Selasa, 02 November 2010

Kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam mendakwahi ibunya.

Kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam mendakwahi ibunya.
عَنْ أَبِى كَثِيرٍ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنِى أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ كُنْتُ أَدْعُو أُمِّى إِلَى الإِسْلاَمِ وَهِىَ مُشْرِكَةٌ فَدَعَوْتُهَا يَوْمًا فَأَسْمَعَتْنِى فِى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا أَكْرَهُ فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أَبْكِى قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى كُنْتُ أَدْعُو أُمِّى إِلَى الإِسْلاَمِ فَتَأْبَى عَلَىَّ فَدَعَوْتُهَا الْيَوْمَ فَأَسْمَعَتْنِى فِيكَ مَا أَكْرَهُ فَادْعُ اللَّهَ أَنْ يَهْدِىَ أُمَّ أَبِى هُرَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اللَّهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِى هُرَيْرَةَ ».
Dari Abu Kasir, Yazid bin Abdurrahman, Abu Hurairah bercerita kepadaku, “Dulu aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam ketika dia masih musyrik. Suatu hari aku mendakwahinya namun dia malah memperdengarkan kepadaku cacian kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tentu merupakan kalimat-kalimat yang tidak kusukai untuk kudengar. Akhirnya aku pergi menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis. Ketika telah berada di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku berkata, “Ya Rasulullah, sungguh aku berusaha untuk mendakwahi ibuku agar masuk Islam namun dia masih saja menolak ajakanku. Hari ini kembali beliau aku dakwahi namun dia malah mencaci dirimu. Oleh karena itu berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan hidayah kepada ibu-nya Abu Hurairah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada ibu dari Abu Hurairah”.
فَخَرَجْتُ مُسْتَبْشِرًا بِدَعْوَةِ نَبِىِّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا جِئْتُ فَصِرْتُ إِلَى الْبَابِ فَإِذَا هُوَ مُجَافٌ فَسَمِعَتْ أُمِّى خَشْفَ قَدَمَىَّ فَقَالَتْ مَكَانَكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ. وَسَمِعْتُ خَضْخَضَةَ الْمَاءِ قَالَ – فَاغْتَسَلَتْ وَلَبِسَتْ دِرْعَهَا وَعَجِلَتْ عَنْ خِمَارِهَا فَفَتَحَتِ الْبَابَ ثُمَّ قَالَتْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ –
Kutinggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan gembira karena Nabi mau mendoakan ibuku. Setelah aku sampai di depan pintu rumahku ternyata pintu dalam kondisi terkunci. Ketika ibuku mendengar langkah kakiku, beliau mengatakan, “Tetaplah di tempatmu, hai Abu Hurairah”. Aku mendengar suara guyuran air. Ternyata ibuku mandi. Setelah selesai mandi beliau memakai jubahnya dan segera mengambil kerudungnya lantas membukakan pintu. Setelah pintu terbuka beliau mengatakan, “Hai Abu Hurairah, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusannya”.
قَالَ – فَرَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَتَيْتُهُ وَأَنَا أَبْكِى مِنَ الْفَرَحِ – قَالَ – قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَبْشِرْ قَدِ اسْتَجَابَ اللَّهُ دَعْوَتَكَ وَهَدَى أُمَّ أَبِى هُرَيْرَةَ. فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ خَيْرًا – قَالَ – قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُحَبِّبَنِى أَنَا وَأُمِّى إِلَى عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِينَ وَيُحَبِّبَهُمْ إِلَيْنَا – قَالَ – فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا – يَعْنِى أَبَا هُرَيْرَةَ وَأُمَّهُ – إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمُ الْمُؤْمِنِينَ ». فَمَا خُلِقَ مُؤْمِنٌ يَسْمَعُ بِى وَلاَ يَرَانِى إِلاَّ أَحَبَّنِى.
Mendengar hal tersebut aku bergegas kembali menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku menemui beliau dalam keadaan menangis karena begitu gembira. Kukatakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, bergembiralah. Sungguh Allah telah mengabulkan doamu dan telah memberikan hidayah kepada ibu-nya Abu Hurairah”. Mendengar hal tersebut beliau memuji Allah dan menyanjungnya lalu berkata, “Bagus”. Lantas kukatakan kepada beliau, “Ya Rasulullah, doakanlah aku dan ibuku agar menjadi orang yang dicintai oleh semua orang yang beriman dan menjadikan kami orang yang mencintai semua orang yang beriman”. Beliau pun mengabulkan permintaanku. Beliau berdoa, “Ya Allah, jadikanlah hamba-Mu ini yaitu Abu Hurairah dan ibunya orang yang dicintai oleh semua hambaMu yang beriman dan jadikanlah mereka berdua orang-orang yang mencintai semua orang yang beriman”. Karena itu tidak ada seorang pun mukmin yang mendengar tentang diriku ataupun melihat diriku kecuali akan mencintaiku [HR Muslim no 6551].
Petikan pelajaran:
Seorang anak yang beriman boleh satu rumah dengan orang tuanya yang masih kafir atau musyrik.
Anak yang berbakti kepada orang tua tentu akan berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mendakwahi orang tua agar makin lebih baik dari kafir menjadi iman, dari musyrik menjadi bertauhid, dari gelimang bid’ah menjadi orang yang berpegang teguh dengan sunah dan dari kubangan maksiat menjadi orang yang saleh dan taat. Inilah keteladan yang diberikan oleh Abu Hurairah sebagaimana dalam hadits di atas. Dakwah kepada kebaikan itu perlu dilakukan dengan intens, tidak cukup hanya sekali lantas ditinggal pergi. Oleh karena itu Abu Hurairah berulang kali mendakwahi ibunya dengan berbagai cara dan pendekatan sampai-sampai ibunya merasa jengkel. Kejengkelan inilah yang diluapkan dengan mencaci orang yang sangat dihormati anaknya, itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara hal yang tidak boleh dilupakan ketika mendakwahi orang lain secara umum dan ortu sendiri secara khusus adalah doakan agar Allah membuka pintu hatinya sehingga mau menerima hidayah. Banyak pendakwah yang terlampau mengandalkan usaha-usaha yang kasat mata sampai-sampai lupa bahwa hati manusia itu ada di tangan Allah. Padahal boleh jadi dengan sebuah untaian doa munculah hasil yang telah susah payah untuk diwujudkan dengan berbagai macam cara secara lahiriah.
Hadits di atas menunjukkan bolehnya meminta doa kepada orang shalih yang masih hidup dengan permintaan yang manfaatnya terbatas hanya pada orang yang meminta doa saja sebagaimana Abu Hurairah meminta doa kepada Nabi agar Allah memberikan hidayah kepada ibunya.
Orang yang mengakui beriman namun menaruh kebencian yang sangat mendalam kepada Abu Hurairah karena termakan doktrin para orientalis keimanan mereka dalam ambang bahaya karena ciri orang yang beriman adalah jatuh cinta kepada Abu Hurairah sebagaimana doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mandi untuk orang yang masuk Islam itu diucapkan sebelum membaca syahadat.
Orang yang menangis itu belum tentu karena sedih, boleh jadi karena gembira dan bahagia.
Tentang hadits di atas an Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim:
وَفِيهِ اِسْتِجَابَة دُعَاء رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْفَوْر بِعَيْنِ الْمَسْئُول ، وَهُوَ مِنْ أَعْلَام نُبُوَّته صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَاسْتِحْبَاب حَمْد اللَّه عِنْد حُصُول النِّعَم .
“Hadits ini menunjukkan bahwa doa Nabi bisa saja langsung terkabul sama persis dengan doa yang beliau panjatkan dan ini merupakan salah satu bukti bahwa beliau memang benar-benar Nabi utusan Allah. Hadits di atas juga menunjukkan adanya anjuran untuk memuji Allah ketika mendapatkan nikmat”.

