Minggu, 13 Februari 2011

JANGAN KAU BUAT ALLAH CEMBURU!

Segala puji bagi Allah, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Sang pembawa lentera ilmu dan bimbingan. Demikian pula semoga dicurahkan kepada para sahabatnya yang berjihad dengan segenap harta dan diri mereka di jalan-Nya, begitu pula para pengikut mereka di sepanjang masa. Amma ba’du.

Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu’anhuma meriwayatkan, suatu saat dia mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/28] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Seorang mukmin itu merasa cemburu, sedangkan Allah lebih besar rasa cemburunya -daripada dirinya-.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/29] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Kapan Allah cemburu?

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya Allah merasa cemburu. Dan seorang mukmin pun merasa cemburu. Adapun kecemburuan Allah itu akan bangkit tatkala seorang mukmin melakukan sesuatu yang Allah haramkan atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/28] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada satupun sosok yang lebih menyukai pujian kepada dirinya dibandingkan Allah. Oleh sebab itulah Allah pun memuji diri-Nya sendiri. Dan tidak ada seorang pun yang lebih punya rasa cemburu dibandingkan Allah, dikarenakan itulah maka Allah pun mengharamkan perkara-perkara yang keji.”(HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/27] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Kapan Allah gembira?

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sungguh, Allah sangat-sangat bergembira terhadap taubat salah seorang di antara kalian jauh melebihi kegembiraan salah seorang dari kalian di saat ia berhasil menemukan kembali ontanya yang telah menghilang.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/13] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sungguh, Allah jauh-jauh lebih bergembira terhadap taubat hamba-Nya ketika dia bertaubat kepada-Nya daripada salah seorang dari kalian yang suatu saat mengendarai hewan tunggangannya di suatu padang yang luas namun tiba-tiba hewan itu lepas darinya. Padahal di atasnya terdapat makanan dan minumannya. Dia pun berputus asa untuk bisa mendapatkannya kembali. Lalu dia mendatangi sebuah pohon kemudian berbaring di bawah naungannya dengan perasaan putus asa dari memperoleh tunggangannya tadi. Ketika dia sedang larut dalam perasaan semacam itu, tiba-tiba hewan tadi telah ada berdiri di sisinya. Lalu dia pun meraih tali pengikat hewan tadi, dan karena saking bergembiranya dia pun berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabbmu.’ Dia salah berucap gara-gara saking gembiranya. “ (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/16] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Allah amat menyayangi kalian!

'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa suatu ketika didatangkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serombongan tawanan perang. Ternyata ada seorang perempuan yang ikut dalam rombongan itu. Dia sedang mencari-cari sesuatu -yaitu anaknya, pent-. Setiap kali dia menjumpai bayi di antara rombongan tawanan itu maka dia pun langsung mengambil dan memeluknya ke perutnya dan menyusuinya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata kepada kami, “Apakah menurut kalian perempuan ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”. Maka kamipun menjawab, “Tentu saja dia tidak akan mau melakukannya, demi Allah. Walaupun dia sanggup, pasti dia tidak mau melemparkan anaknya -ke dalamnya-.” Maka Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Sungguh, Allah jauh lebih menyayangi hamba-hamba-Nya dibandingkan -kasih sayang- perempuan ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/21] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Bertaubatlah, sekarang juga!


Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari segera bertaubat. Dan Allah bentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di waktu malam hari segera bertaubat. Sampai matahari terbit dari tempat tenggelamnya.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/26] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Semua umatku akan dimaafkan kecuali orang yang melakukan dosa secara terang-terangan. Termasuk perbuatan dosa yang terang-terangan yaitu apabila seorang hamba pada malam hari melakukan perbuatan (dosa) lalu menemui waktu pagi dalam keadaan dosanya telah ditutupi oleh Rabbnya, namun setelah itu dia justru mengatakan, ‘Wahai fulan, tadi malam saya melakukan ini dan itu’. Padahal sepanjang malam itu Rabbnya telah menutupi aibnya sehingga dia pun bisa melalui malamnya dengan dosa yang telah ditutupi oleh Rabbnya itu. Akan tetapi pagi harinya dia justru menyingkap tabir yang Allah berikan untuk menutupi aibnya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/225] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Jangan sepelekan maksiat

