Rabu, 10 November 2010

CANDA RASULULLOH

BISMILLAH.....
 
Rasululloh adalah seorang pemimpin yang sangat memperhatikan urusan umat dan seluruh pasukannya. Beliau juga perhtian terhadap bawahan serta anggota keluarga. Di samping itu beliau juga tetap menjaga amal ibadah serta wahyu yang diturunkan. Sungguh merupakan amal yang sangat agung dalam rangka memenuhi tuntutan kehidupan dan membangkitkan motivasi, yang tidak akan mampu dilakukan sembarang orang. Namun Rasululloh menempatkan hak pada tempatnya. Beliau tidak akan mengurangi hak orang lain atau meletakkannya tidak pada tempatnya. Meskipun sangat banyak beban dan pekerjaan, namun beliau tetap memberikan tempat bagi ank-anak kecil dihatinya. Beliau sering mengajak mereka bercanda dan bersebda gurau, mengambil hati mereka dan embuat mereka senang.

Abu Huroiroh menceritakan, " Para sahabat bertanya kepada Rasululloh, 'Wahai Rasululloh, apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami ?' Beliau menjawab, 
'Tentu, hanya saja aku selalu berkata benar." ( HR. AHMAD )

Anas bin Malik menceritakan salh satu bentuk canda Rasul, ia berkata, " Rasululloh pernah memanggilnya dengan sebutan :
'Wahai pemilik dua telinga' (Maksudnya bergurau dengannya)." ( HR. ABU DAWUD )

Anas mengisahkan, " Ummu Sulaim mempunyai seorang putra yang bernama Abu 'Umair. Rasululloh sering bercanda dengannya setiap kali beliau datang. pada suatu hari Rasul datang mengunjunginya untuk bercanda, namun tampaknya anak itu sedang bersedih. Mereka berkata 'Wahai Rasululloh, burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati.' Rasululloh lantas bercanda dengannya, beliau berkata,
'Wahai Abu 'Umair, apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu? ' " ( HR. ABU DAWUD )

Demikian pula dengan para sahabat, salah satu diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ia berkata, " Ada seorang pria dusun bernama Zahir bin haram. Rasululloh sangat menyukainy, hanya saja tampangnya jelek. Pada suatu hari, beliau menemuinya sewaktu ia berdagang. Rasululloh tiba-tiba memeluknya dari belakang sehingga ia tidak dapat melihat beliau. ia pun berkata, ' Lepaskan aku! Siapa ini ?' setelah menoleh ia pun mengetahui bahwa yang memeluknya adalah rasululloh. Ia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada Rasululloh. Rasul lalu berkata,
' Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini ?'
Ia pun berkata, ' Demi Alloh, wahai Rasululloh, kalo demikian aku tidak akan laku dijual !' Rasul pun membalas,
' justru engkau di sisi Alloh sangat mahal harganya.' " (HR. AHMAD)

Meskipun beliau bersikap luwes terhadap keluarga dan kaumnya, namun tetap ada batasannya. Beliau tidaklah berlebihan bila tertawa, beliau hanya tersemtum. Aisyah berkata,
" Belum pernah aku melihat Rasululloh tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan anak lidah beliau. Namun beliau hanya tersenyum. " ( MUTTAFAQ 'ALAIH )

Meskipun beliau selalu bermuka manis, namun bila peraturan Alloh dilanggar , wajah beliau akan memerah karena marah. Aisyah berkata, " Pada suatu hari , ketika Rasululloh baru kembali dari sebuah lawatan. Sebelumnya aku telah menirai pintu rumahku dengan korden tipis yang bergambar. Ketika melihat gambar itu Rasululloh langsung merobeknya hingga berubah rona wajah beliau seraya berkata,
" Wahai Aisyah , sesungguhnya orang yang paling keras siksanya di sisi Alloh pada hari kiamat adalah orang-orang yang meniru-niru ciptaan Alloh. " ( MUTTAFAQ 'ALAIH )