Cara Termudah Menghafal Al-Qur’an

Segala pujian hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, dan para sahabat seluruhnya.
Keistimewaan metode ini adalah seseorang akan memperoleh kekuatan dan kemapanan hafalan serta dia akan cepat dalam menghafal sehingga dalam waktu yang singkat dia akan segera mengkhatamkan Al-Quran. Berikut kami akan paparkan metodenya beserta pencontohan dalam menghafal surah Al-Jumuah:
1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali.
2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali.
3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali.
4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali
5. Keempat ayat di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali.
7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali.
8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali.
9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali.
10. Keempat ayat (ayat 5-8) di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
11. Bacalah ayat pertama hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.
Demikian seterusnya pada setiap surah hingga selesai menghafal seluruh surah dalam Al-Quran. Jangan sampai kamu menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, karena itu akan menyebabkan hafalanmu bertambah berat sehingga kamu tidak bisa menghafalnya.
JIKA AKU INGIN MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA, BAGAIMANA CARANYA?
Jika kamu ingin menambah hafalan baru (halaman selanjutnya) pada hari berikutnya, maka sebelum kamu menambah dengan hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas, maka anda harus membaca hafalan lama (halaman sebelumnya) dari ayat pertama hingga ayat terakhir (muraja’ah) sebanyak 20 kali agar hafalan ayat-ayat sebelumnya tetap kokoh dan kuat dalam ingatanmu. Kemudian setelah mengulangi (muraja’ah) maka baru kamu bisa memulai hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas.
BAGAIMANA CARANYA AKU MENGGABUNGKAN ANTARA MENGULANG (MURAJA’AH) DENGAN MENAMBAH HAFALAN BARU?
Jangan sekali-kali kamu menambah hafalan Al-Qur`an tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya. Hal itu karena jika kamu hanya terus-menerus melanjutkan menghafal Al-Qur’an hingga khatam tapi tanpa mengulanginya terlebih dahulu, lantas setelah khatam kamu baru mau mengulanginya dari awal, maka secara tidak disadari kamu telah banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal.
Oleh karena itu metode yang paling tepat dalam menghafal adalah dengan menggabungkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru. Bagilah isi Al-Qur`an menjadi tiga bagian,yang mana satu bagian berisi 10 juz. Jika dalam sehari kamu telah menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga kamu menyelesaikan 10 juz. Jika kamu telah berhasil menyelesaikan 10 juz maka berhentilah menghafal selama satu bulan penuh dan isi dengan mengulang apa yang telah dihafal, dengan cara setiap hari kamu mengulangi (meraja’ah) sebanyak 8 halaman.
Setelah selesai satu bulan kamu mengulangi hafalan, sekarang mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan hafalan 20 juz. Jika kamu telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulangi hafalan 20 juz, dimana setiap hari kamu harus mengulang (meraja’ah) sebanyak 8 halaman. Jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan seluruh Al-Qur’an.
Jika anda telah selesai menghafal semua isi Al-Qur`an, maka ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan, dimana setiap harinya kamu mengulang setengah juz. Kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya, juga diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama setiap harinya. Kemudian pindahlah untuk mengulang 10 juz terakhir dari Al-Qur`an selama sebulan, dimana setiap harinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.
BAGAIMANA CARA MERAJA’AH AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH AKU MENYELESAIKAN METODE MURAJA’AH DI ATAS?Mulailah mengulangi Al-Qur’an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulanginya 3 kali dalam sehari. Dengan demikian maka kamu akan bisa mengkhatamkan Al-Qur’an sekali setiap dua minggu.
Dengan metode seperti ini maka dalam jangka satu tahun (insya Allah) kamu telah mutqin (kokoh) dalam menghafal Al-Qur’an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun penuh.
APA YANG AKU LAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL-QUR’AN SELAMA SATU TAHUN?Setelah menguasai hafalan dan mengulangInya dengan itqan (mantap) selama satu tahun, hendaknya bacaan Al-Qur’an yang kamu baca setiap hari hingga akhir hayatmu adalah bacaan yang dilakukan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- semasa hidup beliau. Beliau membagi isi Al-Qur`an menjadi tujuh bagian (dimana setiap harinya beliau membaca satu bagian tersebut), sehingga beliau mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sepekan.
Aus bin Huzaifah -rahimahullah- berkata: Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, “Bagaimana caranya kalian membagi Al-Qur`an untuk dibaca setiap hari?” Mereka menjawab:

نُحَزِّبُهُ ثَلَاثَ سُوَرٍ وَخَمْسَ سُوَرٍ وَسَبْعَ سُوَرٍ وَتِسْعَ سُوَرٍ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سُورَةً وَثَلَاثَ عَشْرَةَ سُورَةً وَحِزْبَ الْمُفَصَّلِ مِنْ قَافْ حَتَّى يُخْتَمَ