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dalam pandangan mata kalian hal itu lebih ringan daripada helaian rambut. Sementara kami dulu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggapnya termasuk perkara-perkara yang membinasakan.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari [11/372] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sesungguhnya seorang hamba bisa saja hanya mengucapkan suatu kalimat namun hal itu menyebabkan dirinya terjerumus ke dalam neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.”(HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/234] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Tanda kiamat sudah dekat

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah hari kiamat.” Ada yang berkata, “Bagaimanakah -contoh bentuk- penyia-nyiaannya wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari [11/377] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Jangan hanya bicara, amalkan ilmu

Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Kelak pada hari kiamat didatangkan seorang lelaki lalu dilemparkan ke dalam neraka. Maka usus perutnya pun terburai lalu dia pun berputar-putar dengannya sebagaimana halnya seekor keledai yang mengelilingi alat penggiling. Maka para penduduk neraka pun berkeumpul mengerumuninya. Mereka mengatakan, ‘Wahai fulan, apa yang terjadi padamu. Bukankah dulu kamu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar?’. Dia menjawab, ‘Benar. Aku dulu memang memerintahkan yang ma’ruf tapi aku sendiri tidak melaksanakannya. Dan aku juga melarang dari yang mungkar namun aku sendiri justru melakukannya.’.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/235] cet. Dar Ibnu al-Haitsam tahun 2003)

Sabar, Dunia hanya sebentar

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/214] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Surga diliputi oleh perkara-perkara yang terasa tidak menyenangkan, sedangkan neraka diliputi oleh perkara-perkara yang terasa menyenangkan hawa nafsu.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/101] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, tiada kehidupan yang sejati melainkan kehidupan akherat…” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/260] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H).

Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah pun akan mengaruniakan iffah/terjaganya kehormatan kepadanya. Barangsiapa yang melatih diri untuk bersabar maka Allah akan jadikan dia penyabar. Barangsiapa yang melatih diri untuk senantiasa merasa cukup maka niscaya Allah akan beri kecukupan untuk dirinya. Tidaklah kalian diberikan suatu karunia yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/343] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Jangan tertipu oleh dunia!

Amr bin Auf radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Bukanlah kemiskinan yang kukhawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi sesungguhnya yang kukhawatirkan menimpa kalian adalah ketika dunia dibentangkan untuk kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian sehingga kalian pun berlomba-lomba untuk meraupnya sebagaimana dahulu mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Dan dunia mencelakakan kalian sebagaimana dulu dunia telah mencelakakan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/216] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003 dan Fath al-Bari [11/274] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)
‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak awal tiba di Madinah tidak pernah sampai merasakan kenyang karena menyantap hidangan gandum halus selama tiga malam berturut-turut sampai beliau meninggal.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/327] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)
‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Keluarga Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memakan dua jenis makanan dalam sehari kecuali salah satunya pasti kurma kering.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/329] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Ikhlaslah!

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan selain-Ku bersama dengan diri-Ku maka akan Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/232] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, kaya jiwanya (merasa cukup), dan tersembunyi (tidak suka menonjol-nonjolkan diri, pent).” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/220] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Bukanlah kekayaan yang sejati itu kekayaan yang berupa melimpahnya perbendaharaan dunia. Akan tetapi kekayaan yang sesungguhnya adalah kekayaan di dalam hati -merasa cukup dengan pemberian Allah, pent-.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/306] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Kenikmatan tiada tara menanti di sana…

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku telah persiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang soleh kenikmatan yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.’.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/102] cet. Dar Ibnu al-Haitsam Tahun 2003)

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa yang masuk surga maka dia akan selalu senang dan tidak akan merasa susah. Pakaiannya tidak akan usang dan kepemudaannya tidak akan habis.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/110] cet. Dar Ibnu al-Haitsam tahun 2003)

Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Apabila para penduduk surga telah memasuki surga dan para penduduk neraka pun telah memasuki neraka maka didatangkanlah kematian hingga diletakkan di antara surga dan neraka, kemudian kematian itu disembelih. Lalu ada yang menyeru, ‘Wahai penduduk surga, kematian sudah tiada. Wahai penduduk neraka, kematian sudah tiada’. Maka penduduk surga pun semakin bertambah gembira sedangkan penduduk neraka semakin bertambah sedih karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/120-121] cet. Dar Ibnu al-Haitsam tahun 2003)

Saudariku, jangan kau seperti mereka!

Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua kelompok manusia calon penghuni neraka yang belum pernah kulihat keduanya. Suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukuli manusia. Dan kaum perempuan yang berpakaian tapi telanjang, yang menyimpang dan mengajak orang lain untuk ikut menyimpang. Kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga, dan tidak akan mencium baunya. Padahal baunya akan bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/124] cet. Dar Ibnu al-Haitsam tahun 2003)

Kiamat terlalu dahsyat untuk dibayangkan!

Aisyah radhiyallahu’anha meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat umat manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan belum dikhitan.” Maka Aisyah mengatakan, “Wahai Rasulullah, perempuan dan laki-laki dikumpulkan menjadi satu? Tentu saja mereka akan saling melihat satu dengan yang lain.” Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya urusan di waktu itu lebih dahsyat sehingga tidak sempat bagi mereka untuk saling memperhatikan satu dengan yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim li an-Nawawi [9/126] cet. Dar Ibnu al-Haitsam tahun 2003)

Istiqomahlah!

‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Amal yang paling disenangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dikerjakan secara terus menerus oleh pelakunya.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/332] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

‘Aisyah radhiyallahu’anha meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berbuatlah sebaik dan selurus mungkin dan lakukan apa yang paling mendekati ideal. Ketahuilah sesungguhnya bukan amal kalian semata yang bisa memasukkan kalian ke surga. Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang paling kontinyu walaupun hanya sedikit.” (HR. Bukhari, lihat Fath al-Bari [11/335] cet. Dar al-Hadits tahun 1424 H)

Demikianlah yang bisa kami sajikan ke hadapan para pembaca yang mulia, dengan harapan Allah berkenan untuk mengaruniakan petunjuk dan bimbingan-Nya ke dalam hati kita sehingga akan semakin meningkatkan rasa cinta kita kepada-Nya, harap dan takut serta tawakal hanya kepada Rabb alam semesta. Teriring doa semoga Allah mengampuni semua dosa kita di masa lalu, dan semoga Allah -Yang Maha Pemberi petunjuk- menuntun kita agar tetap berjalan di atas shirathal mustaqim sampai ajal tiba. Akhirnya, segala puji bagi Allah yang dengan karunia-Nya segala kebaikan bisa menjadi terlaksana. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.

