Kamis, 26 Agustus 2010

Ilmu Menumbuhkan Sifat Tawadhu


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya.
Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya.
Setiap kali bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya.
Setiap kali bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama.
Dan setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat pula dia dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan mereka, serta bersikap rendah hati kepada mereka..”
Beliau melanjutkan,
“Dan tanda kebinasaan yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya.
Dan setiap kali bertambah amalnya maka bertambahlah keangkuhannya, dia semakin meremehkan manusia dan terlalu bersangka baik kepada dirinya sendiri.
Semakin bertambah umurnya maka bertambahlah ketamakannya.
Setiap kali bertambah banyak hartanya maka dia semakin pelit dan tidak mau membantu sesama.
Dan setiap kali meningkat kedudukan dan derajatnya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakan dirinya.
Ini semua adalah ujian dan cobaan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya.
Sehingga.. 
akan berbahagialah sebagian kelompok, dan sebagian kelompok yang lain akan binasa.
Begitu pula halnya dengan kemuliaan-kemuliaan yang ada seperti kekuasaan, pemerintahan, dan harta benda..
Allah ta’ala menceritakan ucapan Sulaiman tatkala melihat singgasana Ratu Balqis sudah berada di sisinya (yang artinya),
“Ini adalah karunia dari Rabb-ku untuk menguji diriku. Apakah aku bisa bersyukur ataukah justru kufur.” (QS. An Naml : 40).”
Kembali beliau memaparkan,
“Maka pada hakekatnya berbagai kenikmatan itu adalah cobaan dan ujian dari Allah yang dengan hal itu akan tampak bukti syukur orang yang pandai berterima kasih dengan bukti kekufuran dari orang yang suka mengingkari nikmat.
Sebagaimana halnya berbagai bentuk musibah juga menjadi cobaan yang ditimpakan dari-Nya Yang Maha Suci.
Itu artinya Allah menguji dengan berbagai bentuk kenikmatan, sebagaimana Allah juga menguji manusia dengan berbagai musibah yang menimpanya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya dengan memuliakan kedudukannya dan mencurahkan nikmat (dunia) kepadanya maka dia pun mengatakan, ‘Rabbku telah memuliakan diriku.’ Dan apabila Rabbnya mengujinya dengan menyempitkan rezkinya ia pun berkata, ‘Rabbku telah menghinakan aku.’ Sekali-kali bukanlah demikian…” (QS. Al Fajr : 15-17).
Artinya tidaklah setiap orang yang Aku lapangkan (rezkinya) dan Aku muliakan kedudukan (dunia)-nya serta Kucurahkan nikmat (duniawi) kepadanya adalah pasti orang yang Aku muliakan di sisi-Ku.
Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezkinya dan Aku timpakan musibah kepadanya itu berarti Aku menghinakan dirinya.” (Al Fawa’id, hal. 149).
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel muslim.or.id

Untukmu Wahai Wanita...

Wahai wanita yang dulu dikenal kemuliaannya
Sedangkan sekarang mereka menginginkanya jadi bahan mainan dan senda gurau
Tidaklah sama antara orang yang dibimbing oleh Rosululloh shollallohu’ alayhi wa sallam dengan orang yang mengikuti jejak Abu Jahal

Tidaklah sama antara wanita yang menjadikan ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anhu sebagai suri tauladannya dengan yang mengikuti langkah si pembawa kayu bakar (istri Abu Lahab)

Sesungguhnya malu adalah sebagian dari iman
Maka jadikanlah ia hiasanmu wahai saudariku dan harapkanlah pahala karenanya

Jangan kau pedulikan apa yang mereka lontarkan dari berbagai kerancuan
Karena engkau punya akal yang menunjukimu

Berpeganglah dengan bikhul tali keimanan
Jagalah wibawamu dan jauhilah para pengajak kesesatan dan tinggalakan mereka

Kenistaan merupakan penyakit yang bahayanya akan menular seperti penyakit kudis

Jagaalah rasa malumu sebagaimana engkau menjaga kehormatanmu dan jangan lemah
Bersabar dan tabahlah untuk menggapai keridhoan ALLoh subhaana wa ta’aLa

Betapa buruknya seorang gadis yang tidak punya rasa malu
Sekalipun ia memakai perhiasan emas dan permata

Jilbab yang kita inginkan adalah kehormatan
Bagi setiap wanita yang tidak ingin dicela dan dihina