“Kami membaginya menjadi (tujuh bagian yakni): Tiga surat, lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan hizb al-mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir (mushaf).” 
(HR. Ahmad no. 15578).
Maksudnya:
-Hari pertama: Mereka membaca surat “al-fatihah” hingga akhir surat “an-nisa`”.
-Hari kedua: Dari surat “al-maidah” hingga akhir surat “at-taubah”..
-Hari ketiga: Dari surat “Yunus” hingga akhir surat “an-nahl”.
-Hari keempat: Dari surat “al-isra” hingga akhir surat “al-furqan”.
-Hari kelima: Dari surat “asy-syu’ara” hingga akhir surat “Yasin”.
-Hari keenam: Dari surat “ash-shaffat” hingga akhir surat “al-hujurat”.
-Hari ketujuh: Dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-nas”.
Para ulama menyingkat bacaan Al-Qur`an Nabi -shallallahu alaihi wasallam- ini menjadi kata: ”فَمِي بِشَوْقٍ“. Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada setiap harinya. Maka:
- Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. Maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari pertama dimulai dari surah al-fatihah.
- Huruf “mim” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kedua dimulai dari surah al-maidah.
- Huruf “ya`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketiga dimulai dari surah Yunus.
- Huruf ”ba`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keempat dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`.
- Huruf “syin” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kelima dimulai dari surah asy-syu’ara`.
- Huruf “waw” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keenam dimulai dari surah wash shaffat.
- Huruf “qaaf” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketujuh dimulai dari surah qaf hingga akhir muashaf yaitu surah an-nas.
Adapun pembagian hizib yang ada pada Al-Qur an sekarang, maka itu tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.
BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (AYAT YANG MIRIP) DALAM AL-QUR’AN?
Cara terbaik untuk membedakan antara dua ayat yang kelihatannya menurut kamu hampir sama (mutasyabih), adalah dengan cara membuka mushaf dan carilah kedua ayat tersebut. Lalu carilah perbedaan antara kedua ayat tersebut, cermatilah perbedaan tersebut, kemudian buatlah tanda/catatan (di dalam hatimu) yang bisa kamu jadikan sebagai tanda untuk membedakan antara keduanya. Kemudian, ketika kamu melakukan murajaah hafalan, maka perhatikanlah perbedaan tersebut secara berulang-ulang sampai kamu mutqin dalam mengingat perbedaan antara keduanya.
BEBERAPA KAIDAH DAN KETENTUAN DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN:
1- Kamu harus menghafal melalui bantuan seorang guru yang bisa membenarkan bacaanmu jika salah.
2- Hafalkanlah 2 halaman setiap hari: 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib. Dengan metode seperti ini (insya Allah) kamu akan bisa menghafal Al-Qur`an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun. Tetapi jika kamu memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka kemampuan menghafalmu akan melemah.
3- Menghafallah mulai dari surat an-nas hingga surat al-baqarah karena hal itu lebih mudah. Tapi setelah kamu menghafal Al-Qur`an maka urutan meraja’ahmu dimulai dari Al-Baqarah sampai An-Nas.
4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf saja (baik dalam cetakan maupun bentuknya), karena hal itu sangat membantu dalam menguatkan hafalan dan agar lebih cepat mengingat letak-letak ayatnya, ayat apa yang ada di akhir halaman ini dan ayat apa yang ada di awal halaman sebelahnya.
5- Setiap orang yang menghafal Al-Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya apa yang telah dia hafal masih mudah hilang, dan masa ini disebut fase at-tajmi’ (pengumpulan hafalan). Karenanya janganlah kamu bersedih karena ada sebagian hafalanmu yang kamu lupa atau kamu banyak keliru dalam hafalan. Ini adalah fase yang sulit sebagai ujian bagimu, dan ini adalah fase rentan yang bisa menjadi pintu masuknya setan untuk menghentikan kamu dari menghafal Al-Qur`an. Tolaklah was-was tersebut dari dalam hatimu dan teruslah menghafal, karena dia (menghafal Al-Qur`an) merupakan perbendaharaan harta yang tidak diberikan kepada sembarang orang.
[Oleh: Asy-Syaikh Dr. Abdul Muhsin Muhammad Al-Qasim, imam dan khathib di Masjid Nabawi]

