Senin, 14 Februari 2011

Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam

muqaddimah

Kitab Barzanji adalah kitab yang sangat popular di kalangan kaum Muslimin di Indonesia. Kitab ini merupakan bacaan wajib pada acara-acara Barzanji atau diba’ yang merupakan acara rutin bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia.

Kitab Barzanji ini terkandung di dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang merupakan kumpulan dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i, dan yang lainnya.

Kitab yang popular ini di dalamnya banyak sekali penyelewengan-penyelewengan dari syari’at Islam bahkan berisi kesyirikan dan kekufuran yang wajib dijauhi oleh setiap Muslim. Karena itulah Insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-kesesatan kitab ini dan kitab-kitab  yang menyertainya dalam kitab,  sebagai nasehat keagamaan bagi saudara-saudara kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Dan sebagai catatan bahwa cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah cetakan PT. Al-Ma’arif Bandung.

 


maulid barzanji dan kesesatan-kesesatannya
Maulid Barazanji yang terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 72-147, di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam aqidah, seperti kalimat-kalimat yang ghuluw (melampaui batas syar’I) terhadap Nabi, kalimat-kalimat kekufuran, kesyirikan, serta hikayat-hikayat lemah dan dusta.

 

Di antara kesesatan-kesesatan kitab ini adalah:


1. mengamini adanya “nur muhammad”

Penulis berkata dalam halaman 72-73:

وأصلى و أسلم على النور الموصوف بالتقدم و الأولية

Dan aku ucapkan selawat dan salam atas cahaya yang disifati dengan yang dahulu dan yang awal

Kami katakan: ini adalah aqidah Shufiyyah yang batil, orang-orang Shufiyyah beranggapan bahwa  semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad kemudian bertebaran di alam semesta. Keyakinan ini merupakan ciri khas dari kelompok Shufiyyah, keyakinan mereka ini hampir-hampir selalu tercantum dalam kitab-kitab mereka.

Ibnu Atho as-Sakandari berkata: “Seluruh nabi diciptakan dari Ar-Rohmah dan Nabi kita Muhammad adalah ‘Ainur Rahmah.” (Lathaiful Minan hal. 55)

Merupakan hal yang diketahui setiap muslim bahwasanya Rasulullah adalah manusia biasa yang dimuliakan oleh Allah dengan risalah-Nya sebagaimana para rasul yang lainnya, Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا(110)

“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Esa”.” (QS. Al-Kahfi : 110)



2.      membawakan hikayat-hikayat dusta seputar kelahiran nabi

Penulis berkata dalam halaman 77-79 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:

و نطقت بحمله كل دابة لقريش بفصاح الألسن العربية

و خرت الأسرة و الأصنام على الوجوه و الأفواه

و تباشرت وحوش المشارق و المغارب و دوابها البحرية

حضر أمه ليلة مولده  اسية و مريم في نسوة من الحظيرة القدسية

Dan memberitahukan tentang dikandungnya beliau setiap binatang ternak Quraisy dengan Bahasa Arab yang fasih!

Dan tersungkurlah tahta-tahta dan berhala-berhala atas wajah-wajah dan mulut-mulut mereka!

Dan saling memberi kabar gembira binatang-binatang liar di timur dan di barat beserta binatang-binatang lautan!

Saat malam kelahirannya  datang kepada ibunya Asiyah dan Maryam beserta para wanita dari surga!

Kami katakan: Kisah ini adalah kisah yang lemah dan dusta sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama hadits. (Lihat Siroh Nabawiyyah Shohiihah 1/97-100)



3.      bertawassul denga dzat nabi

Penulis berkata pada halaman 106 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:

و نتوسل إليك بشرف الذات المحمدية

و من هو آخر الأنبياء بصورته و أولهم بمعناه

وبآله كواكب أمن البرية

Dan kami bertawassul kepadaMu dengan kemuliaan dzat Muhammad

Dan yang dia adalah akhir para nabi secara gambaran dan yang paling awal secara makna

