hurairah -Radhiyallahu ‘anhuma- keluar ke pasar, seraya mengumandangkan takbir, lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya”. Beliau juga berkata, “Umar bertakbir didalam kemahnya di Mina, hingga dapat didengar oleh orang-orang di masjid. Mereka pun mengikutinya, demikian juga orang-orang di pasar turut bertakbir. Hingga Mina dipenuhi oleh gema takbir”
Ibnu Umar bertakbir pada waktu itu di Mina. Setelah selesai shalat, di atas ranjang, di dalam tendanya, di majelisnya dan ketika berjalan. Disunnahkan untuk menjahrkan (mengeraskan) takbir sebagaimana yang dilakukan Umar, puteranya dan Abu Hurairah.
Maka sepantasnyalah kita sebagai kaum muslimin untuk menghidupkan sunnah ini yang pada masa ini nyaris hilang. Hingga para ahli kebaikanpun hampir-hampir lupa melakukannya, beda halnya dengan orang-orang shaleh terdahulu.
4. Puasa hari Arafah
Puasa hari arafah ditekankan untuk dilakukan oleh orang yang tidak sedang menunaikan haji, sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hari Arafah, bahwa beliau berkata,
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
“Aku berharap Allah akan melebur dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang” (HR. Muslim)
5. Keutamaan hari berkurban
Sebagian besar kaum muslimin lalai dari hari yang agung ini. Padahal sebagian besar ulama’ berpendapat bahwa hari tersebut merupakan hari yang paling mulia secara mutlak bahkan dari hari Arafah sekalipun. Berkata Ibnu Qayyim -Rahimahullah- “Sebaik-baik hari di sisi Allah adalah Yaum Nahr (hari berkurban), ia merupakan hari haji akbar”.
Sebagaimana dalam Sunan Abu Daud, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
« إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَوْمُ النَّحْرِ ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ ».
“Sesungguhnya hari yang paling agung di sisi Allah adalah Yaum Nahr, kemudian hari Qor”
Hari Qor adalah hari berdiam di Mina, yaitu hari ke sebelas bulan Dzulhijjah.
Ada pula yang berpendapat, hari Arafah lebih utama. Karena puasa pada hari tersebut dapat menghapus dosa selama dua tahun, tidak ada hari yang lebih banyak Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka dari hari Arafah, dan Allah mendekat kepada hamba-hamba-Nya. Kemudian Allah berbangga kepada para malaikat dengan banyaknya orang-orang yang wukuf.
Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang pertama, karena hadits yang menunjukkan hal itu tidak bertentangan dengan apapun. Terlepas dari hari apapun yang lebih baik, hari nahr ataupun hari arafah, hendaklah kaum muslimin bersemangat untuk meraih keutamaannya baik yang sedang berhaji ataupun tidak. Untuk memperoleh keutamaannnya dan memanfaatkan kesempatan tersebut (untuk beribadah).
Bagaimana menyambut hari-hari yang penuh kebaikan ini?
Selayaknya setiap muslim menyambut hari-hari yang penuh kebaikan ini yang secara umum adalah dengan taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh), serta meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat. Karena sesungguhnya dosa dapat menghalangi seseorang dari memperoleh keutamaan Rabb-nya, dan menutup hatinya dari Tuhannya. Juga dituntut untuk menyambut hari-hari yang penuh kebaikan dengan usaha dan keinginan kuat dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan keberuntungan dengan apa yang diridhai Allah Azza wajalla. Maka barang siapa yang benar dengan tekadnya kepada Allah, maka Allah akan memberikan petunjuk kepadanya.
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al Ankabut: 69)
Allah juga berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran: 133)
Wahai saudaraku… berusahalah untuk memanfaatkan kesempatan yang baik ini, sebelum engkau kehilangan kesempatan tersebut sehingga engkau akan sangat menyesal. Alangkah buruknya waktu bagi orang yang menyesal. Karena hidup di dunia ini hanya sesaat saja. Sekarang kita ada di kampung amal, dan esok kita akan menuju kampung pembalasan, perhitungan, surga dan neraka. Maka jadilah termasuk orang-orang yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
Hukum-hukum seputar hari raya Iedul Adha
Saudaraku semuslim…
Aku memuji Allah yang telah menjadikan engkau sebagai orang yang mengetahui keagungan hari Iedul Adha. Dan telah memanjangkan usiamu agar engkau menyaksikan pergantian hari dan bulan. Lalu engkau mengisinya dengan amal, perkataan dan perbuatan yang akan semakin mendekatkanmu kepada Allah.
Ied (hari raya) adalah kekhususan bagi umat ini, termasuk simbol agama yang tampak dan diantara syi’ar-syi’ar agama Islam. Maka wajib bagimu untuk memperhatikan dan mengagungkannya.