Yogyakarta, Akhir bulan Syawwal 1430 H,
Hamba yang sangat membutuhkan Rabbnya

Abu Mushlih Ari Wahyudi
-Semoga Allah memperbaiki dirinya-

Kemungkaran Peringatan Maulid Nab

Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu
Peringatan maulid yang banyak diselenggarakan, tidaklah pernah kosong dari kemungkaran, bidah dan pelanggaran terhadap syariat Islam. Peringatan ini tidak pernah diselenggarakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, juga tidak oleh para sahabat, tabi’in dan imam yang empat, serta orang-orang yang hidup di masa generasi terbaik serta tidak ada dalil syariat tentang penyelenggaraan acara ini.
1. Kebanyakan orang-orang yang menyelenggarakan peringatan maulid terjerumus pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka mengatakan:
يا رسول الله غوثا و مدد يا رسول الله عليك المعتمد
يا رسول الله فرج كربنا ما رآك الكرْبُ إلا و شرَد
“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami bersandar kepadamu.
Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan lari.”
Seandainya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendengar senandung tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar. Sebab pemberian pertolongan, penyandaran dan pembebasan dari segala derita adalah hanya Allah semata. Allah berfirman,
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?” (An-Naml: 62)
Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar mengatakan kepada segenap manusia,
قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu ke-manfaatan’.” (Al-Jin: 21)
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sendiri bersabda,
إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ
“Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadis hasan sahih)
2. Kebanyakan pada perayaan maulid terdapat sanjungan serta pujian yang berlebihan kepada Rasulullah. Padahal Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang hal tersebut. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تــطروْنِيْ كَماَ أطرتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقَوُلْوا عَبْدُ اللهِ وَ رَسُوْلِهِ
“Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah ‘Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.” (HR. Al-Bukhari)
3. Dalam ulang tahun perkawinan dan lainnya, (terkadang) diucapkan bahwa Allah menciptakan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dari cahaya-Nya, lalu menciptakan segala sesuatu dari cahaya Muhammad. Al-Quran mendustakan mereka, dalam firman-Nya,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya sesembahan kalian itu adalah Sesembahan Yang Maha Esa’.” (Al-Kahfi: 110)
Telah kita ketahui pula bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diciptakan dengan perantara seorang bapak dan seorang ibu. Beliau adalah manusia biasa yang dibedakan dengan pemberian wahyu oleh Allah.
Dalam peringatan maulid tersebut, sebagian mereka juga mengatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta karena Muhammad. Al-Quran mendustakan apa yang mereka katakan itu.
Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
4. Orang-orang Nasrani merayakan hari kelahiran Isa Al-Masih, demikian pula mereka merayakan hari ulang tahun sanak famili mereka. Dari tradisi mereka inilah, kaum muslimin mengambil bidah ini (yaitu perayaan ulang tahun –pent.). Mereka merayakan maulid (ulang tahun) nabi mereka, serta merayakan ulang tahun setiap sanak famili mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan,
مَنْ تَـشَـبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud)
5. Dalam peringatan maulid Nabi tersebut, banyak terjadi ikhtilath (campur aduk laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan –pent.). Ini merupakan perkara yang sesungguhnya diharamkan oleh Islam.
6. Harta yang dihabiskan untuk menghiasi perayaan maulid berupa kertas dekorasi, cat, lampu hias dan yang selain itu mencapai jutaan. Uang sebanyak itu dihabiskan tanpa adanya faedah dan tidak sebanding dengan uang yang diperoleh orang-orang kafir yang menjual hiasan-hiasan yang diimpor dari negeri mereka. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang untuk menyia-nyiakan harta.
7. Waktu yang dipergunakan untuk hiasan-hiasan itu terkadang menyebabkan mereka meninggalkan shalat, sebagaimana yang kami perhatikan.
8. Sudah menjadi tradisi bahwa di akhir acara peringatan mauled, orang-orang berdiri, dengan keyakinan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam hadir. Ini adalah kedustaan yang nyata. Sebab Allah Subhannahu wa ta’ala berfirman,
وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka di-bangkitkan.” (Al-Mu’minuun: 100)
Yang dimaksud barzakh (dinding) pada saat tersebut adalah pembatas antara dunia dengan akhirat.
Anas bin Malik radhiallaahu ‘anhu berkata,
“Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat daripada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tetapi jika mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak berdiri untuk (menghormati) beliau, karena mereka tahu bahwa Rasulullah membenci hal itu.” (Sahih, HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
9. Sebagian orang mengatakan, “Dalam maulid, kami membaca siroh (perjalanan hidup) Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Tetapi pada kenyataannya mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sabda dan siroh beliau. Seorang yang mencintai Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah yang membaca siroh beliau setiap hari, bukan setiap tahun. (Mereka bersuka-ria –pent.) pada bulan Rabi’ul Awal, bulan kelahiran Nabi, juga merupakan bulan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Maka bersuka cita di dalamnya tidak lebih utama daripada bersedih pada bulan tersebut.
10. Seringkali peringatan maulid itu berlarut hingga tengah malam. Akhirnya mereka, minimal meninggalkan salat Shubuh secara berjamaah, atau malahan tidak melakukan salat Shubuh.
11. Banyaknya orang yang ikut tidaklah menjadi pembenaran bagi peringatan maulid. Karena Allah Subhannahu wa ta’ala telah berfirman,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am: 116)
Hudzaifah berkata, “Setiap bidah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap sebuah kebaikan.”
12. Hasan Al-Bashri berkata, “Sesungguhnya Ahlus Sunnah, sejak dahulu adalah kelompok minoritas di antara manusia. Demikian pula, sampai saat ini mereka adalah minoritas. Mereka tidak mengikuti para tukang maksiat dalam kemaksiatan mereka, tidak pula para ahli bidah dalam perbuatan bidah mereka. Mereka bersabar atas jalan yang mereka tempuh ini, sampai mereka menghadap Rabb mereka. Oleh karena itulah mereka menjadi Ahlus Sunnah”.
13. Sesungguhnya yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Raja Al-Muzhaffar di negeri Syam, pada awal abad ke tujuh hijriah. Sedangkan yang pertama kali mengadakan maulid di Mesir adalah orang-orang Fathimiyun. Mereka ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir adalah orang-orang kafir, fasik dan fajir (tukang maksiat –pent.).
Diterjemahkan dari Minhaj Firqatinnajiyah, Darul Haramain, halaman 108-110.
Silakan dicopy dengan mencantumkan URL: http://ulamasunnah.wordpress.com

Apakah Basmalah Merupakan Ayat dalam Surat Al-Fatihah?

Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin

Dalam permasalahan ini, para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah, harus dibaca jahr (dengan mengeraskan –pen.) dalam shalat dan berpendapat tidak sah shalat tanpa membaca basmalah, sebab masih termasuk dalam surat Al-Fatihah. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah. Namun ayat ini berdiri sendiri dalam Al-Quran. Inilah pendapat yang benar. Pendapat ini berdasarkan nash maupun rangkaian ayat dalam surat ini.
Adapun dasar di dalam nash, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Aku telah membagi shalat (surat Al Fatihah) menjadi dua bagian, separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca, ‘Alhamdulillahirabbil ‘alamiin.’ Maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Apabila ia membaca, ‘Ar-Rahmanir rahiim’. Maka Allah menjawab, ‘Hamba-Ku telah menyanjung-Ku’. Apabila ia membaca, ‘Maliki yaumiddiin’. Maka Allah menjawab, ‘Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku’. Apabila ia membaca, ‘Iyyakana’budu waiyyaka nasta’iin’. Maka Allah menjawab, ‘Ini adalah di antara aku dan hambaku’. Apabila ia membaca, ‘Ihdinas shirathal mustaqim’, maka Allah berfirman, ‘Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta.’ “(HR. Muslim)
Ini semacam penegasan bahwa basmalah bukan termasuk dalam surat Al-Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah shalat malam bermakmum di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum. Mereka semua membuka shalat dengan membaca, “Alhamdu lillaahi rabbil ‘alamin” dan tidak membaca; “Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal bacaan maupun di akhirnya. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Maksudnya mereka tidak mengeraskan bacaannya. Membedakan antara basmalah dengan hamdalah dalam hal dikeraskan dan tidaknya menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah.
Adapun dari sisi bentuk dan maknanya, maka Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dengan kesepakatan para ulama. Apabila engkau ingin membagi ketujuh ayat dalam surat tersebut, engkau akan menemukan pertengahannya adalah firman Allah ta’ala,
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Ini adalah ayat yang disebut oleh Allah, “Aku membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian”.
Karena (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) adalah ayat yang pertama, (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) ayat yang kedua, (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). Ketiga ayat ini merupakan hak Allah ta’ala. (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ) adalah ayat keempat, yaitu sebagai pertengahannya dari dua bagian: bagian yang merupakan hak Allah dan bagian yang merupakan hak hamba. (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) ini bagi hamba, begitu pula (صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ) bagi hamba, dan juga (غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ).
Maka ketiga ayat bagi Allah adalah ketiga ayat yang pertama, dan ketiga ayat bagi hamba adalah ketiga ayat yang terakhir, dan satu ayat di antara hamba dan Rabbnya adalah ayat keempat yang ada di tengah.
Kemudian dari sisi bentuk dari sisi lafazh apabila kita katakan bahwa basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah, maka ayat yang ketujuh akan menjadi panjang seukuran dua ayat. Dan telah diketahui bahwa pada asalnya ukuran ayat yang berdekatan itu hampir saling mendekati ukuran panjang pendeknya.
Dan yang benar dan tidak diragukan lagi bahwa basmalah tidaklah termasuk Al-Fatihah sebagaimana basmalah bukanlah merupakan bagian dari surat-surat yang lain.
(Diterjemahkan oleh Abu Umar Al Bankawy, dari Tafsir Juz’amma karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut, Lebanon)

Hukum Bepergian Bagi Perempuan Untuk Ceramah Dan Mengajar

Oleh: Asy Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri
Soal :
Apabila seorang wanita diminta untuk menyampaikan ceramah di kalangan kaum wanita atau mengajar mereka yang tidak terdapat di dalamnya ikhtilath di berbagai tempat yang jauh atau yang dekat, apakah sepantasnya bagi wanita tersebut untuk memenuhi permintaan tersebut?