Su’airah; Wanita Penghuni Surga

Dia adalah seorangshahabiyyat bernamaSu’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallohu’anha. Walau para ahli sejarah tak menulis perjalanan kehidupannya secara rinci, karena hampir semua kitab-kitab sejarah hanya mencantumkan sebuah hadits dalam biografinya, namun dengan keterangan yang sedikit itu kita dapat memetik banyak faedah, pelajaran, serta teladan yang agung dari wanita shalihah ini.
Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia. Seorang wanita yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan. Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam semesta ini. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Dialog mereka berdua telah dimaktub dan dinukilkan di dalam kitab sunnah yang mulia. Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya dengan sanadnya dari ‘Atha’ bin Abi Rabah ia berkata, Ibnu Abbas berkata kepadaku, “Inginkah engkau aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku pun menjawab, “Tentu saja.”
Ia berkata, ”Wanita berkulit hitam ini (orangnya). Ia telah datang menemui Nabishallallahu’alaihi wasallam lalu berkata:
“Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.” Rasululloh shallallahu’alaihi wasallambersabda:
“Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”
Maka ia berkata:”Aku akan bersabar.” Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya aku (bila kambuh maka tanpa disadari auratku) terbuka, maka mintakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Maka Beliau shallallahu ’alaihi wasallam pun mendo’akannya. (HR Al-Bukhari 5652)
Perhatikanlah … betapa tingginya keimanan wanita ini. Ia berusaha menjaga hak-hak Allah dalam dirinya. Tak lupa pula mempelajari ilmu agama-Nya. Meski ditimpa penyakit, ia tidak putus asa akan rahmat Allah dan bersabar terhadap musibah yang menimpanya. Sebab ia mengetahui itu adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah. Bahwasanya tak ada suatu musibah apapun yang diberikan kepada seorang mukmin yang sabar kecuali akan menjadi timbangan kebaikan baginya pada hari kiamat nanti.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“ Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan diberi pahala tanpa batas.” (QS Az-Zumar :10)
Di dalam musibah atau cobaan yang diberikan Allah kepada manusia terkandung hikmah yang agung, yang dengannya Allah ingin membersihkan hambanya dari dosa. Dengan keyakinan itulah Su’airah lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, kerana apa yang ada disisi Allah lebih baik dan kekal. Dan Ketika diberikan pilihan kepadanya antara surga dan kesembuhan, maka ia lebih memilih surga yang abadi. Akan tetapi di samping itu, ia meminta kepada Rasululloh shallallahu ’alaihi wasallam untuk mendoakan agar auratnya tidak terbuka bila penyakitnya kambuh, karena ia adalah waniya yang telah terdidik dalam madrasah ‘iffah (penjagaan diri) dan kesucian, hasil didikan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, dan menjaga hak Allah yang telah memerintahkan wanita muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya dengan menutup aurat. Allah subhanahu wa ta’allaberfirman:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (Qs An-Nur: 31)
Su’airah telah memberikan pelajaran penting bagi para wanita yang membuka auratnya, bahwa hendaknya mereka bersyukur kepada Allah ta’alla atas nikmat kesehatan yang telah dilimpahkan kepada mereka. Berpegang dengan hijab yang syar’i adalah jalan satu-satunya untuk menuju kemuliaan dan kemenangan hakiki, karena ia adalah mahkota kehormatannya. Dalam permintaannya, Su’airah hanya meminta agar penyakit yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu tidak menjadi sebab terbukanya auratnya, padahal dalam keadaan itu pena telah diangkat darinya! Akan tetapi, ia tetap berpegang dengan hijab dan rasa malunya!
Betapa jauhnya perbandingan antara wanita yang pemalu dan penyabar ini dengan mereka yang telanjang yang tampil dilayar-layar kaca dan terpampang di koran dan majalah-majalah. Tak perlu kita mengambil contoh terlalu jauh sampai ke negara-negara barat sana. Cukuplah kita perhatikan di negara kita tercinta ini saja, banyak kita temukan wanita-wanita telanjang berlalu lalang dengan santainya di setiap lorong dan sudut kota, bahkan di kampung-kampung tanpa rasa malu sedikitpun. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah sebutkan perihal mereka ini dengan sabdanya:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“ Ada dua golongan penduduk neraka yang aku belum pernah melihat mereka: satu kaum yang memiliki cemeti seperti ekor sapi dimana mereka memecut manusia dengannya, dan kaum wanita yang berpakaian akan tetapi telanjang, genit dan menggoda, (rambut) kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Sungguh mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapati baunya, padahal bau surga bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian (jauhnya).” (HR Muslim 5704)
Mereka tak ubahnya seperti binatang yang kemana-mana tak berpakaian karena mereka memang tidak berakal! Keluarnya mereka telah merusak pandangan orang-orang yang berakal. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda tentang mereka:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَان
“Seorang wanita itu (seluruhnya) aurat. Apabila ia keluar (rumah) maka setan akan membuat mereka nampak indah di hadapan orang-orang yang memandanginya.” (HR Tirmidzi 1206, dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no 6690)
Dan sungguh semua itu bertolak belakang dengan fitrah manusia. Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)
“ Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs Al A’raf :179)
Demikianlah sosok Su’airah al-Asadiyyah radhiyallahu’anha, wanita yang dipuji Rasulullahshallallahu ’alaihi wasallam akan kesabaran dan ‘iffah (penjagaan diri)nya. Semoga pelajaran agung yang telah diwariskannya dapat menjadi acuan bagi wanita muslimah menuju keridhaan Allah subhanahu wa ta’alla, dan menjadikan kita penghuni surga sebagaimana Su’airah, Aamiin.
***
Artikel Muslimah.or.id
Dikutip dari majalah Mawaddah Edisi 7 tahun ke-3