Dan dengan para keluarganya bintang-bintang keamanan manusia


Kami katakan: Tawassul dengan dzat Nabi  dan keluarganya serta orang-orang yang sudah mati adalah tawassul yang bid’ah dan dilarang. Tidak ada satupun doa-doa dari Kitab dan Sunnah yang terdapat di dalamnya tawassul dengan jah atau kehormatan atau hak atau kedudukan dari para makhluk. Banyak para imam  yang mengingkari tawasssul-tawassul bid’ah ini. al-Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak selayaknya bagi seorang pun berdoa kepada Allah kecuali denganNya, aku membenci jika dikatakan: “Dengan ikatan-ikatan kemuliaan dari arsyMu, atau dengan hak makhlukMu.” Dan ini juga perkataan al-Imam Abu Yusuf. (Fatawa Hindiyyah 5/280)


Syeikh al-Albani berkata:

“ Yang kami yakin dan kami beragama kepada Allah dengannya bahwa tawassul-tawassul ini tidaklah diperbolehkan dan tidak disyari’atkan, karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah padanya, tawassul-tawassul ini telah diingkari oleh para ulama ahli tahqiq dari masa ke masa.” (at-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 46-47)



4.      menyatakan bahwa kedua orang tua nabi dihidupkan lagi dan masuk islam

Penulis berkata dalam halaman 114:

وقد أصبحا والله من أهل الإيمان

و جاء لهذا في الحديث شواهد

فسلم فإن الله جل جلاله

قدير على الإحياء فى كل أحيان

Dan sesungguhnya keduanya (Abdullah dan Aminah) telah menjadi ahli iman

Dan telah datang hadits tentang ini dengan syawahidnya (penguat-penguatnya)

Maka terimalah karena sesungguhnya Allah mampu menghidupkan di setiap waktu

Kami katakan:

Hadits tentang dihidupkannya kedua orang tua Nabi dan berimannya keduanya kepada Nabi adalah hadits yang dusta. Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini tidak shohih menurut ahli hadits, bahkan mereka sepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan…Hadits ini di samping palsu juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shohih dan ijma.”(Majmu’ Fatawa 4/324)

 

5.      berdoa dan beristighotsah kepada nabi

Penulis berkata dalam halaman 1114:

يا بشير يا نذير

فأغثني و أجرني يا مجير من السعير

يا ولي الحسنات يا رفيع الدرجات

كفر عني الذنوب و اغفر عني السيأت

Wahai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan

Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir

Wahai pemilik kebaikan-kebaikan dan pemilik derajat-derajat

Hapuskanlah dosa-dosa dariku dan ampunilah kesalahan-kesalahanku

Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Allah berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا(20)قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا(21)قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا(22)

“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan akau tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” (QS. Al-Jin: 20-22)


Syaikh Abdur Rohman bin Nashir as-Sa’di berkata:

“Katakanlah kepada mereka wahai rosul sebagai penjelasan  dari hakikat dakwahmu: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Yaitu aku mentauhidkan-Nya, Dialah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku lepaskan semua yang selain Allah dari berhala dan tandingan-tandingan, dan semua sesembahan yang disembah oleh orang-orang musyrik selain-Nya. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Karena aku adalah seorang hamba yang tidak memiliki sama sekali perintah dan urusan. .” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” Yaitu tidak ada seorang pun  yang dapat aku mintai perlindungan agar menyelamatkanku dari adzab Allah. Jika saja Rasulullah yang merupakan makhluk yang paling sempurna, tidak memiliki kemadhorotan dan kemanfaatan, dan tidak bisa menahan dirinya dari Allah sedikitpun, jika Dia menghendaki kejelekan padanya, maka yang selainnya dari makhluk lebih pantas untuk tidak bisa melakukan itu semua.” (Tafsir al-Karimir Rohman hal. 1522 cet. Dar Dzakhoir)

Ayat-ayat di atas dengan jelas menunjukkan atas larangan berdo’a kepada Rasulullah dan bahwa Rasulullah tidak bisa menyelamatkan dirinya dari adzab Allah apalagi menyelamatkan yang lainnya !

 

 


qoshidah burdah dan kesesatan-kesesatannya

Qoshidah Burdah terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah di dalam halaman 148-173. Qoshidah ini ditulis oleh Muhammad al-Bushiri seorang tokoh tarikat Syadziliyyah.

