Jumat, 24 Desember 2010

Mengusir Rasa Gundah dan Resah Kala Usia Senja Tiba


Oleh :Ustadz Zaenal Abidin, LC

( al-Mawaddah Edisi 12 Tahun 1 )
Bersyukur atas Karunia Umur

Alloh telah mencurahkan kenikmatan yang banyak dan karunia yang tidak terkira kepada manusia, maka menjadi suatu kewajiban bagi hamba Alloh untuk bersyukur, sementara syukurnya manusia merupakan tujuan akhir dari penciptaannya, sebagaimana firman Alloh :
Dan Alloh mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur. { QS. an-Nahl [16]: 78 }
Hidup manusia di alam fana tidak terlepas dari nikmat dan rohmat Alloh . Nikmat yang dikaruniakan Alloh kepada manusia tidak terhitung jumlahnya, sebagaimana firman Alloh :

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Alloh, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( QS. an Nahl [16]: 18 )
Kalau kita perhatikan dengan saksama anggota badan kita seperti kaki, tangan, perut, mulut, telinga, hidung dan mata, sudah cukup bagi kita untuk membuat kesimpulan betapa kuasa, agung dan murahnya Alloh . Anggota badan manusia ini dijadikan Alloh dengan rapi dan lengkap, sehingga dapat bergerak dan berfungsi serentak pada waktu yang sama. Sambil melihat, kita dapat bercakap-cakap, mendengar dan berjalan. Sungguh luar biasa karunia-Nya.
Tiada kenikmatan apapun wujudnya yang dirasakan manusia melainkan datang dari Alloh . Atas dasar itulah Alloh mengajak manusia agar senantiasa bersyukur kepada-Nya. Karena dengan terus mengingat dan mengakui bahwa kenikmatan tersebut datang dari Alloh kemudian diwujudkan dengan ucapan hamdalah dan disempurnakan dengan amal sholih sembari menafkahkan sebagian kekayaan di jalan yang diridhoi Alloh , maka karunia dan nikmat Alloh akan makin bertambah.
Alloh berfirman:
Dan (ingatlah juga) tatkala Robb-mu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”. (QS. Ibrohim [14]: 7)
Syaikh Shiddiq Hasan Khan berkata (mengomentari makna firman Alloh di atas -red): “Jika kalian bersyukur terhadap nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian, seperti yang dituturkan di atas, termasuk nikmat keselamatan dan yang lainnya, dengan cara beriman secara baik dan beramal sholih maka Aku akan menambah kenikmatan di atas kenikmatan sebagai karunia dari-Ku“.(1)
_________________________________(1)“Lihat Tafsir Fathul Bayan karya Shiddiq Hasan Khan (3/528)“
Manfaat dan Faedah Bersyukur
Manfaat bersyukur tidak akan bisa dirasakan kecuali oleh pelakunya sendiri. Dengan bersyukur ia berhak mendapat kesempurnaan nikmat yang telah diraihnya, dan nikmat tersebut akan kekal dan bertambah. Sebagaimana syukur juga berfungsi untuk mengikat kenikmatan yang telah ia dapat seraya menggapai kenikmatan yang belum tercapai.
Para nabi pun senantiasa memerintahkan kaumnya agar selalu bersyukur. Nabi Ibrohim berkata kepada kaumnya:
Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.(QS. al-Ankabut [29]: 17)
Do’a yang paling utama ialah memohon pertolongan kepada Alloh dalam mencari keridhoan-Nya; yaitu dengan mensyukuri nikmat-nikmatnya sembari rajin beribadah kepada-Nya.
Semua kenikmatan apabila tidak bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada Alloh , maka ia sesungguhnya adalah Bala’. Karena itu wajib atas kita semua untuk senantiasa bersyukur atas segala kenikmatan-Nya, sebab nikmat yang tercabut dari suatu kaum amat jarang kembali lagi kepada mereka. Jika anda melihat Alloh terus-menerus mencurahkan kenikmatan-Nya kepada anda padahal anda bermaksiat kepada-Nya maka waspadalah!!