Berhati-hatilah ketika berbicara dalam masalah agama

Bismillahirrahmanirrahiim




Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan di tanya” (QS Al-Isra’: 36).

Dan sabda Nabi (ﷺ), yang artinya :
“Barang siapa berbicara tentang al Qur’an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka” (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur’an yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami’ As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277).
“Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak.” (Shahih Muslim, Syarah Arba’in An-Nawawi hal. 21).

Dari salamah bin Akwa berkata , Aku telah mendengar Nabi (ﷺ) bersabda:
“Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka.” (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya).
“Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar.” (HR. Muslim dalam muqaddimah shahihnya).

Nasihat Salafus Shalih

Abu Darda berkata: “Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal.” (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib).

Beliau juga berkata : “Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang.” Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga).

Imam Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hen-daklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).

Imam Malik berkata: “Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid’ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist-hadist Rasulullah (ﷺ), juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya”.

Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata: Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu. Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalangan orang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan) mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khur’an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal. 7).

Orang-Orang salaf berkata : “Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk (ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh.” (Al-wala’wal bara’ hal. 230)

Imam Asy-Syafi’i memberi nasihat kepada murid-muridnya: “Siapa yang mengambil fiqih dari satu kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum.” (Tadzkiratus sami’ wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44).

Abdullah bin Al-Mu’tamir berkata: “Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain.” (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153)
Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: “Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah.” (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus).

Ibrahim Al-Hamadhi berkata: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit” (Syeikh Abu Ishaq As –Syatibi, Menuju jalan Lurus).

Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu

Rasulullah (ﷺ) bersabda, yang artinya: “Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.”(HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Allah (سبحانه وتعالى) berfirman, yang artinya: “Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (kemedan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali.” (At-Taubah: 122)

Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: “Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau.” (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari)

Imam Syafi’i berkomentar tentang Imam Ahmad: “Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara’ dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad.” (Thobaqatus Syafi’I, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91)

Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya

Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manusia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu.” Dalam riwayat lain: “dengan ra’yu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan.” (Shåhih, HR. Al-Bukhari I/34)

“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya).” (Shahih Bukhari bab Ilmu).

“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan.” (lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695).

“Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan.” (HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)

“Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu” (Jami’ Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54)

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima” (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73).

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengeta-huinya.” (Al-Baqarah: 42).

“Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208).

Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya radiyallahu anhum ajmain dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.

Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya, serta tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai sebuah kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Maha Suci Engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau, saya memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Mu.

(Unang D. Mintaredja)
(Dikutip dari Situs Al Bayan. Forsitek.Brawijaya.ac.id)http://www.facebook.com/notes/emak-wulan/berhati-hatilah-ketika-berbicara-dalam-masalah-agama/155137797863422

Tuntunan Berpakaian Dan Berhijab

Penulis: Syaikh Shalih Bin Fauzan Al-Fauzan
Wahai muslimah! Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api.

A. Sifat Pakaian yang Disyariatkan bagi Wanita Muslimah
1. Diwajibkan pakaian wanita muslimah itu menutupi seluruh badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya. Dan janganlah terbuka untuk mahram-mahramnya kecuali yang telah terbiasa terbuka seperti wajah, kedua telapak tangan dan kedua kakinya.