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”
(QS. Al Hajj: 32)
Beberapa point ringkas tentang adab dan hukum yang berkaitan dengan hari raya Idul Adha:
1. Takbir
Disyariatkan untuk bertakbir mulai dari terbitnya fajar pada hari Arafah hingga waktu Ashar pada akhir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah, sebagaimana firman Allah:
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ
“dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang” (QS. Al Baqarah: 203)
Bentuk takbirnya adalah:
{ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ }
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) yang haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”
Disunnahkan bagi kaum laki-laki untuk mengeraskan takbirnya di masjid, di pasar dan di rumah. Hal itu dilakukan tiap selesai shalat sebagai bentuk syi’ar atas pengagungan terhadap Allah, menampakkan ibadah dan rasa syukur kepada-Nya.
2. Menyembelih hewan kurban
Penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah selesai shalat Ied, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
« مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى ، وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ »
“Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaknya ia mengulangi penyembelihan, dan barang siapa yang belum menyembelih maka menyembelihlah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu yang diperbolehkan untuk menyembelih adalah empat hari. Yaitu satu hari pada hari nahr (Iedul Adha) dan tiga hari tasyriq, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
« كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ ».
“Semua hari tasyriq adalah waktu menyembelih kurban” (Lihat Silsilah Ash Shahihah, Nomor 2467).
3. Mandi dan memakai wewangian (bagi laki-laki)
Dan memakai pakaian yang paling baik tanpa berlebih-lebihan, tidak isbal (memanjangkan celana/sarung sampai di bawah mata kaki), dan tidak mencukur jenggot, karena ini termasuk perbuatan yang haram. Adapun kaum wanita, mereka disyari’atkan untuk keluar menuju lapangan tempat shalat tanpa tabarruj (berhias) dan tanpa memakai wewangian. Hendaklah seorang muslimah tidak pergi menuju ketaatan kepada Allah dan shalat dengan berhias dengan kemaksiatan, yang berupa tabarruj, menampakkan wajah, dan memakai wewangian di hadapan laki-laki asing.
4. Memakan sebagian dari daging sembelihan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari raya kurban tidak makan hingga ia kembali dari mushalla dan beliau makan dari sembelihannya.
5. Pergi ke mushalla (lapangan tempat shalat) dengan berjalan kaki jika memungkinkan.
Yang sesuai sunnah adalah sholat ied dilaksanakan di lapangan kecuali jika ada udzur seperti hujan, maka shalat ied dilaksanakan di dalam masjid sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
6. Shalat bersama kaum muslimin dan disunnahkan untuk menyimak khuthbah
Hukum shalat ied sebagaimana pendapat yang dikuatkan oleh para pentahqqiq dari kalangan ulama’ seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah wajib sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”
Hukum wajib tersebut tidak gugur kecuali jika ada udzur yang benarkan oleh syari’at, karena kaum wanita pun diperintahkan untuk turut keluar menyaksikan shalat ied bersama kaum muslimin, meskipun wanita yang sedang haid dan para budak. Adapun wanita yang haid diperintahkan untuk mengambil tempat yang agak jauh dari tempat shalat.
7. Menempuh jalan yang berbeda
Disunnahkan bagi orang yang melaksanakan shalat ied agar pergi menuju mushalla, tempat dilaksanakan shalat ied dari satu jalan dan pulang melewati jalan yang lain, sebagaimana yang dilaksanakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
8. Mengucapkan selamat lebaran
Boleh mengucapkan selamat lebaran dengan ucapan semisal:
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
“Semoga Allah menerima amalan kami dan kalian”
Dan berhati-hatilah wahai saudaraku semuslim, jangan sampai terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian orang.
Diantara kesalahan-kesalahan itu adalah:
1. Mengumandangkan takbir secara bersama-sama, dengan dikumandangkan secara serempak atau takbir dipimpin satu orang lalu diikuti oleh yang lain.
2. Mengisi hari lebaran dengan kegiatan yang melalaikan yang haram: seperti mendengarkan lagu, menonton film, bercampur baurnya kaum laki-laki dengan wanita yang bukan mahram, dan kegiatan-kegiatan lain yang termasuk kemungkaran.
3. Memotong rambut atau kuku sebelum menyembelih kurban, sebagaimana larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang hal itu.
4. Boros dan berlebih-lebihan. Yaitu berbuat boros untuk hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan tidak ada manfaat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surat Al An’am:141:
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Hukum-hukum seputar berkurban dan pensyari’atannya
Allah telah mensyari’atkan untuk berkurban, sebagaimana firman Alah:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu; dan berkorbanlah” (QS. Al Kautsar: 2)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah” (QS. Al Hajj: 36)
Hukum berkurban adalah sunnah muakkadah, dan dibenci meninggalkannya bagi orang yang mampu.
Sebagaimana hadits Anas -Radhiyallahu ‘anhu- yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba jantan berwarna putih campur hitam dan bertanduk, Beliau menyembelih sendiri dengan tangannya, dengan membaca basmallah dan bertakbir.
Hewan apa saja yang boleh dijadikan kurban?