Ketika Manusia Mengalami Masa Lansia (Usia Senja)
Setiap manusia pasti mengalami sunnah perubahan dalam hidup sangat dinamis, ada yang saat belum dilahirkan sudah meninggal, ada pula yang begitu dilahirkan meninggal, dan ada pula yang tumbuh menjadi anak yang lucu, sampai dewasa dan bahkan ada yang sampai lanjut usia sebagaimana firman Alloh :
Alloh menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu. Dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. an-Nahl [16]: 70)
Ibnu Katsir berkata: “Alloh mengabarkan tentang perlakuan-Nya kepada hamba-Nya. Dialah yang menciptakan manusia dari tidak ada kemudian setelah itu diwafatkan, namun di antara mereka ada yang diberi umur hingga lanjut usia yaitu kondisi lemah dalam bentuk ciptaan.”(2)
_________________________________(2)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/409)
Perubahan ini bukan suatu yang aneh, tetapi merupakan sunnatulloh yang harus diterima. Ketika manusia berubah menjadi tua, berarti mereka akan mengalami perubahan fisik dari kuat menjadi lemah dan dari gagah menjadi loyo lagi tak berdaya. Dan perubahan itu akan makin membawa problem tersendiri ketika mereka tidak mampu memelihara dan menanganinya dengan baik. Maka bagi seorang muslim, persoalannya bukan panjang atau pendeknya umur, namun keberkahan hidup yang diraih dalam mengarungi bahtera hidup semasa menghabiskan umurnya.
Indahnya Hidup Di kala Usia Senja
Alloh menciptakan alam semesta dalam kondisi yang teratur, pergantian siang dan malam selalu membuahkan cerita romantika baru. Jenis manusia laki dan wanita menjadi pelengkap indahnya hidup, matahari yang memberikan sumber energi bagi kehidupan dunia terus bertasbih mengelilingi bumi. Dihamparkan ladang yang lengkap dengan berbagai tanaman dan pepohonan untuk menjadi sumber rezeki manusia, dan beragam binatang, makanan dan minuman diciptakan agar dapat dikonsumsi oleh manusia. Alam beserta isinya diciptakan Alloh agar manusia mampu mengolah dan memanfaatkannya demi meraih kebahagiaan dan mensyukurinya. Maka Alloh berfirman:
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rohmat Tuhan-mu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS. az-Zukhruf [43]: 32)
Kebahagiaan di usia senja merupakan harapan semua manusia, apalagi di zaman sekarang, zaman yang penuh fitnah, lemah aqidah, rendah peradaban, rusak moral dan maraknya kemaksiatan.
Namun sungguh sangat disayangkan karena banyak manusia telah salah memahami makna bahagia. Mereka memaknai bahagia hanya sebatas kehidupan dunia belaka yaitu bila kepuasaannya terpenuhi, keinginannya tergapai dan cita-citanya tercapai. Sehingga mereka menghalalkan segala cara untuk meraih manisnya materi, bahkan mereka rela menerjang syari’at untuk bisa bahagia.
Terbayang di pelupuk mata kita, bahagia di usia senja adalah saat seseorang melewati masa tuanya dengan penuh kecukupan materi, anak-anaknya pun sudah mapan kehidupan materinya, dan tidak ada problem dalam kehidupannya. Sehingga orang yang tidak mendapatkannya dianggap orang yang paling menderita.
Manusia yang paling bahagia ialah mereka yang mampu mempergunakan nikmat Alloh sebagai washilah (perantara) untuk meraih keridhoan Alloh dan kesuksesan akhiratnya serta memiliki suasana batin yang tenang, mental terkontrol, emosi terkendali serta lapang dada dan qona’ah (berpikir positif) dalam menghadapi setiap problem hidup. Dan semuanya akan tercapai setelah merealisasikan aqidah yang bersih dan akhlaq yang mulia.
Sementara orang yang paling menderita dan celaka ialah mereka yang menjadikan kenikmatan tersebut sebagai pemuas hawa nafsunya belaka.
Alloh berfirman:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezholiman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-An’am [6]: 82)
Ibnu Katsir berkata: “Mereka yang meng-ikhlas-kan ibadah karena Alloh saja, tiada sekutu bagi-Nya dan mereka tidak berbuat syirik sekecil apapun, maka mereka aman pada hari Kiamat dan mendapat hidayah di dunia dan akhirat.” (3)
_________________________________(3)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (4/409)
Panjang Umur dengan Silaturrahmi
Seorang muslim yang telah lanjut usia harus menghiasi hidupnya dengan silaturrahmi, baik dengan kerabat maupun sesama kaum muslimin dalam rangka mencari ridho Alloh . Dengan bersilaturrahmi, keberkahan umur dan rezeki akan diraih, dan derajat mulia akan tercapai di sisi Alloh .