Jawab :
Berpergian tanpa mahram atau bersama mahram ke suatu negeri atau tempat dalam rangka berdakwah di jalan Allah (dengan ungkapan: “Syaikhah telah datang, Syaikhah telah pergi” dan seterusnya), perjalanan model seperti ini tidak pernah terjadi di zaman salafush sholeh.
Adapun dia keluar ziarah atau umroh atau berobat kemudian di sela-sela waktu tersebut dia berkenan untuk menyampaikan ceramah atau dakwah maka hal yang demikian ini perkara yang baik. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴾ [فصلت:33]
“Siapakah yang lebih baik ucapannya dari pada orang-orang yang menyeru kepada jalan Allah dan mengerjakan amal-amal sholeh dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang berserah diri.” (Fushilat 33)
Akan tetapi sebagian wanita bermudah-mudahan dalam masalah ini, sehingga anda dapati mereka menyetir mobilnya atau mengambil sebagian mahramnya untuk menemaninya berpergian dari satu tempat ke tempat yang lain atau dari satu negeri ke negeri yang lain dalam rangka berdakwah. Ini adalah perkara yang sepantasnya dijauhi dan dihindari sebab Rasulullah shalallahu ‘alaih wa aalihi wa sallam berkata kepada istri-istri beliau radhiallahu ‘anhunna : “Haji kalian bersamaku ini telah cukup bagi kalian. Kemudian tetaplah di rumah-rumah kalian! ( )
Sebagaimana pula Firman Allah :
﴿ وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى ﴾ [الأحزاب:33]
“Dan hendaklah kalian tinggal di rumah-rumah kalian, dan janganlah berhias sebagaimana wanita-wanita jahiliyah terdahulu berhias.” (Al Ahzab:33)
Hendaknya seorang wanita tetap tinggal di rumahnya dan berdakwah kepada siapa yang datang dari kalangan wanita.
(Al As’ilah Al Indonisiah, malam Ahad 2 Ramadhon 1424H)
Sumber: Fatwa-fatwa Syaikh Yahya Al Hajuri atas pertanyaan manca negara
Dicopy dari: http://www.thullabul-ilmiy.or.id/blog/?p=113

Tolonglah Saudaramu yang Berbuat Zhalim atau yang Dizhalimi

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
((انصر أخاك ظالماً أو مظلوماً))
“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zhalim atau ketika dia dizhalimi.”
Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan menolongnya jika ia terzhalimi, namun apabila dia berbuat zhalim, bagaimana aku menolongnya?”
Beliau menjawab,
((تحجزه أو تمنعه من الظلم فإن ذلك نصره))
“Cegahlah dia atau tahanlah dia dari berbuat zhalim, maka ini adalah pertolongan baginya.” (HR. Al Bukhari)
Penjelasan Hadits:
Pertolongan di sini bermakna pembelaan dari yang selainnya, yaitu menahannya dari perkara-perkara yang memudharatkan saudaranya.
انصر أخاك
“Tolonglah saudaramu,” maksudnya adalah tahanlah apa yang memudharatkannya, baik ketika dia zhalim maupun dia dizhalimi.
Kemudian seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Apabila dia berbuat zhalim, bagaimana aku menolongnya?” Sahabat tersebut tidaklah mengatakan, “(Apabila dia berbuat zhalim), aku tidak akan menolongnya,” namun dia bertanya, “Bagaimana aku menolongnya?”
Rasulullah kemudian menjawab, “Tahanlah dia,” atau “Cegahlah dia dari perbuatan zhalimnya, karena sesungguhnya hal tersebut menolongnya.”
Jika engkau melihat seseorang yang ingin menganiaya orang, maka cegahlah dia, ini adalah bentuk pertolongan baginya, yaitu dengan menahannya. Adapun jika dia terzhalimi maka menolongnya adalah dengan membelanya dari orang yang zhalim.
Di dalam hadits ini terdapat dalil atas wajibnya menolong orang yang terzhalimi, dan wajibnya menolong orang yang zhalim dari sisi sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
(Sumber: Syarah Riyadhus Shalihin, Jilid 1 halaman 582, terbitan Darussalam Mesir)

Al-Ilmu



Abu Muslim Al-Khaulani Rohimahullah berkata:
“Para ulama di muka bumi seperti bintang-bintang di langit. Bila bintang-bintang itu tampak, maka orang-orang mengambil petunjuk dengan bintang-bintang itu. Dan bila bintang-bintang itu tidak terlihat oleh mereka, mereka menjadi bingung.”


—-


Abul Aswad Ad-Duali Rohimahullah berkata:
“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia dari ilmu. Para raja adalah hakim atas manusia sedangkan para ulama adalah hakim atas raja-raja.”


—-


Wahab bin Munabbih Rohimahullah berkata:
“Akan lahir dari ilmu : Kemuliaan walaupun orangnya hina, Kekuatan walaupun orangnya lemah, Kedekatan walaupun orangnya jauh, Kekayaan walaupun orangnya fakir, dan Kewibawaan walaupun orangnya tawadhu’.”