Sholat di atas Pesawat dan Jarak Safar


Pertanyaan :
Bagaimana cara sholat di atas pesawat ? Berapa jarak safar yang dengannya dibolehkan meng-qashar sholat dan meninggalkan puasa ?
Jawab :
Al-Imam Al-Albani rahimahullah menjawab,
“Safar itu dimulai dari keluarnya seseorang dari negeri/daerahnya, terhitung dari batas daerahnya. Tentang sholat di atas pesawat, orang yang biasa naik pesawat di zaman sekarang ini akan menyaksikan bahwa pesawat memiliki kelebihan dari sisi kenyamanan di mana penumpangnya tidak merasa sedang terbang diantara langit dan bumi.
Beda halnya dengan kapal laut, dimana terkadang memberikan goncangan kepada penumpangnya, lebih besar daripada goncangan pesawat. Karena itu orang yang mengendarai pesawat, bila memang pesawatnya besar, luas dan lapang, ia akan mendapati tempat kosong yang disitu ia bisa berdiri dan duduk saat mengerjakan sholat.
Inilah yang wajib berdasarkan kaidah yang telah lewat penyebutannya : “Bertaqwalah kalian kepada Alloh semampu kalian.”
Termasuk kewajiban yang harus diperhatikan oleh orang yang ingin sholat di atas pesawat adalah memerhatikan pada awal sholatnya dimana arah kiblat, bila memang memungkinkan untuk mengetahuinya, kemudian ia sholat menghadap kiblat tsb. Setelah itu tidak menjadi masalah pesawatnya menghadap ke mana saja, mengarah ke kiri atau kanan. Ia tetap melanjutkan sholatnya sesuai dengan arah awal ia menghadap (walaupun ternyata tidak lagi menghadap kiblat karena arah pesawat telah berubah, pent).
Yang penting, ada dua perkara yang harus diperhatikan oleh penumpang pesawat, penumpang kapal atau penunggang hewan.
Pertama : Bila mampu untuk berdiri dan duduk dalam sholat, hendaklah ia melakukannya. Bila memungkinkan baginya untuk turun dari kendaraannya seperti orang yang mengendarai mobil, hendaknya ia turun dan sholat sebagaimana biasanya.
Kedua : Ia memulai sholatnya diatas kendaraan yang ditumpanginya dengan menghadap kiblat, setelah itu tidak menjadi masalah bila mobil, pesawat atau kapal yang ditumpanginya, ataupun hewan (yang ditungganginya) itu bergerak sehingga arah kiblat berpindah. Kecuali bila memungkinkan baginya untuk turun dari kendaraannya, maka ia sholat seperti biasanya.
Tentang safar, tidak ada batasan jarak tertentu dengan ukuran kilometer atau marahil. Karena ketika Alloh menyebutkan safar dalam Al Qur’an berkaitan dengan qashar sholat ataupun kebolehan berbuka (tidak puasa) di bulan Ramadhan, Alloh menyebutkan safar secara mutlak, tanpa menerapkan batasannya. Bisa kita lihat hal ini dalam firman-Nya :
“Apabila kalian melakukan perjalanan di muka bumi (safar) maka tidak ada dosa atas kalian untuk kalian meng-qashar sholat.” QS. An-Nisaa’ ; 101
Lafadz diatas merupakan ungkapan dari safar, dimana Alloh menyebutkannya secara mutlak (tanpa pembahasan ini dan itu…pent)
Demikian pula dalam firman-Nya :
“Siapa diantara kalian yang sakit atau dalam keadaan safar, maka (ia boleh meninggalkan puasa) dengan menggantinya pada hari-hari yang lain.” QS. Al-Baqarah ; 184
Dengan demikian yang benar dari pendapat yang ada dari kalangan ulama tentang pembatasan jarak safar adalah tidak ada batasannya. Setiap itu disebut safar, menurut kebiasaan (‘urf) dan menurut pengertian syar’i, berarti itulah safar, baik jaraknya jauh ataupun dekat. Perjalanan tsb safar menurut kebiasaan yang dikenali di tengah manusia. Dari sisi syar’i memang orang yang menempuhnya bertujuan untuk safar. Karena terkadang kita dapati ada orang yang menempuh jarak jauh bukan untuk safar, seperti kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah :
“Terkadang seseorang keluar dari negerinya untuk berburu. Lalu ia tidak mendapatkan buruannya hingga ia terus berjalan mencari-cari sampai akhirnya ia tiba di tempat yang sangat jauh. Ternyata di akhir pencariannya ia telah menempuh jarak yang panjang, ratusan kilometer. Kita menganggap orang ini bukanlah musafir, padahal bila orang yang keluar berniat safar dengan jarak yang kurang daripada yang telah ditempuhnya telah teranggap musafir. Tapi pemburu ini keluar dari negerinya bukan bertujuan safar sehingga ia bukanlah musafir. Berarti yang namanya safar harus menuruti ‘urf (adat masyarakat) dan sesuai pengertian syar’i.” [Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal.227]