Hewan yang boleh dijadikan sebagai hewan kurban adalah unta, sapi dan kambing. Sebagaimana firman Allah:
لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj: 34)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« أَرْبَعٌ لاَ تُجْزِئُ فِى الأَضَاحِىِّ الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ الَّتِى لاَ تُنْقِى »
“Empat hewan yang tidak boleh dijadikan sebagai kuban: hewan yang juling matanya dan jelas julingnya, yang sakit dan jelas sakitnya, pincang yang tampak jelas, dan yang sangat kurus yang tidak punya sumsum tulang”. (HR. At Tirmidzi)
Waktu untuk menyembelih
Waktu untuk menyembelih dimulai setelah melaksanakan shalat ied. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
« مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ » .
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka sembelihannya hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya, dan barang siapa yang menyembelih setelah shalat dan dua khuthbah maka telah sempurna penyembelihannya dan sesuai sunnah”.
(HR. Muttafaq ‘Alaih)
Disunnahkan seorang muslim yang berkurban untuk menyembelihnya sendiri dan mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عن فلان ( ويسمِّي نفسه أو من أوصاه )
“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah ini adalah (penyembelihan) dari Fulan” (menyebutkan namanya atau nama yang mewasiatkan kepadanya). (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menyembelih seekor domba beliau mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (kurban) dariku dan dari siapa yang tidak berkurban dari umatku.
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Adapun bagi yang tidak mampu menyembelih sendiri maka hendaknya dia melihat dan hadir saat penyembelihan hewan kurban berlangsung.
Pembagian Daging Kurban
Disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk ikut memakan daging sembelihannya, menghadiahkan sebagiannya kepada kerabat dan tetangga serta bersedekah kepada orang-orang fakir.
Allah berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.
(QS. Al-Haj: 28)
Allah juga berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. (QS. Al-Haj: 36)
Sebagian salaf menyukai membagi daging kurban menjadi tiga bagian: sepertiga untuk keluarganya, sepertiga lagi diberikan sebagai hadiah untuk orang-orang kaya, dan sepertiga sisanya untuk bersedekah kepada kaum fakir. Dan tidak boleh bagi pemotong hewan diberi daging korban sebagai upah .
Hal-hal yang harus dijauhi oleh orang yang hendak berkurban
Ketika memasuki bulan Dzulhijjah, seorang yang hendak berkurban diharamkan mencabut rambut, kuku atau kulit hingga ia melaksanakan ibadah kurban. Sebagaimana hadits Ummu Salamah -Radhiyalahu ‘anha- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ ».
“Jika telah masuk sepuluh Dzulhijjah, dan salah seorang diantara kalian telah berniat untuk berkurban, maka hendaknya ia menahan diri dari (mencabut atau memotong) rambut dan kukunya” (HR. Ahmad dan Muslim)
Dalam redaksi lain, beliau bersabda:
فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا حتى يضحي
Maka hendaklah dia tidak menyentuh (mencabut) rambutnya dan kulitnya sedikitpun hingga dia usai berkurban.
Maka jika dia berniat berkurban di tengah hari-hari sepuluh itu, hendaknya dia menahan dirinya dari hal-hal tersebut sejak dia berniat. Dan dia tidak berdosa atas apa yang dia lakukan sebelum berniat.
Adapun bagi keluarga orang yang hendak berkurban, boleh untuk mencabut atau memotong rambut, kuku dan kulit mereka pada bulan Dzulhijjah.
Jika seorang yang hendak berkurban mencabut atau memotong rambut, kuku, atau kulit nya, maka hendaknya ia bertaubat kepada Allah Ta’ala, jangan mengulanginya lagi dan tidak ada kafarah baginya. Perbuatan tersebut tidak menghalangi dirinya untuk tetap melaksanakan ibadah kurban. Dan jika ia melakukan perbuatan tersebut karena lupa atau tidak tahu atau rambutnya rontok tanpa menyengaja maka tidak ada dosa baginya.
Dan jika ia dalam kondisi butuh untuk melakukan hal tersebut maka tidak mengapa ia lakukan dan tidak ada dosa baginya. Misalnya: kukunya patah sehingga harus dipotong, atau rambutnya terurai menutupi mata sehingga harus dipotong, atau harus dipotong saat mengobati luka, dan sebagainya.
Dan sebagai penutup, wahai saudaraku, janganlah lupa untuk selalu bersemangat dalam beramal kebaikan, menyambung silaturahim, mengunjungi kerabat, meninggalkan sifat cepat marah, hasad, benci, serta menyucikan hati dari hal-hal tersebut. Mengasihi orang-orang miskin, fakir, dan anak yatim, serta membantu mereka dan menyenangkan hati mereka.
Kami memohon kepada Allah agar memberi taufiq kepada kami terhadap apa-apa yang Allah cintai dan ridhoi. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita, Muhammad, keluarganya serta para shahabatnya.
***
﴿ فضل عشر من ذي الحجة وأحكام عيد الأضحى والأضحية ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Abdul Malik Al Qasim
Terjemah : Ummu Abdillah Zubaidah Al-Atsariyah
Editor : Abu Ziyad Eko Haryanto
2010 – 1431
Islamhouse.com
(nahimunkar.com)
thank you