Jika iblis merayumu untuk berbuat maksiat
Maka binasakan dia dengan membaca istighfar

Juga dengan sholat di pagi hari dengan penuh kekhusyu’an
Bersujud untuk mengakui dosa-dosa dan mendekatkan diri pada ALLoh ‘azza wa jaLLa

Tidak beguna kecantikan dan kecerdasan seorang gadis
Jika tidak dipergunakan di jalan kebaikan

Kacantikannya hanya sebatas miliknya
Akan tetapi yang bermanfaat bagi manusia adalah kehormatan dan kesholihannya


...Dikutip dari buku “Wahai Saudari Muslimah PAKAILAH JILBABMU, Karya Abdullah bin Abdurrahman Al-Duwaisy (Hakim di Mahkamah Bagian di Riyadh), Hal 10 – 11...

BOLEHKAH MEMBAYAR ZAKAT FITHRAH DENGAN UANG?

Berikut kami sampaikan fatwa Syaikh ‘Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz selaku Ketua Umum Dewan Pengurus Riset Ilmiah, Fatwa, Dakwah dan Pembimbingan Kerajaan Saudi Arabia (Ro’is Al ‘Aam Li-idarot Al Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’ wad Da’wah wal Irsyad) mengenai Zakat Fithri dengan uang. Semoga bermanfaat.

Alhamdulillahi robbil ‘alamin wa shollallahu wa sallam ‘ala ‘abdihi wa rosulihi Muhammad wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in

Wa ba’du : Beberapa saudara kami pernah menanyakan kepada kami mengenai hukum membayar zakat fithri dengan uang.

Jawaban :


Tidak ragu lagi bagi setiap muslim yang diberi pengetahuan bahwa rukun Islam yang paling penting dari agama yang hanif (lurus) ini adalah syahadat ‘Laa ilaha illallah wa anna Muhammadar Rasulullah’. Konsekuensi dari syahadat laa ilaha illallah ini adalah seseorang harus menyembah Allah semata. Konsekuensi dari syahadat ‘Muhammad adalah Rasul-Nya’ yaitu seseorang hendaklah menyembah Allah hanya dengan menggunakan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Telah kita ketahui bersama) bahwa zakat fithri adalah ibadah berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Dan hukum asal ibadah adalah tauqifi (harus berlandaskan dalil). Oleh karena itu, setiap orang hanya dibolehkan melaksanakan suatu ibadah dengan menggunakan syari’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah telah mengatakan mengenai Nabi-Nya ini,

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Dalam riwayat Muslim, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan mengenai penunaian zakat fithri –sebagaimana terdapat dalam hadits yang shohih- yaitu ditunaikan dengan 1 sho’ bahan makanan, kurma, gandum, kismis, atau keju. Bukhari dan Muslim –rahimahumallah- meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar –radhiyallahu ‘anhuma-, beliau berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri berupa satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat ini sebelum orang-orang berangkat menunaikan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari no. 1503).

Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’ gandum atau 1 sho’ kismis.” (HR. Bukhari no. 1437 dan Muslim no. 985)
Dalam riwayat lain dari Bukhari no. 1506 dan Muslim no. 985 disebutkan,

أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ

“Atau 1 sho’ keju.”

Inilah hadits yang disepakati keshohihannya dan beginilah sunnah (ajaran) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menunaikan zakat fithri. Telah kita ketahui pula bahwa ketika pensyari’atan dan dikeluarkannya zakat fithri ini sudah ada mata uang dinar dan dirham di tengah kaum muslimin –khususnya penduduk Madinah (tempat domisili Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen)-. Namun, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan kedua mata uang ini dalam zakat fithri. Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al Ahzab : 21)

Allah Ta’ala juga berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah [9] : 100)

Dari penjelasan kami di atas, maka jelaslah bagi orang yang mengenal kebenaran bahwa menunaikan zakat fithri dengan uang tidak diperbolehkan dan tidak sah karena hal ini telah menyelisihi berbagai dalil yang telah kami sebutkan. Aku memohon kepada Allah agar memberi taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin untuk memahami agamanya, agar tetap teguh dalam agama ini, dan waspada terhadap berbagai perkara yang menyelisihi syari’at Islam. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. (Sumber: Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/208-211)

Peringatan:

Melalui penjelasan di atas kami rasa sudah cukup jelas bahwa pembayaran zakat fithri dengan uang tidaklah tepat. Inilah pendapat mayoritas ulama termasuk madzhab Syafi’iyah yang dianut oleh kaum muslimin Indonesia. An Nawawi mengatakan, “Mayoritas pakar fikih tidak membolehkan membayar zakat fithri dengan qimah (dicocokkan dengan harganya), yang membolehkan hal ini hanyalah Abu Hanifah.” (Syarh Muslim, 3/417). Namun, sayangnya kaum muslimin Indonesia yang mengaku bermadzhab Syafi’i menyelisihi imam mereka dalam masalah ini. Malah dalam zakat fithri, mereka manut madzhab Abu Hanifah. Ternyata dalam masalah ini, kaum muslimin Indonesia tidaklah konsisten dalam bermadzhab.

Kami hanya bisa menghimbau kepada saudara-saudara kami selaku Badan Pengurus Zakat agar betul-betul memperhatikan hal ini. Tidakkah kita merindukan syi’ar Islam mengenai zakat ini nampak? Dahulu, di malam hari Idul Fithri, banyak kaum muslimin berbondong-bondong datang ke masjid-masjid dengan menggotong beras. Namun, syiar ini sudah hilang karena tergantikan dengan uang.

Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memudahkan mereka mengikuti syari’at-Nya. (Perkataan Nabi Syu’aib) : ‘Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.’

Baca panduan zakat fithri secara lebih lengkap .di sini


***

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/08/bolehkah-membayar-zakat-fitrah-dengan.html