Metodologi dalam Menuntut Ilmu

Syaikh Al Utsaimin rahimahullah ditanya : Bagaimana metodologi atau panduan ringkas dalam menuntut ilmu ? Jazakallohu khoiron.

Beliau rahimahullah menjawab :
Metodologi menuntut ilmu secara ringkas (dapat) disarikan pada point-point berikut ini ,

Pertama : Curahkanlah kesungguhan dalam menghafalkan Al Qur’an, tentukanlah jumlah tertentu pada tiap harinya, engkau terus kontinyu dalam membacanya dan hendaklah Al Qur’an yang engkau baca itu diresapi dan dipahami. Apabila engkau menemui suatu faedah maka catatlah.

Kedua : Curahkanlah kesungguhan dalam menghafal hadits-hadits shohih Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam yang relatif ringan, diantaranya adalah kitab Umdatul Ahkam.

Ketiga : Curahkanlah kesungguhan dalam memfokuskan dirimu dan selalu konsisten, sebab engkau tidak bisa menyerap ilmu dengan cara mengambil sedikit dari sini dan sedikit dari sana, karena hal ini akan menyia-nyiakan waktu dan mengganggu konsentrasimu.

Keempat : Awalilah dengan kitab-kitab kecil dan perhatikanlah dengan baik, setelah itu beralihlah pada kitab-kitab yang berada diatasnya (lebih berat) sehingga engkau dapat menimba ilmu sedikit demi sedikit dengan cara yang dapat meresap kuat ke dalam lubuk hatimu dan jiwamu pun merasa tentram dengannya.

Kelima : Bersungguh-sungguhlah dalam mengenali prinsip dasar masalah serta kaidah-kaidahnya, kemudian catatlah segala sesuatu yang sampai kepadamu melalui jalan ini. Telah diungkapkan : “Barangsiapa terhalang mendapatkan ilmu ushul maka terhalanglah dia untuk sampai pada tujuan.”

Keenam : Berdiskusilah tentang berbagai masalah dengan Syaikhmu atau dengan teman-temanmu yang engkau percayai dari segi keilmuan dan kualitas agamanya.
Apabila proses diskusi tidak bisa dilakukan dengan orang-orang tersebut maka lakukanlah diskusi walaupun hanya dengan menghadirkan dalam benakmu bahwa seseorang berdiskusi denganmu dalam masalah itu.