—-


Sufyan bin ‘Uyainah Rohimahullah berkata:
“Orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah orang yang kedudukannya berada di antara Allah dan hamba-Nya. Mereka adalah para Nabi dan para Ulama.”

(Diambil dari Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, Ibnu Jamaah Al-Kinani.)

Dinukil dari Majalah Asy-Syariah No.07/I/1425H/2004 halaman 1.

Surat Terbuka dari Ummu Abdillah Al Wadi’iyah

Sepucuk surat terlayang dari negeri Yaman, dari seorang ‘alimah muhadditsah yang dikenal dengan nama Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyyah. Putri seorang muhaddits zaman ini, asy-Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, sebagai lecutan semangat bagi para muslimah di Indonesia untuk menuntut ilmu syar’i.
Dari Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyah,
untuk saudaraku di jalan Allah Ummu Ishaq Al Atsariyah
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Setelah memuji Allah Subhanahu wata’ala, aku kabarkan padamu, wahai Ummu Ishaq, bahwa telah sampai padaku dua pucuk surat darimu, semoga Allah menjagamu dan aku doakan semoga Allah mencintaimu, yang Dia telah menjadikanmu cinta kepadaku karena-Nya.
Adapun mengenai permintaanmu agar aku menulis risalah kepada akhwat salafiyat di Indonesia, aku jawab bahwa aku telah menulis kitab Nashihati lin-Nisaa (Nasihatku untuk Wanita) yang sekarang sedang dicetak. Bila kitab itu telah terbit, Insya Allah akan kami kirimkan kepadamu, semoga Allah memudahkannya.
Adapun nasihatku dalam thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu agama) bagi wanita, maka aku katakan: Hendaklah wanita memulai dari perkara yang Allah wajibkan atasnya, seperti mulai dengan belajar ilmu tauhid yang merupakan pokok agama ini, karena Allah tidak akan menerima amalan apa pun dari seorang hamba jika ia tidak mentauhidkan-Nya dalam ibadah tersebut. Sebagaimana Allah berfirman dalam hadits qudsi :
“Aku paling tidak butuh kepada sekutu-sekutu dari perbuatan syirik. Siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dalam amalan tersebut dia menyekutukan Aku dengan yang lain maka aku tinggalkan dia dan sekutunya.”
Juga mempelajari thaharah, cara bersuci dari haid, nifas dan setiap yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur/kemaluan depan dan belakang), dan mempelajari tata cara shalat, syarat-syarat dan kewajiban-kewajibannya.
Demikian pula mempelajari tata cara haji jika ia ingin menunaikan ibadah ini, dan seterusnya…
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Setelah itu, jika wanita tersebut termasuk orang-orang yang berkesinambungan dalam menuntut ilmu, maka hendaklah ia menghafal al-Qur’an bila memang itu mudah baginya dan juga menghafal hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, tentunya disertai pemahaman dengan memohon pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian merujuk kitab tafsir kalau ada masalah yang berkaitan dengan Al Qur’an, seperti Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Ibnu Jarir. Jika masalahnya berkaitan dengan Sunnah, maka merujuklah kepada kitab-kitab syarah dan fiqih seperti Fathul Bari, Syarhun Nawawi li Shahih Muslim, Nailul Authar, Subulus Salam, al-Muhalla oleh Ibnu Hazm.
Dan perkara yang sangat penting dan tak bisa diabaikan dalam hal ini adalah doa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala karena doa termasuk sebab yang menolong untuk memahami ilmu. Oleh karena itu, hendaknya seorang insan memohon kepada Allah agar menganugerahkan pemahaman kepadanya.
Jika ada para pengajar wanita (guru/ustadzah) yang mengetahui al-Qur’an dan as-Sunnah, maka berguru kepada mereka merupakan perkara yang baik, karena seorang guru akan mengarahkan penuntut ilmu (murid) dan menjelaskan kepadanya kesalahan-kesalahan yang ada. Terkadang seorang penuntut ilmu menyangka sesuatu itu haq (benar), namun dengan perantaraan seorang guru ia bisa mendapatkan penjelasan bahwa hal itu ternyata salah, sedangkan al-haq (kebenaran) itu menyelisihi apa yang ada dalam prasangkanya.