Qoshidah Burdah adalah kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat kesyirikan dan kekufuran yang nyata, di antara bait dari qoshidah tersebut adalah:

فإن من جودك الدنيا و ضرتها

ومن علومك علم اللوح والقلم


Maka sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dari kemurahanmu wahai Nabi

Dan dari ilmumu ilmu lauh dan qolam (hal 172 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)

Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin mengomentari perkataan Bushiri di atas dengan berkata:

“Ini termasuk kesyirikan yang terbesar, karena menjadikan dunia dan akhirat berasal dari Nabi yang konsekwensinya bahwasanya Allah sama sekali tidak punya peran…” (Qaulul Mufid 1/218)

 

maulid syarofil-anam dan kesesatan-kesesatannya
Maulid Syarofil Anam terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 217, dia juga merupakan kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat yang ghuluw terhadap Nabi, di antara contoh-contoh kalimat tersebut adalah:

السلام عليك          يا ماحي الذنوب

السلام عليك          يا جالي الكروب

Keselamatan semoga terlimpah atas mu wahai penghapus dosa

Keselamatan semoga terlimpah atasmu wahai penghilang duka-duka (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 3 dan 4)

يا رسول الله يا خير كل الأنبياء

نجنا من هاوية يا زكي المنصب

Wahai Rasulullah wahai yang terbaik dari semua Nabi

Selamatkanlah kami dari neraka Hawiyah wahai pemilik jabatan yang suci (hal. 8 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)

Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, penghilang kedukaan, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Nabi tidak kuasa mendatangkan suatu  kemudhorotan pun dan tidak pula suatu kemanfaatan kepada siapa pun, tiada seorang pun dapat melindunginya dari azab Allah dan tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya, sebagaimana dalam ayat 20-22 dari Surat al-Jin di atas.

Kemudian di dalam kitab Maulid Syarofil Anam juga terkandung banyak kisah-kisah yang lemah dan dusta  sebagaimana dalam kitab Barzanji di atas, seperti kisah bahwasanya ibunda Rasulullah ketika mengandung beliau tidak merasa berat sama sekali, Rasulullah dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, bercelak, berhala-berhala jatuh tersungkur, bergoncanglah singgasana Kisro, dan matilah api orang-orang Majusi (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 10-12). Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits (Lihat Siroh Nabawiyah Sohihah 1/97-100).

(Diposting ulang dari tulisan Abu Ahmad As-Salafi, Majalah Al-Fuqon, Gresik, edisi 09 tahun VI/ Robi’uts Tsani 1428 /Mei 2007, halaman 41-44).