-dinukil dari KITABUL ‘ILMI karya Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin ; edisi terjemah “Tuntunan Ulama Salaf dalam Menuntut Ilmu Syar’i” terbitan Pustaka Sumayyah-


sumber: http://ummfulanah.wordpress.com/2009/07/06/metodologi-dalam-menuntut-ilmu/

Musik, Perangkap Setan


Penulis: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah

Peperangan demi peperangan yang dikobarkan musuh-musuh Islam, dari zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, perang salib, Bosnia-Herzegovina, hingga yang berskala besar maupun kecil, terbukti menjadi senjata yang “kurang efektif” untuk membasmi umat Islam. Maka ditempuhlah berbagai cara untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Salah satunya lewat musik. 

Perangkap-perangkap setan untuk menjauhkan manusia dari jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala kian menjamur. Perangkap yang demikian lihai dan sistematis sehingga tidak sedikit dari kaum muslimin, terkhusus generasi mudanya, terperangkap di dalamnya. Seiring dengan itu, kelihaiannya telah meninabobokkan mereka dalam kemaksiatan, merusak akal mereka sehingga tidak bisa lagi dipergunakan sebagaimana mestinya, membungkam mulut mereka sehingga tidak lagi menyuarakan yang haq dan mengingkari yang batil. Perangkap yang telah mematikan ilmu mereka dan merusak perilaku mereka. 

Siapa yang tidak tertipu dengan perangkap tersebut, jika luarnya penuh taburan bau semerbak, hamparan permadani emas dan perak, minuman yang menghilangkan dahaga, makanan yang berwarna-warni memikat dan segala kebutuhan syahwat terlihat. Siapa yang akan membayangkan jika di belakang semua ini ada jeratan perangkap yang membinasakan. Itulah kamuflase kehidupan yang dirancang Iblis dan bala tentaranya serta fatamorgana perjalanan hidup yang bersifat sementara. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memperingatkan:

وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah: 168-169)

Perangkap Syahwat
------------------------
Dari sekian perangkap Iblis yang telah melalaikan dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menghancurkan perilaku kaum muda-mudi, bahkan anak-anak dan orang tua, menyebabkan lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hari akhir, adalah musik serta segala bentuk nyanyian. Bagaimana pendapat anda yang beriman, jika musik dan nyanyian itu sendiri telah melalaikan dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, ditambah dengan wanita telanjang atau setengah telanjang, berhias dengan perhiasan jahiliah menari kesetanan di hadapanmu? 

Apakah setelah ini ada orang beriman yang menghalalkan musik dan nyanyian, membolehkan wanita berdendang di hadapan lawan jenis, menghalalkan campur baur lawan jenis, membolehkan mendengar musik? Jika ada yang membolehkan, maka ketahuilah orang terebut telah masuk perangkap setan dan jeratannya. Tinggalkanlah dia. Selamatkanlah agama dan aqidahmu dari bahaya setan yang berujud manusia. 

Perangkap Syubhat 
-----------------------
Perangkap setan tidak terbatas pada lingkup membangkitkan syahwat birahi dalam menentang syariat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Banyak perangkap lain yang telah dipersiapkan untuk menyesatkan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala dari jalan kebenaran. Bila perangkap syahwat menurutnya tidak membuahkan hasil karena orang yang akan dijebaknya memiliki ilmu, dia akan beralih kepada cara yang lain. Yaitu, merusak ilmunya dengan berbagai manuver pembiasan dan pengkaburan terhadap kebenaran yang telah diketahuinya. Itulah perangkap syubhat. Selamatlah orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sehingga tidak terperangkap dan terjerat di dalamnya.

Dua bentuk perangkap syubhat yang dilakoni setan dalam menjerat mangsanya:

Pertama: Mengaburkan kebenaran sehingga menjadi sesuatu yang samar atau menjadi sebuah kebatilan, dan 

Kedua: Mengokohkan kebatilan dengan berbagai penipuan sehingga menjadi agama yang dianut.

Dua hal ini telah Allah Subhanahu wa Ta'ala peringatkan kaum mukminin darinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga mengancam para pelakunya dalam firman-Nya:

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Baqarah: 42)

Berbagai simbol dan slogan kesesatan yang mengguncangkan aqidah dan meresahkan kaum muslimin kian menyeruak. Tumbuh berkembang bagaikan jamur di musim penghujan, tumbang satu akan bangkit seribu kesesatan setelahnya.

Bisikan Setan
----------------
“Tinggalkan Al-Qur`an. Mari menuju musik dan nyanyian, menari, berdansa dan berhura-hura. Riang gembira bersama lantunan musik dan nyanyian biduanita. Menangislah. Bersedihlah. Basahi mulut dengan nyanyian, guyur pipi dengan hujan tangisan. Apakah anda akan meninggalkan kenikmatan yang jelas-jelas di hadapan anda?” 
Dengan celotehan ini, tanpa musik semangat beraktivitas menurun dan melemah. Sementara dengan musik justru akan menambah gairah dan semangat dalam semua pekerjaan. 