Alloh berfirman:
Orang-orang yang merusak janji Alloh setelah diikrarkan dengan teguh, dan memutuskan apa-apa yang Alloh perintahkan supaya disambung, dan mengadakan kerusakan di bumi. Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan, dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (QS. ar-Ra’d [13]: 25)
Dari Anas bin Malik bahwa Rosululloh bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan ditambah umurnya maka hendaklah melakukan silaturrahmi.” (4)
Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita, namun silaturrahmi yang sejati adalah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturrahmi dengan kita.
Dari Abdulloh bin Amr dari Nabi bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang membalas kebaikan, namun orang yang menyambung silaturrahmi adalah orang yang menyambung hubungan dengan orang yang telah memutuskan silaturrahmi.”(5)
_______________________________________________________________(3)  Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/212)
(4)   Lihat Shohih Abu Dawud: 1486, Shohih Adabul Mufrod: 56, Shohih Muslim Bab al-Birru was Silah, Hadits ke-20
(5)  Lihat Shohih Adabul Mufrod: 68 Bab Laisal Wasil bil Mukafi’
Di antara amal sholih yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, dan ibadah yang berpahala besar adalah menyambung tali silaturrahim. Ini merupakan upaya menjalin hubungan baik dengan setiap orang yang terkait hubungan nasab dengan kita.
Yang dimaksud dengan ditunda ajalnya ialah umurnya diberkahi, diberi taufik untuk beramal sholih, dan tidak mengisi waktunya dengan berbagai amalan yang tidak berguna. Atau menjadikan namanya harum dan senantiasa dikenang manusia, atau benar-benar umurnya ditambah oleh Alloh .
Rosululloh bersabda: “Barang siapa menjenguk orang yang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Alloh maka penyeru akan menyerukan,’Anda mempunyai perilaku yang baik, dan anda telah menyiapkan suatu tempat di Surga.’” (HR. Tirmidzi: 2002)
Bersikap Seimbang dalam Mencari Ilmu dan Harta
Memang benar, hidup yang berkecukupan maka menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul makin indah, berdakwah makin sukses, berumah tangga makin stabil dan beramal sholih makin tangguh. Oleh karena itu, harta di tangan seorang mu’min tidak akan berubah menjadi sarana perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagiaan keluarga dan pilar-pilar rumah tangga. Sebaliknya, harta di tangan seorang muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah dan perekat hubungan dengan makhluk.
Menurut pandangan Ahli-Sunnah wal Jama’ah, tidak ada dikotomi (pertentangan) antara mencari ilmu dengan mencari nafkah, bahkan harus saling menopang dan harus ada kerja sama secara produktif dan simultan (bersamaan). Oleh sebab itu, tidak benar bila ada wacana bahwa orang yang mencari ilmu tidak perlu memikirkan urusan ma’isyah (nafkah), dan sebaliknya orang yang mencari nafkah tidak perlu mengganggu profesinya dengan menuntut ilmu agar tidak merusak kariernya. Hal itu sebuah paradigma (pemikiran) yang keliru dan anggapan yang menyesatkan sebab Alloh berfirman:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. al-Qoshosh [28]: 77)
Ayat mulia di atas memiliki makna sebagai berikut : Pergunakanlah harta kekayaanmu dan kenikmatan melimpah yang telah diberikan kepadamu sebagai bentuk pemberian dan karunia Alloh untuk menunaikan ketaatan dan kebaikan yang bisa mendekatkan dirimu kepada-Nya. Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia, baik berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan hubungan biologis, karena Tuhanmu memiliki hak atasmu dan dirimu memiliki hak atasmu, keluargamu punya hak atasmu dan kekuatan tubuhmu juga memiliki hak atasmu maka berikanlah masing-masing hak sesuai dengan porsinya. (6)
Maka hal itu bisa diperoleh dengan ilmu yang dimiliki dan juga usaha yang optimal dalam memenuhi nafkah hidup dengan tetap beribadah kepada Alloh . Satu hal lagi yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim adalah etos kerja yang benar dalam bekerja.