2. Agar pakaian itu menutupi apa yang ada di sebaliknya (yakni tubuhnya), janganlah terlalu tipis (transparan), sehingga dapat terlihat bentuk tubuhnya.

3.Tidaklah pakaian itu sempit yang mempertontonkan bentuk anggota badannya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Muslim dari Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam bahwasanya beliau bersabda: “Dua kelompok dari penduduk neraka yang aku belum melihatnya, (kelompok pertama) yaitu wanita yang berpakaian (pada hakekatnya) ia telanjang, merayu-¬rayu dan menggoda, kepala mereka seperti punuk onta (melenggak-lenggok, membesarkan konde), mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya. Dan (kelompok kedua) yaitu laki-laki yang bersamanya cemeti seperti ekor sapi yang dengannya manusia saling rnemukul-mukul sesama hamba Allah. “(HR. Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu’ Al-Fatawa (22/146) dalam menafsirkan sabda Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam: “Bahwa perempuan itu memakai pakaian yang tidak menutupinya. Dia berpakaian tapi sebenarnya telanjang. Seperti wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga menggambarkan postur tubuh (kewanitaan)-nya atau pakaian yang sempit yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, seperti pinggul, lengan dan yang sejenisnya. Akan tetapi, pakaian wanita ialah apa yang menutupi tubuhnya, tidak memperlihatkan bentuk tubuh, serta kerangka anggota badannya karena bentuknya yang tebal dan lebar.”

4.Pakaian wanita itu tidak menyerupai pakaian laki-laki. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Sedangkan untuk membedakan wanita dengan laki-laki dalam hal berpakaian adalah pakaian yang dipakai dinilai dari karakter bentuk dan sifat menurut ketentuan adat istiadat setiap masyarakat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam Majmu’Al-Fatawa (22/148-149/155): “Maka (hal) yang membedakan antara pakaian laki-¬laki dan pakaian perempuan dikembalikan pada pakaian yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan, yaitu pakaian yang cocok sesuai dengan apa yang diperintahkan untuk lak-¬laki dan perempuan. Para wanita diperintahkan untuk menutup dan menghalangi tanpa ada rasa tabarruj (mempertontonkan) dan memperlihatkan. Untuk itu tidak dianjurkan bagi wanita mengangkat suara di dalam adzan, ¬(membaca) talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke bukit Shafa dan Marwa dan tidaklah telanjang di dalam Ihram seperti ¬laki-laki. Karena laki-laki diperintahkan untuk membuka kepalanya dan tidak memakai pakaian yang melampaui batas (dilarang) yakni yang dibuat sesuai anggota badannya, tidak memakai baju, celana panjang dan kaos kaki.”

Selanjutnya Syaikhul Islam mengatakan: “Dan adapun wanita, sesungguhnya tidak dilarang sesuatupun dari pakaian karena ia diperintahkan untuk menutupi dan menghijabi (membalut) dan tidak dianjurkan kebalikannya. Akan tetapi dilarang memakai kerudung ¬dan memakai sarung tangan, karena keduanya merupakan_ pakaian yang terbuat sesuai dengan bentuk tubuh dan tidak ada kebutuhan bagi wanita padanya.” Kemudian beliau menyebutkan, bahwa wanita itu menutup wajahnya tanpa keduanya dari laki-laki sampai beliau mengatakan di akhir: “Maka jelas, antara pakaian laki-laki dan perempuan itu sudah seharusnya berbeda. Yakni untuk membedakan laki-laki dari wanita. Pakaian wanita itu haruslah istitar (menutupi auratnya) dan istijab (menghalangi dari pandangan yang bukan mahramnya -pent.). Sebagaimana yang dimaksud dhahir ” dari bab ini.”(11)

Kemudian beliau menjelaskan, bahwa apabila pakaian itu lebih pantas dipakai oleh laki-laki sebagaimana umumnya, maka dilarang bagi wanita. Hingga beliau mengatakan: “Manakala pakaian itu bersifat qillatul istitar (hanya sekedar menutupi aurat -pent.) dan musyabahah (pakaian itu layak dipakai oleh laki-laki dan perempuan – pent.), maka dilarang pemakaiannya dari dua bentuk (baik laki-laki maupun perempuan -pent.). Allahu a’lam. “

5.Pakaian wanita tidaklah terhiasi oleh perhiasan yang menarik perhatian (orang lain) ketika keluar rumah, agar tidak termasuk golongan wanita-wanita yang bertabaruj (mempertontonkan) pada perhiasan.