SCAN KITAB DIATAS DARI AKHI ” ANWAR BARU BELAJAR “

Hukum Memakai Celana Ketat Dalam Sholat

celana_ketat_shalat_1Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.
Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang yang hendak shalat untuk berhias diri sebagaimana dalam firman-Nya,
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’rof: 31). Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang hendak shalat diperintahkan untuk berhias diri. Tidak seperti halnya sebagian orang yang ketika shalat malah menggunakan pakaian tidur atau pakaian kerjanya (yang penuh kotor) dan tidak berhias diri kala itu. Ingatlah bahwasanya Allah itu jamiil (indah) dan menyukai yang indah.
Para ulama menganggap bahwa batasan minimal berhias diri (saat shalat) yang dimaksudkan adalah menutup aurat[1]. Oleh karena itu, para ulama biasa menyebutkan bahwa menutup aurat merupakan salah satu syarat sah shalat. Shalat jadi tidak sah karena aurat terbuka. Konsekuensi dari pernyataan wajibnya menutup aurat yaitu yang penting tertutup meskipun pakaian yang dikenakan ketat atau membentuk lekuk tubuh, dan ketika itu shalatnya tetap sah. Demikianlah yang jadi pegangan para ulama madzhab dan ulama besar lainnya. Berikut kami nukilkan pendapat-pendapat mereka.
Madzhab Hanafi
Ibnu ‘Abidin rahimahullah dalam catatan kakinya (hasyiyah-nya) terhadap kitab Ad Darul Mukhtar mengatakan,
( ولا يضر التصاقه ) أي : بالألية مثلا
“Tidak mengapa memakai pakaian yang ketat yang menampakkan bentuk bokong, misalnya.” Dalam Syarh Al Maniyyah disebutkan,
أما لو كان غليظا لا يرى منه لون البشرة إلا أنه التصق بالعضو وتشكل بشكله فصار شكل العضو مرئيا ، فينبغي أن لا يمنع جواز الصلاة ، لحصول الستر
“Adapun jika pakaian yang dikenakan itu tebal dan tidak tampak warna kulit, namun pakaian tersebut ketat dan menampakkan bentuk anggota tubuh, maka seperti ini janganlah dilarang untuk shalat karena pakaian tersebut sudah menutupi aurat.” [2]
Madzhab Syafi’i
An Nawawi rahimahullah berkata,
فلو ستر اللون ووصف حجم البشرة كالركبة والألية ونحوها صحت الصلاة فيه لوجود الستر ، وحكي الدارمي وصاحب البيان وجهاً أنه لا يصح إذا وصف الحجم ، وهو غلط ظاهر
“Jika pakaian yang dikenakan telah menutupi warna kulit dan bentuk lekuk tubuh seperti bentuk paha atau bokong dan semacamnya masih tampak, maka shalatnya tetap sah karena aurat sudah tertutup. Sedangkan Ad Darimi dan penulis kitab Al Bayan memiliki pendapat lain, bahwa dalam kondisi demikian shalatnya tidak sah karena menampakkan bentuk lekuk tubuh. Namun pernyataan ini jelas keliru.”[3]
Madzhab Maliki
Dalam salah kitab fiqh Maliki, Al Fawakih Ad Dawani disebutkan,
( وَيُجْزِئُ الرَّجُلَ الصَّلاةُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ) وَيُشْتَرَطُ فِيهِ عَلَى جِهَةِ النَّدْبِ كَوْنُهُ كَثِيفًا بِحَيْثُ لا يَصِفُ وَلا يَشِفُّ ، وَإِلا كُرِهَ وَكَوْنُهُ سَاتِرًا لِجَمِيعِ جَسَدِهِ . فَإِنْ سَتَرَ الْعَوْرَةَ الْمُغَلَّظَةَ فَقَطْ أَوْ كَانَ مِمَّا يَصِفُ أَيْ يُحَدِّدُ الْعَوْرَةَ . . . كُرِهَتْ الصَّلاةُ فِيهِ مَعَ الإِعَادَةِ فِي الْوَقْتِ
“Dibolehkan bagi seseorang shalat dengan satu pakaian. Disyaratkan di dalamnya dengan maksud disunnahkan, yaitu pakaiannya hendaknya tebal, tidak menampakkan bentuk lekuk tubuh, dan tidak pula tipis. Jika tidak demikian, maka hal itu dimakruhkan. Jadi hendaknya seluruh aurat tertutup. Jika aurat tertutup dengan sesuatu yang tebal saja atau menampakkan bentuk lekuk tubuh ..., shalat dalam keadaan seperti itu dimakruhkan dan shalatnya hendaknya diulangi ketika itu.”[4]
Dalam perkataan ini menunjukkan bahwa shalat dalam keadaan pakaian yang ketat (yang membentuk lekuk tubuh) dianggap makruh dan bukan haram.
Madzhab Hambali
Al Bahuti rahimahullah mengatakan,
ولا يعتبر ان لا يصف حجم العضو لأنه لا يمكن التحرز عنه
“Tidak teranggap pernyataan tidak membentuk lekuk tubuh karena ini adalah suatu hal yang sulit dihindari.”[5]
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
وَإِنْ كَانَ يَسْتُرُ لَوْنَهَا ، وَيَصِفُ الْخِلْقَةَ ، جَازَتْ الصَّلَاةُ ؛ لِأَنَّ هَذَا لَا يُمْكِنُ التَّحَرُّزُ مِنْهُ ، وَإِنْ كَانَ السَّاتِرُ صَفِيقًا