Bertaubat Kepada Alloh
Tiada suatu bekal yang paling bagus untuk menuju ke kampung akhirat melainkan persiapan menyambut kematian dengan memperbanyak bertaubat kepada Alloh , menguatkan keimanan dan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sebagaimana perbuatan dosa menjadi salah satu penyebab terhalangnya rezeki dari pelakunya, maka sebaliknya taubat dan istighfar merupakan salah satu faktor yang dapat mendatangkan rezeki dan keberkahan baginya. Alloh menceritakan tentang Nabi Hud berkata:
Dan (dia berkata): “Wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”.(QS. Hud [11]: 52)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Seorang hamba senantiasa berada di atas kenikmatan dari Alloh yang perlu disyukuri dan dosa yang butuh permohonan ampun, maka semua itu adalah perkara yang harus senantiasa dimiliki oleh setiap hamba. Karena dia selalu bergelimang dengan nikmat Alloh dan karunia-Nya setiap saat yang belum sepenuhnya disyukuri, sehingga selalu butuh kepada taubat dan istighfar.” (7)
_______________________________________________________________(6)   Lihat Tafsir ath-Thobari juz 20/71, Tafsir al-Baghowi juz, 6/221 dan 71, Tafsir Ibnu Katsir juz 5/129
(7) Lihat Tuhfatul Iraqiyah karya Ibnu Taimiyyah, hal.457
Oleh karena kebahagiaan yang sejati adalah kesuksesan seseorang meraih surga dan selamat dari api neraka, bukan bergelimang harta di kala usia senja, maka Alloh berfirman:
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya adalah Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. (QS. Hud [11]: 108)

Persiapan Menuju Kampung Akhirat
Pandangan yang benar terhadap dunia adalah pandangan yang menganggap bahwa apa yang ada di dunia ini, baik harta, kekuasaan dan kekuatan materi lainnya hanyalah sebagai sarana menuju akhirat. Karena itu pada hakikatnya dunia tidak tercela karena dirinya, tetapi pujian atau celaan tergantung pada perbuatan hamba di dalamnya. Dunia merupakan jembatan penyeberangan menuju kampung akhirat.
Selayaknya kita bersiap diri meninggalkan kampung dunia menuju kampung akhirat dengan selalu menambah simpanan amal kebaikan dan bersegera memenuhi panggilan Alloh . Ali bin Abi Tholib berkata:  “Sesungguhnya dunia telah habis berlalu dan akhirat makin mendekat, dan di antara keduanya masing-masing mempunyai anak keturunan. Dan jadilah kalian anak keturunan akhirat dan jangan menjadi anak keturunan dunia karena sekarang kesempatan beramal tanpa ada hisab dan besok di akhirat kesempatan hisab dan tidak ada kesempatan beramal.
Perkataan Ali yang juga menjelaskan tentang dunia adalah : “Halalnya adalah perhitungan dan haramnya adalah neraka.”
Wahai saudaraku kaum muslimin, ingatlah akan 4 hal:
  1. Aku tahu bahwa rezeki-ku tidak akan dimakan orang lain, maka tenteramlah jiwaku.
  2. Aku tahu bahwa amalku tidak akan dilakukan orang lain, maka akupun disibukkannya.
  3. Aku tahu bahwa kematian akan datang tiba-tiba, maka aku segera menyiapkannya.
  4. Aku tahu bahwa diriku tidak akan lepas dari pantauan Alloh , maka aku akan merasa malu kepada-Nya.
Orang yang mengosongkan hatinya dari keinginan dunia akan merasa ringan tanpa beban. Dia akan menyongsong Alloh dan mempersiapkan diri untuk datangnya perjalanan. Mengosongkan hati untuk dunia yang fana bukan berarti meninggalkan dunia kerja, enggan mencari kehidupan dunia dan tidak mencoba berusaha. Islam sendiri memerintahkan untuk bekerja dan menganggapnya sebagai satu jenis jihad, bila dengan niat yang tulus dan memenuhi syarat amanah dan ikhlas serta tidak melanggar syari’at.
thank you