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan: “Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan tentang Rasul dan Nabi-Nya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa dia berkata:
وَقَالَ الرَّسُولُ يَارَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْءَانَ مَهْجُورًا
“Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (Al-Furqan: 30)

Ucapan ini terkait dengan kaum musyrikin yang tidak mau mendengar Al-Qur`an dan mengkajinya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لاَ تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْءَانِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur`an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka’.” (Fushshilat: 26)

Apabila Al-Qur`an dibacakan atas orang-orang kafir, mereka ribut dan berbincang-bincang sehingga mereka tidak mendengarnya. Sikap seperti ini termasuk perbuatan meninggalkan Al-Qur`an. Tidak mengimani dan membenarkannya termasuk perbuatan meninggalkan Al-Qur`an. Tidak menggali dan memahaminya termasuk perbuatan meninggalkannya. Tidak mengamalkan dan melaksanakan perintah-perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangannya termasuk perbuatan meninggalkannya. Berpaling darinya dan cenderung kepada perkara selainnya seperti syair, ucapan, nyanyian, perkara yang sia-sia, berbagai perkataan, (menempuh) jalan yang tidak diambil dari Al-Qur`an, semuanya termasuk sikap meninggalkan Al-Qur`an. Kita meminta kepada Allah yang Maha Mulia, Maha Pemberi dan Berkuasa (untuk berbuat) atas segala yang dikehendaki-Nya agar Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkan kita dari segala yang dibenci-Nya dan membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya. Yaitu menjaga kitab-Nya, memahaminya dan mengamalkan kandungannya di malam dan siang hari, sesuai dengan jalan yang dicintai dan diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan dan Maha Pemberi. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/317)

Al-Qur`an dan Aqidah, Menenteramkan Hati
-----------------------------------------------------
Tidak diragukan lagi oleh setiap mukmin akan kedudukan aqidah dan Al-Qur`an dalam hati orang-orang yang beriman. Al-Qur`an menentramkan, menyejukkan, menyamankan, menyehatkan, membimbing serta berbagai macam kebaikan lainnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya). Dan hanya kepada Rabb merekalah mereka bertawakal.” (Al-Anfal: 2)

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

“Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal shalih bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Al-Isra`: 9)

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّ خَسَارًا
“Dan kami turunkan dari Al-Qur`an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian.” (Al-Isra`: 82)

وَإِنَّهُ لَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan sesungguhnya Al-Qur`an itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (An-Naml: 77)

Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Apabila anda ingin mengambil manfaat dari Al-Qur`an, himpunlah hati anda ketika membaca dan mendengarkannya. Pasang telinga anda. Hadirkan diri anda seperti hadirnya orang yang diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesungguhnya ucapan itu tertuju kepada anda, yang disampaikan melalui lisan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qaf: 37)

Kesempurnaan pengaruh Al-Qur`an itu didukung adanya pengaruh yang menyampaikan, kesiapan untuk menerima, adanya syarat-syarat terwujudnya pengaruh tersebut, dan hilangnya penghalang-penghalang. (Al-Fawa`id, hal. 9)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu menjelaskan: “Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang bila dibacakan ayat Allah bertambah iman mereka.” Karena mereka memasang pendengaran mereka, menghadirkan hati mereka untuk mentadabburinya. Ketika itulah iman mereka bertambah. Karena mentadabburinya termasuk salah satu amalan hati. Juga karena tadabbur mengharuskan untuk meminta penjelasan atas makna yang tidak mereka ketahui. Atau, mengingat-ingat apa yang mereka lupa. Atau, terwujud dalam hati mereka kecintaan terhadap kebaikan dan besarnya harapan untuk mendapatkan kemuliaan dari Rabb mereka. Atau, muncul rasa takut dari murka-Nya. Atau, muncul sikap menghindar dari berbagai macam kemaksiatan. Semuanya ini adalah hal-hal yang akan menambah iman mereka. (Tafsir As-Sa’di, hal. 277)

Musik dan Nyanyian Menafikan Ketentraman dan Ketenangan yang Hakiki dalam Hati 
------------------------------------------------------------------------------------------

Musik dan nyanyian di masa sekarang ini bagaikan benalu, atau menjadi sahabat karib yang jika berpisah akan mengguncangkan hidup seseorang. Di dalam rumah dengan segala macam aktivitasnya, bila tidak diiringi dengan musik dan berbagai bentuk nyanyian, tak ubahnya ruangan yang hampa bak kuburan yang sunyi dan sepi. Kantor-kantor, toko-toko, kendaraan-kendaraan umum dan pribadi, lapak kaki lima pun tidak ketinggalan. Ironisnya, pondok-pondok pesantren yang katanya tempat menimba ilmu-ilmu agama juga menjadi ajang suara setan tersebut. Lebih aneh lagi, rumah-rumah Allah Subhanahu wa Ta'ala diramaikan dengan keharaman ini. 

Demikianlah bila agama disingkirkan serta kepentingan hawa nafsu dan golongan dikedepankan. Ketenangan bukan lagi bersama Al-Qur`an. Kenyamanan bukan lagi dengan aqidah dan kekhusyukan, bukan lagi di majelis ilmu.