Berhijab
Bahwa seorang wanita yang menutupi badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya disebut berhijab. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, putra-putra saudara perempuan mereka. ” (An-Nur: 31)

Dalam firman-Nya yang lain: “Dan apabila kamu ada sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab). ” (Al-Ahzab: 53)

Dan yang dimaksud dengan hijab (dari ayat di atas) adalah sesuatu yang menutupi wanita termasuk di dalamnya dinding, pintu atau pakaian. Sedangkan kata-kata dalam ayat tersebut walaupun diperuntukkan kepada istri-istri Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam, namun hukumnya adalah umum untuk semua wanita mukminah.
Karena `illat (landasan)-nya adalah berkaitan dengan firman ¬Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. ” (Al-Ahzab: 53)

Dan `illat (landasan) ini adalah umum. Maka keumuman `illat menunjukkan bahwa hukum tersebut berlaku untuk umum. Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang lain: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka “. (Al-Ahzab: 59)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata di dalam majmu’Al-Fatawa (22/110-111): “Jilbab adalah kain penutup, sebagaimana Ibnu Mas’ud dan yang lainnya menamakan dengan sebutan rida’ (cadar) dan izar (sarung) sebagaimana umum menyebutnya, yakni kain sarung yang besar sebagai penutup kepala dan seluruh badan wanita. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah dan yang lainnya, bahwa wanita itu mengulurkan jilbab dari atas kepalanya sampai tidak terlihat (raut mukanya), kecuali matanya. Termasuk sejenis hijab adalah niqab (sarung kepala). Dan dalil-dalil sunnah nabawiyyah tentang kewajiban seorang wanita menutupi wajah dari selain mahramnya.”(12)

Dan dalil-dalil tentang kewajiban wanita untuk menutup wajah dari selain mahramnya menurut Al- Qur`an dan As Sunnah sangatlah banyak. Maka saya sarankan kepada anda wahai muslimah, (bacalah -pent.) mengenai hal tersebut di dalam Risalah Hijab dan Pakaian di dalam Shalat karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Risalah Hijab karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalatu Ash-Sharim Al Masyhur `ala Al-Maftunin bi As-Sufur karya Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri dan Risalah Hijab karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin. Semua risalah tersebut telah menjabarkan tentang permasalahan hijab beserta hal-hal yang berkaitan dengannya.

Ketahuilah wahai muslimah!
Bahwa ulama-ulama yang membolehkan kamu membuka wajahmu dengan kata-kata yang menggiurkan (rayuan-rayuai gombal) sepertinya dapat menghindarkanmu dari fitnah. Padaha fitnah tidaklah dapat dihindari, khususnya pada zaman sekarang ini. Dimana sedikit sekali laki-laki dan perempuan yang menyerukan larangan agama. Sedikit sekali rasa malunya. Bahkan banyak sekali orang-orang yang mengumbar fitnah. Kemudian sangatlah terhina wanita yang menjadikan macam-macam perhiasan yang mengundang fitnah berada di wajahnya. Berhati-hatilah dari hal itu.

Wahai muslimah!
Pakailah dan biasakanlah berhijab. Karena hijab dapat menjagamu dari fitnah dengan seizin Allah. Tidak ada seorang ulama -baik dahulu maupun sekarang- yang menyetujui (pendapat) para pengumbar fitnah. Dimana mereka (para wanita) terlibat di dalamnya.

Sebagian wanita muslimah ada yang berpura-pura dalam berhijab. Yakni manakala berada dalam masyarakat yang menerapkan hijab, merekapun memakainya. Dan ketika berada dalam masyarakat yang tidak menerapkan hijab, merekapun melepaskan hijabnya.

Sementara ada sebagian lainnya yang memakai hijab hanya ketika berada di tempat-tempat umum dan ketika memasuki tempat pemiagaan, rumah sakit, tempat pembuat perhiasan emas ataupun salah satu dari penjahit pakaian wanita, maka ia pun membuka wajah dan kedua lengannya, seakan-akan ia berada di samping suaminya atau salah satu mahramnya! Maka takutlah kamu kepada Allah, hai orang-orang yang melakukan hal tersebut!