Pacaran Terselubung Via Chatting dan HP


Tanya: Aku adalah seorang pemuda. Aku punya hobi main internet dan ngobrol (chatting). Aku hampir tidak pernah chatting dengan cewek. Jika terpaksa aku chatting dengan cewek maka aku tidaklah berbicara kecuali dalam hal yang baik-baik.
Kurang dari setahun yang lewat ada seorang gadis yang mengajak aku chatting lalu meminta no hp-ku. Aku katakan bahwa aku tidak mau menggunakan hp dan aku tidak ingin membuat Allah murka kepadaku.
Dia lalu mengatakan, “Engkau adalah seorang pemuda yang sopan dan berakhlak mulia. Aku akan bahagia jika kita bisa berkomunikasi secara langsung”. Kukatakan kepadanya, “Maaf aku tidak mau menggunakan HP”. Kemudian dia berkata dengan nada kesal, “Terserah kamulah”.
Selama beberapa bulan kami hanya berhubungan melalui chatting. Suatu ketika dia mengatakan, “Aku ingin no HP-mu”. “Bukankah dulu sudah pernah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak mau menggunakan HP”, jawabku. Dia lalu berjanji tidak akan menghubungiku kecuali ada hal yang mendesak. Kalau demikian aku sepakat.
Setelah itu selama tiga bulan dia tidak pernah menghubungiku. Akupun berdoa agar Allah menjadikannya bersama hamba-hambaNya yang shalih.
Tak lama setelah itu ada seorang gadis kurang lebih berusia 16 tahun yang berakhlak dan sangat sopan menghubungi no HP-ku. Dia berkata dalam telepon, “Apa benar engkau bernama A?”. “Benar, apa yang bisa kubantu”, tanyaku. Dia mengatakan, “Fulanah, yaitu gadis yang telah kukenal via chatting, berkirim salam untukmu”. “Salam kembali untuknya. Mengapa tidak dia sendiri yang menghubungiku?”, tanyaku. “Telepon rumahnya diawasi dengan ketat oleh orang tuanya”, jawabnya.
Setelah orang tuanya kembali memberi kelonggaran, dia kembali menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Jangan sering telepon” namun dia selalu saja menghubungiku. Akan tetapi pembicaraan kami sebatas hal-hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk melaksanakan shalat, puasa dan shalat malam.
Setelah beberapa waktu lamanya, dia berterus terang kalau dia jatuh cinta kepadaku dan aku sendiri juga sangat mencintainya. Aku juga berharap bisa menikahinya sesuai dengan ajaran Allah dan rasul-Nya karena dia adalah seorang gadis yang berakhlak, beradab dan taat beragama setelah aku tahu secara pasti bahwa aku adalah orang yang pertama kali melamarnya via telepon.
Akan tetapi empat bulan yang lewat, ayahnya memaksanya untuk menikah dengan saudara sepupunya sendiri karena ayahnya marah dengannya. Inilah awal masalah. Aku mulai sulit tidur. Kukatakan kepadanya, “Serahkan urusan kita kepada Allah. Kita tidak boleh menentang takdir”. Namun dia meski sudah menikah tetap saja menghubungiku. Kukatakan kepadanya, “Haram bagimu untuk menghubungiku karena engkau sudah menjadi istri seseorang”.
Yang jadi permasalahan, bolehkah dia menghubungiku via HP sedangkan dia telah menjadi istri seseorang? Allah lah yang menjadi saksi bahwa pembicaraanku dengannya sebatas hal yang baik-baik. Kami saling mengingatkan untuk menambah ketaatan terlebih lagi ayahnya memaksanya untuk menikah dengan dengan lelaki yang tidak dia cintai.
Jawab:
Saling menelepon antar lawan jenis itu 
tidaklah diperbolehkan secara mutlak baik pihak perempuan sudah bersuami ataukah belum. Bahkan ini adalah tipu daya Iblis.
Kau katakan bahwa tidak ada hubungan antaramu dengan dia selain saling menasehati dan mengajak untuk melakukan amal shalih. Perhatikan bagaimana masalah cinta dan yang lainnya menyusup melalui hal ini. Bukankah engkau tadi mengatakan bahwa engkau mencintainya dan diapun mencintaimu sedangkan katamu topik pembicaraanmu hanya seputar amal shalih? Kami tahu sendiri beberapa pemuda yang semula sangat taat beragama berubah menjadi menyimpang gara-gara hal ini.
Wahai saudaraku bertakwalah kepada Allah. Jauhilah hal ini. Cara-cara seperti ini lebih berbahaya dari pada cara-cara orang fasik yang secara terang-terangan ngobrol dengan perempuan dengan tujuan-tujuan yang tidak terpuji. Mereka sadar bahwa yang mereka lakukan adalah sebuah maksiat. Sadar bahwa suatu hal itu adalah keliru merupakan awal langkah untuk memperbaiki diri.
Sedangkan dirimu tidak demikian bahkan boleh jadi engkau menganggapnya sebagai sebuah ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah kutinggalkan suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki melebihi wanita” (HR Bukhari no 4808 dan Muslim no 2740 dari Usamah bin Zaid).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ
“Sesungguhnya awal kebinasaan Bani Israil adalah disebabkan masalah wanita” (HR Muslim no 7124 dari Abu Said al Khudri).
Perempuan yang mengajakmu ngobrol dengan berbagai obrolan ini padahal tidak ada hubungan kekerabatan antara dirimu dengannya adalah suatu yang haram. Hati-hatilah dengan cara-cara semisal ini. Moga Allah menjadikanmu sebagai salah seorang hambaNya yang shalih.
Tanya: Andai jawaban untuk pertanyaan di atas adalah tidak boleh apakah boleh dia mengajak aku ngobrol via chatting?
Jawab:
Wahai saudaraku, hal ini tidaklah dibolehkan. Hubunganmu dengannya semula adalah chatting lalu berkembang menjadi komunikasi langsung via telepon dan ujung-ujungnya adalah ungkapan cinta. Apakah hanya akan berhenti di sini?
Semua hal ini adalah trik-trik Iblis untuk menjerumuskan kaum muslimin dalam hal-hal yang haram. Bersyukurlah kepada Allah karena Dia masih menyelamatkanmu. Bertakwalah kepada Allah, jangan ulangi lagi baik dengan perempuan tersebut ataupun dengan yang lain.
Tanya: Apa hukum seorang laki-laki yang chatting dengan seorang perempuan via internet dan yang dibicarakan adalah hal yang baik-baik?Jawab:
Tidak ada seorangpun yang bisa mengeluarkan fatwa yang bersifat umum untuk permasalahan semisal ini karena ada banyak hal yang harus dipertimbangkan masak-masak. Fatwa yang bisa saya sampaikan kepadamu adalah obrolan dengan lawan jenis yang semisal kau lakukan adalah tidak diperbolehkan. Bukti nyata untuk hal ini adalah apa yang kau ceritakan sendiri bahwa hubunganmu dengan perempuan tersebut terus berkembang ke arah yang terlarang.
[Disarikan dari Majmu Fatawa al Adab karya Nashir bin Hamd al Fahd].

Saudaraku .. Kembalilah!!