Tidak menjadi masalah bagi seorang wanita untuk belajar pada seorang syaikh, akan tetapi dengan syarat selama aman dari fitnah dan harus di belakang hijab (ada tabir pemisah), karena selamatnya hati tidak bisa ditandingi dengan sesuatu.
Jangan engkau menganggap sulit urusan menuntut ilmu karena Alhamdulillah menuntut ilmu itu mudah bagi siapa yang Allah Subhanahu wa ta’ala mudahkan, sebagaimana firman-Nya:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an itu untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? (Al-Qamar: 17)
Dan sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
Aku diutus dengan membawa agama yang hanif (lurus) dan mudah.
Akan tetapi, ingatlah bahwa ilmu itu memerlukan ketekunan dan kesungguh-sungguhan sebagaimana dikatakan : Berilah kepada ilmu semua yang ada padamu, maka ilmu itu akan memberimu sebagiannya
.
Juga sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair :
Wahai saudaraku, engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara.
Aku akan beritahukan kepadamu perinciannya.
Kepandaian, ketamakan (dalam mencari ilmu), kesungguhan dan memiliki bekal.
Berteman dengan guru dan masa yang panjang.”
Maksud ucapan sya’ir “bulghah” adalah sesuatu yang bisa dimakan, karena termasuk perkara yang dapat menegakkan badan adalah makanan.
Berhati-hatilah wahai saudariku –semoga Allah menjagamu– dari bersikap taklid (mengikuti tanpa ilmu) dalam masalah-masalah agama, karena sikap taklid itu adalah kebutaan. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan akal kepada manusia dan memberi nikmat dengan akal tersebut sehingga manusia unggul dengannya.
Adapun pertanyaanmu “Bagaimana caranya agar seorang wanita bisa menjadi pembahas/peneliti yang kuat (dalam ilmu din)?” Maka jawabnya –semoga Allah menjagamu- : Masalah-masalah ilmu itu beragam dan sungguh Allah Subhanahu wa ta’ala telah mendatangkan untuk agamanya ini orang-orang yang berkhidmat padanya. Maka mereka memberikan setiap macam ilmu itu haknya, sebagai permisalan:
Jika suatu masalah itu berkaitan dengan hadits, maka hendaknya engkau merujuk kepada kitab-kitab takhrij seperti kitab Nashbur Rayah oleh az-Zaila’i, at-Talkhishul Habir oleh Ibnu Hajar al-‘Atsqalani dan kitab-kitabnya Syaikh al-Albani hafidhahullah yang padanya ada takhrij seperti Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah dan Silsilah al-Ahadits ad-Dha’ifah.
Jika masalahnya berkaitan dengan fiqih, maka hendaklah engkau merujuk kepada kitab-kitab yang memang ditulis untuk membahas fiqih, seperti kitab-kitab yang telah aku sebutkan sebelum ini, demikian seterusnya….
Saudariku, semoga Allah menjaga dan memeliharamu…
Sanjunglah Allah ‘Azza wa Jalla karena Dia telah menjadikanmu mengenal bahasa Arab. Aku katakan kepadamu bahwa bahasa Arab saat ini telah banyak mengalami penyimpangan (pembelokan dari bahasa Arab yang fasih) dan telah masuk pada bahasa ini kebengkokan yang memalingkan dari kefasihan. Akan tetapi, masih ada kitab-kitab bahasa Arab yang bisa engkau pelajari dan engkau baca serta engkau pergunakan agar lisan menjadi lurus (fasih dalam berbahasa Arab). Kitab-kitab yang dimaksud adalah kitab-kitab nahwu. Bagi pelajar pemula hendaknya mulai dengan mempelajari kitab Tuhfatus Saniyah, setelah itu kitab Mutammimah al-Ajurumiyah, lalu kitab Qatrun Nada dan Syarhu ibnu ‘Aqil. Dan sepertinya kitab-kitab ini sudah mencukupi bagi penuntut ilmu yang ingin mempelajari ilmu nahwu.
Demikianlah wahai saudariku, jangan lupa untuk menyertakan aku dalam doa kebaikanmu karena doa seseorang untuk saudaranya yang muslim yang jauh dari dirinya itu mustajab (diterima Allah Subhanahu wa ta’ala).
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Ditulis oleh saudarimu fillah
Ummu ‘Abdillah al-Wadi’iyah
Sabtu, 20 Ramadlan 1418 H
(Diterjemahkan oleh Ummu Ishaq Zulfa Husein dari surat aslinya)
Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=12
thank you