Musik dan Nyanyian Haram Hukumnya
---------------------------------------------

Dalil-dalil yang menjelaskan tentang keharaman musik banyak sekali. Bahkan Ibnul Qayyim rahimahullahu dan lainnya telah mengumpulkannya sampai sepuluh hadits. Di antaranya:

1. Hadits Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu:
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْمَعَازِفَ ... الخ 
“Benar-benar akan ada pada umatku kaum yang menghalalkan zina, sutera, dan musik ….” dst1 

2. Hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ
“Dua suara yang dilaknat di dunia dan di akhirat: seruling ketika mendapatkan kenikmatan dan ratapan (suara jeritan) ketika ditimpa musibah.”2

3. Dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ -أَوْ حُرِّمَ الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, judi, dan suara gendang. Dan segala yang memabukkan adalah haram.”3 

Musik dan Nyanyian adalah “Qur`an“ Setan dan Jeratannya
------------------------------------------------------------------------

Ibnul Qayyim rahimahullahu menjelaskan: “Termasuk tipu daya musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menipu orang-orang yang memiliki sedikit ilmu dan agama, serta dengannya dia menjerat hati-hati orang yang jahil dan ahli kebatilan adalah mendengar siulan, tepuk tangan dan nyanyian-nyanyian dengan alat-alat yang haram. Yang telah memalingkan hati dari Al-Qur`an dan menjadikannya untuk selalu berbuat kefasikan dan perbuatan-perbuatan maksiat. Semuanya merupakan “qur`an” setan dan hijab yang tebal antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Itu merupakan siulan homoseks dan para pezina. Dengannya seorang yang fasik mencapai kenikmatan. Itulah tipu daya setan terhadap jiwa-jiwa yang sesat. 

Setan berusaha memperindah tipu daya tersebut dan menjadikan manusia terlena karenanya. Dengan mudah, setan menebar berbagai macam syubhat yang menyesatkan sehingga jiwa-jiwa tersebut menyambut segala bisikan itu. Dengan tipu daya setan itulah Al-Qur`an ditinggalkan. (Mawaridul Aman Al-Muntaqa min Ighatsatil Lahafan fi Mashayidi Asy-Syaithan, hal. 295)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Luqman: 6)
Lahwal hadits yang dimaksud dalam ayat ini adalah nyanyian dan selainnya. 

Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan: “Ayat ini turun terkait dengan nyanyian dan semisalnya.” 

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu ditanya tentang ayat ini, beliau berkata: “Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain-Nya.” Beliau mengulanginya tiga kali.
Ikrimah rahimahullahu dalam riwayat Syu’aib bin Yasar berkata: “Itu adalah nyanyian. Begitu juga pendapat Al-Imam Mujahid t.” (Tahrim Alat Ath-Tharb, karya Al-Imam Al-Albani, hal. 142)

Musik dan Nyanyian adalah Syi’ar Pezina, Pemabuk, Homoseks dan Orang Fasik
-----------------------------------------------------------------------------------------

Al-Imam Malik rahimahullahu ditanya tentang nyanyian yang biasa dilakukan oleh penduduk Madinah. Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang melakukan hal itu menurut kami adalah orang-orang fasik.”
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Nyanyian adalah perkataan yang sia-sia, menyerupai kebatilan, sesuatu yang bersifat khayalan. Barangsiapa yang sering melakukannya, dia adalah orang yang tolol dan ditolak persaksiannya.”

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menyatakan di dalam kitabnya Raudhatut Thalibin (11/228) pada bagian kedua: “Dan dia menyanyi dengan sebagian alat musik yang merupakan syi’ar para peminum khamr.”

Abu Ishaq rahimahullahu berkata: “Tidak sepantasnya bagi orang yang mencium aroma ilmu untuk tidak mengharamkan musik. Yang paling ringan (hukumnya) adalah bahwa (musik) merupakan syi’ar orang-orang fasik dan pemabuk.”

Abdullah bin Ahmad rahimahullahu berkata: “Aku bertanya kepada ayahku (Al-Imam Ahmad t) tentang nyanyian. Beliau berkata: ‘Nyanyian menumbuhkan kemunafikan di dalam hati dan tidak menyenangkanku’.” (Tahrim Alat Ath-Tharb karya Al-Imam Al-Albani rahimahullahu secara ringkas, hal. 299 dan seterusnya)
Wallahu a’lam bish-shawab.


1 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani. Lihat takhrij haditsnya dalam kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Al-Imam Al-Albani, hal. 38 dan seterusnya.
2 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani. Lihat takhrij haditsnya dalam kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Al-Imam Albani, hal. 51 dan seterusnya.
3 Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani. Lihat takhrij haditsnya dalam kitab Tahrim Alat Ath-Tharb karya Al-Imam Al-Albani, hal. 55 dan seterusnya.
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=659
thank you