Saudaraku ..
Tulisan ini kutujukan kepadamu, ya .. kepadamu yang mengharapkan Ridho Allah dan kenikmatan yang kekal di sisiNya, serta takut kepada siksa dan azab yang Allah Ta’ala siapkan untuk orang-orang yang bermaksiat dan kafir.
Kepadamu saudaraku, yang pernah merasakan manisnya keimanan dan nikmatnya berjalan di atas jalan yang lurus serta indahnya mendekatkan diri kepada Allah.
Kepadamu saudaraku, yang dulu bersemangat dan berpacu menuntut ilmu serta mengajak kepada kebaikan.
Kepadamu saudaraku yang dulu sering kulihat berzikir, membaca dan menghapalkan Al Qur’an.
Apa yang terjadi pada dirimu? Kenapa engkau kini mulai menjauh dari teman-temanmu yang rajin sholat berjama’ah, cinta kepada ilmu agama, gemar mempelajari Al Qur’an dan Hadits serta membaca buku-buku yang bermanfaat?
Kenapa aku melihat semangatmu memudar, penampilanmu juga berobah ..tidak lagi seperti dulu yang berusaha mengikuti sunnah-sunnah Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama?
ingatkah engkau, ketika itu engkau berhenti dari tempatmu bekerja, kenapa?!
Ketika itu engkau mengatakan, karena tidak bisa sholat berjama’ah ke mesjid!
Karena engkau takut fitnah syahwat yang slalu menggoda!
Karena engkau ingin meninggalkan nyanyian dan menggantikannya dengan mendengarkan Al Qur’an!
Karena engkau ingin menjaga ‘iffah dirimu!
Karena engkau ingin menjaga Dinmu!!
Saudaraku .. kenapa aku lihat syahwat mulai mengalahkanmu, hasrat pun membelenggumu..wajahmu tidak pernah lagi kulihat di majelis-majelis ilmu!
Apakah engkau telah menyimpulkan bahwa iltizam dan keistiqomahanmu serta keta’atanmu kepada Robbmu selama ini sebuah kesalahan, lalu engkau memilih jalan lain; jalan yang menyimpang, maksiat dan kelalaian – agar engkau bisa sampai ke surga Firdaus?!
Ataukah engkau mengira jalan yang telah engkau tempuh selama ini terasa terlalu panjang dan berat, lalu engkau tidak sabar dan memilih jalan orang-orang lali dan lengah yang diperbudak hawa nafsu mereka, yang keinginan mereka hanyalah sebatas diri mereka sendiri, tidak peduli kepada Dinullah dan Dakwah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.
Ataukah engkau telah melupakan kematian dan sakarat-nya …
Melupakan kuburan dan kegelapannya …
Hari kiamat dan kedahsyatanya …
Neraka dan keras azabnya …
Semoga Allah melindungimu dari itu semua
Dan semoga Allah tidak menjadikanmu termasuk orang-orang yang dikatakanNya,
واتل عليهم نبأ الذي آتيناه آيتنا فانسلخ منها فأتبعه الشيطان فكان من الغاويين
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat.” (Al A’rof : 175)
Kuharap dadamu lapang dan maafkan aku karena kerasnya kata-kataku kepadamu. Akan tetapi kecintaanku kepadamu yang kusimpan di dalam dadaku, dan kekhawatiran su-ul khotimah atas dirimu .. hal itulah yang telah membakar hatiku. Setiap kali aku melihat kondisimu yang membuat gembira musuhmu (Syetan beserta pengikutnya) serta membuat sedih teman-teman dan orang-orang yang mencintaimu.
Saudaraku, akankah engkau kembali sebelum kematian mendatangi?. Kapankah engkau kembali kepada taman keta’atan dan telaga taubat serta istiqomah yang penuh rahmah dan berkah dari Allah??
والذين إذا فعلوا فاحشة أو ظلموا أنفسهم ذكروا الله فاستغفروا لذنوبهم ومن يغفر الذنوب إلا الله ولم يصروا على ما فعلوا وهم يعلمون
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.(Ali Imron : 135)
Tumbuhkanlah harapanmu, bangunlah asamu, sesungguhnya engkau memiliki Robb yang maha luas ampunanNya, membentangkan TanganNya siang dan malam untuk mengampuni orang-orang yang berdosa.
Mohonlah hidayah kepada Allah Ta’ala dengan tulus dari hatimu. Lihatlah Nabimu yang engkau cintai shollallahu ‘alaihi wa sallama meminta hidayah kepada Robbnya, beliau berdo’a,