Telah kami saksikan pula, beberapa wanita yang berada di dalam pesawat (yakni pesawat yang datang dari luar Arab Saudi), rnereka tidak memakai hijab, kecuali ketika pesawat mendarat di salah satu bandara di negara ini. Seolah-olah hijab itu berasal dari adat kebiasaan (bangsa Arab) dan bukan dari pokok-pokok ajaran agama.

Wahai muslimah!
Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api. Maka pakailah hijab. Berpeganglah pada hijab. Dan janganlah kamu tergoda oleh pengumbar fitnah yang bertujuan memerangi hijab atau mengecilkan dari bentuknya. Sebab ia ingin menjadikanmu jahat. Sebagaimana firman Allah: Sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh jauhnya (dari kebenaran). ” (An-Nisaa’: 27)

Dikutip dari Tanbihat ‘ala Ahkam Takhtashshu bil Mu’minat, Edisi Indonesia “Panduan Fiqih Praktis Bagi Wanita” Penerbit Pustaka Sumayyah, Pekalongan.

Footnote:
11. Jawabannya telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
12. Barangkali yang dimaksud adalah hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Ada beberapa pengendara (kendaraan) lewat di depan kami dan saat itu kami sedang ihram bersama Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam. Jika mereka sejajar dengan kami, maka kami mengulurkan jilbab ke wajah kami, dan bila mereka telah berlalu, maka kami membukanya kembali.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah) Lihat kitab Mas’uliyatul Mar’ati Al-Muslimati, bab Hijab wa Shufur oleh Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim AI-Jarullah -pent.

Bagaimana Memperbaiki Hati

  • Judul : How To Rectify the Heart
  • Penulis: Syaikh Abu Islam bin Thaha Abdul Wahid
  • Sumber: Salafi Manhaj
  • Artikel oleh: A Learning Page
Saudara saudariku, dapatkah kita melihat betapa pentingnya hati kita? Seseorang harus menempatkan hatinya tepat di depan matanya, dan memperbaikinya siang dan malam. Wahai Muslim, bagaimana memperbaiki hati? Bagaimana masing-masing kita memperbaiki hati? Memperbaiki hati dapat dilakukan degan beberapa cara.
Pertama kembali kepada Allah memohon bantuan dan pertolongan.
Hanya dari Allah saja semua pertolongan dan bantuan berasal. Kita harus memohon kepada-Nya melalui doa, yang sayangnya, banyak diantara kita yang mengabaikannya.
Allah berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS Al-Mu’min [40] : 60)
Allah juga berfirman:
وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ
“Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.” (QS An-Nisa [4] : 32)
Saya jamin jika anda menemui teman anda dan dia berkata kepadamu, mintalah apa saja kepadaku dan akan kuberikan. Dia akan terus menawarkan seperti itu hingga engkau menerimanya.
Hingga suatu waktu hal ini mulai menjadi beban sampai akhirnya dia berhenti mengabulkan permintaanmu.
Dengan Allah, Pemilik semua yang berada di langit dan di bumi, keadaannya tidaklah demikian. Dia berkata ‘berdoalah kepada-Ku’, mintalah dari apa-apa dari karunia-Ku’ Aku akan mengabulkannya bagimu, dan ini tidak terbatas.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda mengenai doa:
الدُّعَاءُ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ
“Do’a bermanfaat apa yang diturunkan dan apa yang tidak diturunkan.”[1]
Orang-orang yang tidak berbicara dengan nafsunya, tidakkah mereka mengakui bahwa doa memberikan pertolongan?
Karena alasan ini kita harus banyak berdoa. Jika anda menginginkan seorang isteri maka mintalah kepada Allah. Jika engkau miskin mintalah kekayaan. Jika engkau sakit, mohonlah kepada Allah agar menyembukannmu. Terdapat banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyebutkan tentang para Nabi Allah berdoa kepada-Nya dan Dia mengabulkannya. Sebagai contoh Nabi Ayub  yang menderita penyakit berdoa kepada Allah, lalu Dia mengabulkannya.
Zakaria  tidak mampu memiliki anak, (beliau) berdoa kepada Allah dan Allah mengabulkan doanya. Yunus , yang berada di dalam perut ikan Paus berdoa kepada Allah dan Dia mengabulkannya.
Setiap Muslim harus berdoa secara teratur dan lebih khusus lagi dari hatinya. Orang-orang beriman berdoa kepada Allah, sebagaimana yang Dia ajarkan di dalam Al-Qur’an:
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
“(Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)". (QS Al-Imran [3] : 8)
Kita harus terus menerus meminta kepada Allah agar Dia melindungi hati kita dari kesesatan. Berapa banyak kaum Muslimin hari ini yang menghafal ayat ini? Kita harus menyadari kenyataan bahwa hati Bani Adam berada diantara jari jemari Allah dan Dia membolak-balikkannya sebagaimana yang diinginkan-Nya.
Karena alasan inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seringkali berdoa:
يَامُصَرِّفَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى طَاعَتِكَ
“Wahai Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas ketaatan kepada-Mu”[2]
Dalam riwayat lain:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Yang Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”[3]
Sekarang ini kaum Muslimin sangat membutuhkan doa karena banyaknya fitnah disekitar kita. Dalam doa yang lain Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengucapkan:
أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
“Jadikanlah Al-Qur’an sebagai penentram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap lara dan penghilang kedukaanku.”[4]
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga mengucapkan:
اللَّهُمَّ اغْسِلْ عَنِّي خَطَايَايَ بِمَاءِ الثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّ قَلْبِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ
Ya Allah, bersihkanlah hatiku dengan air salju dan es, dan bersihkanlah hatiku dari kesalahan-kesalahan, sebagaimana baju dibersihkan dari kotoran”[5]
Wahai Muslim, kapan kita akan mulai menghafal doa-doa itu? Kapan kita beralih dan kapan hati kita akan mendapatkan pengaruhnya? Tidakkah aneh menyaksikan betapa banyak orang dianugerahi dengan ilmu namun mereka (menjadi) sombong? Ini karena hati mereka telah sakit. Siapa yang benar-benar mendapatkan manfaat dari ilmunya? Ilmu, jika tidak diamalkan akan dipertanggungjawabkan di hari kiamat.