“Jika pakaian tersebut sudah menutupi warna kulit secara sempurna, namun menampakkan bentuk lekuk tubuh (alias ketat, pen), shalatnya tetap sah karena seperti ini sulit dihindari walaupun dengan pakaian yang sempit asalkan menutupi aurat.”[6]
Demikian pendapat para ulama madzhab.
Pendapat Ulama Besar Lainnya
Sayyid Sabiq rahimahullah mengatakan,
الواجب من الثياب ما يستر العورة وإن كان الساتر ضيقا يحدد العورة
“Pakaian yang wajib dikenakan (ketika shalat) adalah yang menutupi aurat walaupun dengan pakaian yang sempit yang menampakkan bentuk lekuk tubuh.”[7]
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah berpendapat bahwa orang yang berpakaian ketat saat shalat, shalatnya tetap sah namun ia berdosa. Beliau mengatakan,
الثياب الضيقة التي تصف أعضاء الجسم وتصف جسم المرأة وعجيزتها وتقاطيع أعضائها لا يجوز لبسها ، والثياب الضيقة لا يجوز لبسها للرجال ولا للنساء ، ولكن النساء أشدّ ؛ لأن الفتنة بهن أشدّ . أما الصلاة في حد ذاتها ؛ إذا صلى الإنسان وعورته مستورة بهذا اللباس ؛ فصلاته في حد ذاتها صحيحة ؛ لوجود ستر العورة ، لكن يأثم من صلى بلباس ضيق ؛ لأنه قد يخل بشيء من شرائع الصلاة لضيق اللباس ، هذا من ناحية ، ومن ناحية ثانية : يكون مدعاة للافتتان وصرف الأنظار إليه ، ولا سيما المرأة ، فيجب عليها أن تستتر بثوب وافٍ واسعٍ ؛ يسترها ، ولا يصف شيئًا من أعضاء جسمها ، ولا يلفت الأنظار إليها ، ولا يكون ثوبًا خفيفًا أو شفافًا ، وإنما يكون ثوبًا ساترًا يستر المرأة سترًا كاملاً
“Pakaian ketat yang masih menampakkan bentuk lekuk tubuh termasuk pada wanita di mana pakaian tersebut tipis dan terpotong pada beberapa bagian, seperti ini tidak boleh dikenakan. Pakaian semacam ini tidak boleh dikenakan pada laki-laki maupun pada wanita, dan pada wanita larangannya lebih keras dikarenakan godaan pada mereka yang lebih dahsyat. Adapun keabsahan shalatnya tergantung bagaimana pakaiannya. Jika seseorang shalat dan auratnya tertutup dengan pakaian tersebut, maka shalatnya dalam keadaan seperti ini sah karena sudah menutupi aurat. Akan tetapi ia berdosa jika shalat dengan pakaian ketat semacam itu. Alasannya karena ia telah meninggalkan perkara yang disyari’atkan dalam shalat. Alasan lainnya, berpakaian semacam ini dapat memalingkan pandangan orang lain padanya, lebih-lebih lagi pada wanita. Maka hendaklah berpakaian dengan pakaian longgar dan tidak ketat. Janganlah sampai menampakkan bentuk lekuk tubuh sehingga dapat memalingkan pandangan orang lain padanya. Jangan pula memakai pakaian yang tipis. Hendaklah berpakaian yang menutupi aurat dan pada wanita berpakaian dengan menutupi auratnya secara sempurna.”[8]
Penutup
Nukilan-nukilan di atas bukan berarti kami ingin melegalkan pakaian ketat dalam shalat. Pakaian ketat sudah sepatutnya dijauhi ketika bermunajat pada Allah dalam shalat. Karena ini sama saja menafikan perintah untuk berhias diri ketika shalat. Intinya, maksud bahasan di atas adalah apakah shalat dengan pakaian ketat sah ataukah tidak?[9]
Bahasan ini akan dilanjutkan dengan bahasan hukum memakai celana panjang dalam shalat. Moga Allah mudahkan.
Wallahu Ta’ala a’lam. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Wa billahit taufiq. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam.

Finished on 6th Rabi’ul Awwal 1432 H (09/02/2011) at Panggang-GK


[1] Sebagaimana yang pernah kami baca dalam Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin lebih setuju jika istilah menutup aurat dalam shalat digunakan istilah “berhias diri (memakai ziinah)”.
[2] Hasyiyah Daril Mukhtar, Ibnu ‘Abidin, Mawqi’ Ya’sub, 1/441
[3] Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Ya’sub, 3/170
[4] Al Fawakih Ad Dawani, Mawqi’ Al Islam, 2/437
[5] Ar Rowdhul Murbi’, Al Bahuti, Mawqi’ Umil Kitab, 1/16
[6] Al Mughni, Ibnu Qudamah, Darul Fikri, 1/651
[7] Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Mawqi’ Ya’sub, 1/127
[8] Al Muntaqo min Fatawa Al Fauzan, Asy Syamilah, 61/2
[9] Bahasan ini adalah faedah dari bahasan Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah dalam Fatawa Al Islam Sual wa Jawab soal no. 46529.
thank you