Kedua, kita dapat memperbaiki hati dengan memohon pertolongan Allah dalam setiap perkara. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memohon kepada Allah untuk berlindung dari terlibat dalam keburukan, mendengarkan keburukan, mengucapkan kata-kata yang buruk, dan menyimpan sesuatu yang buruk di dalam hati. Adapun arti dari mendengarkan keburukan adalah jika dia tidak menggunakan pendengarannya untuk keridhaan Allah seperti mendengarkan Al-Qur’an, namun dipergunakan untuk mendengarkan musik dan ghibah. Adapun pada penglihatan, maka itu berarti jika seseorang tidak digunakan untuk mengamati ciptaan Allah, dan untuk membaca Al-Qur’an, namun digunakan untuk menatap pria dan wanita di jalan-jalan.
Keburukan lisan adalah jika seseorang tidak menggunakan lisannya untuk membaca Al-Qur’anul Karim, namun menggunakannya untuk menyanyi dan mengghibah, dan lain-lain.
Adapun keburukan hati, maksudnya adalah hati tidak takut kepada Allah, tidak memenuhinya dengan tauhid dan aqidah yang benar, dan hati ini hanya dipenuhi setiap bentuk maksiat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memohon pertolongan Allah dengan berdoa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا يُسْتَجَابُ لَهَا
Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak takut kepada-Mu, dari jiwa yang tidak tenang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”[6]
Ketiga mengetahui kategori-kategori hati yang berbeda akan membantu dalam memperbaikinya. Hal ini juga akan membantu seseorang untuk mengetahui keadaan hatinya. Kategori ini ada tiga:
  1. Hati yang sehat
  2. Hati yang sakit
  3. hati yang mati
Secara ringkas hati yang sehat adalah hati yang bebas dari nafsu, syubhat, dan tidak menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dia beribadah dan berserah diri kepada Allah dan perhatiannya hanya untuk meraih keridhaan-Nya.
Wahai pemilik hati yang demikian, engkaukah yang mencintai, membenci, memberi dan menahan hanya karena Allah. Jika orang ini hendak mendekatkan diri kepada Allah, maka dia menanyakan dua pertanyaan kepada dirinya sebelum melakukan suatu perbuatan.
Yang pertama, mengapa saya melakukan perbuatan ini, dan yang kedua bagaimana saya melakukannya? Adapun pertanyaan pertama, jawabannya terletak pada melakukan perbuatan untuk meraih keridhaan Allah, tidak menginginkan sesuatu kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dengannya. Yang kedua adalah mengikuti contoh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam melakukan perbuatan tersebut.
Singkatnya, jawaban pertama adalah berdasarkan ikhlas, dan yang kedua adalah kesungguhan dalam mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dari sini dipahami bahwa tidak ada perbuatan yang akan diterima pada Hari Kiamat kecuali memenuhi kedua syarat tersebut. Seseorang yang melakukannya pasti akan diselamatkan pada hari yang agung ini.
Allah telah menyebutkan mengenai hal tersebut:
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَإِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS Asy-Syuara [26] : 88-89)
Hati yang diberi kabar gembira pada hari kiamat adalah hati yang selamat. Hati yang demikian adalah hati yang sehat. Mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an akan menjaga hati tetap dalam kondisi demikian.
Allah berfirman mengenai hal ini:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya),”
(QS Al-Anfal [8] : 2)
Keadaan kita di zaman sekarang ini sungguh bertentangan, engkau mendapati ayat-ayat Al-Qur’an diperdengarkan di taksi, sang sopir dengan segera menggantinya dengan musik.
Di sisi lain, anda juga mendapati seseorang yang mendengarkan Al-Qur’an sebagai pengantar tidur. Orang yang seperti ini tidak mendapatkan manfaat dari Al-Qur’an.
Allah berfirman:
وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَـذِهِ إِيمَاناً فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.”
(QS At-Taubah [9] : 124)
Maka siapa diantara kita yang menarik manfaat dari Al-Qur’an? Seseorang yang memiliki hati yang sehat. Allah berfirman:
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَن بِالْغَيْبِ وَجَاء بِقَلْبٍ مُّنِيبٍ
“(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat,”
(QS Qaaf [50] : 33)
Apa tanda-tanda dari hati yang sehat? Itu adalah hati yang ketika bermaksiat dia bertaubat dan tidak bertahan dengan perbuatan dosa. Orang yang mati dengan membawa hati sehat akan masuk surga. Saudara saudaraku, bagaimana hati kita menjadi sehat ketika segala hal yang kita lakukan adalah maksiat? Kita suka mengikuti hawa nafsu kita, sehingga ketika memberi, kita memberi karena hawa nafsu. Ketika kita menahan diri, kita menahan diri karena hawa nafsu. Ketika mencintai, kita mencintai karena hawa nafsu, dan ketika membenci, kita membenci karena nafsu.
Allah mencela seseorang yang seperti itu sebagaimana firman-Nya:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.” (Al-Furqan [25] : 43)
Maka hati yang bermaksiat siang dan malam akan menjadi keras, tidak memiliki kehidupan dan mati.
Allah berfirman:
فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah.” (QS Az-Zumar [39] : 22)
Maka hati yang mati hanya menuju kepada neraka, dan hati yang sehat menuju kepada surga.
Kategori yang kedua adalah hati yang sakit. Hati yang demikian juga hidup, maksudnya ada harapan untuk pulih dan menjadi sehat. Ini akan tercapai bila seseorang mengisi hatinya dengan taubat dan ketaatan. Dalam keadaan ini hati yang sehat memperoleh kemenangan sebagaimana sembuhnya dari sakit.
Namun demikian, jika penyakit hati bertambah maka pada akhirnya akan mati. Hal ini serupa dengan seorang pasien diberi pengobatan yang jika dilakukan dengan baik dia akan kembali sehat, insya Allah. Namun jika dia tidak melakukannya, maka penyakitnya akan semakin parah.

[1] Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Albani, Shahih al-Jami’ 3409.
[2] Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Dzilalul Jannah.
[3] Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 7988.
[4] Ini merupakan potongan dari doa panjang yang diajarkan Rasulullah e apabila seseorang ditimpa kesusahan dan kesedihan. (HR. Ahmad dalam musnad-nya dan dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya. Silahkan lihat Al-Kalaam ut-Tayyib hal. 73 oleh Syaikh Albani.; atau dalam terjemahan Bahasa Indonesia hal.128)
[5] HR Bukhari Muslim
[6] HR Muslim

Maktabah Raudhatulmuhibbin
thank you