اللهم إني أسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kekayaan”. (HR. Muslim, At-Tirmidzi dan Al Baihaqy dari Ibnu Mas’ud, dan sanadnya shohih, lihat, Shohih Al Jami’ no. 1275)
Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallama mengajarkan itu sebagaimana beliau mengajarkan cucunya Al Hasan bin Ali rodhiyallahu ‘anhuma agar di dalam qunut mengucapkan,  “Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang engkau tunjuki”. (HR. Abu Dawud, An Nasa-I dan lain-lainnya, dari Abul Hawro’, dan sanadnya shohih, lihat : Misykatul Mashobiih no. 1273)
Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama juga berlindung kepada Allah dari kesesatan setelah petunjuk,
اللهم إني أعوذ بعزتك أن تضلني لا إله إلا أنت
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan kemuliaanMu dari Engkau sesatkan, tidak ada Ilah yang diibadati dengan hak melainkan Engkau”. (Muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu Abbas)
Dalam do’a safar beliau mengucapkan,
وأعوذ بك من الحور بعد الكور
“Dan aku berlindung kepadaMu dari Al Haur setelah Al Kaur ”. (HR. Muslim)
Maksud Al Haur setelah Al Kaur yaitu; kerusakan setelah kebaikan, kesesatan setelah petunjuk.
Akuilah dosamu ..  tangisilah kesalahan dan kelalaianmu. Mintalah kepada Allah, agar Ia tidak menghinakanmu di hari pembalasan, serta agar Ia memutihkan wajahmu ketika dihitamkan wajah-wajah pelaku maksiat dan orang-orang kafir.
Mulailah lembaran baru yang putih bersama Allah Ta’ala dengan keta’atan dan taubat nashuhah.
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al Kahfi : 28)
Palingkanlah wajahmu dari teman-teman yang tidak baik, dari orang-orang yang tidak peduli apakah engkau nanti di sorga atau di neraka. Bahkan lebih dari itu, kelak mereka di hari kiamat meminta kepada Allah Ta’ala supaya Allah menambahkan azab yang berlipat untuk  teman-teman mereka.
قالوا ربنا من قدم لنا هذا فزده عذابا ضعفا في النار
“mereka berkata (lagi): “Ya Tuhan kami; barang siapa yang menjerumuskan Kami ke dalam azab ini Maka tambahkanlah azab kepadanya dengan berlipat ganda di dalam neraka”. (Shod : 61)
Bersihkan dari dirimu debu-debu dosa dan kelengahan. Bergabunglah dengan kafilah yang berjalan menuju Allah Ta’ala.
Kembalilah saudaraku ..kepada Allah Ta’ala, agar engkau kembali menjadi telaga kebaikan yang selalu mengalirkan manfaat untuk umatmu.
Saudaraku, berikut ini sebagian kiat dan asbab yang akan membantumu untuk tetap teguh dan istiqomah dengan izin Allah Ta’ala :
  1. Do’a yang tulus, berdo’alah,
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
“Hai Yang Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas din-Mu”.
  1. Carilah teman yang baik dan sholeh, yang akan membantumu untuk ta’at kepada Allah.
  2. Jauhkan dirimu dari teman-teman yang tidak baik.
  3. Jagalah Kitabullah, dengan membaca, menghapal dan mempelajari makna-makna serta hokum-hukumnya, ketahuilah Al Qur’an adalah obat hati yang sakit.
  4. Jagalah ibadah-ibadah fardhu dan ibadah-ibadah nafilah yang mengiringinya.
  5. Menuntut ilmu sya’ri dan menghadiri majelis-majelis ilmu.
  6. Takut kepada dosa dan akibatnya, karena dosa adalah penyebab su-ul khotimah.
  7. Membaca buku-buku yang bermanfa’at, mengikuti daurah-daurah ilmiyah dan dakwiyah.
  8. Ghoddul Bashor, percayalah dengan ghoddul bashor hatimu akan lebih tenang dan terasa manisnya keimanan.
10.  Ingatlah permusuhan syetan terhadapmu dalam setiap detik. Dan bahwasanya ia senantiasa mengintai kelengahanmu serta menggunakannya untuk menyeretmu menjadi temannya di neraka kelak.
Terakhir saudaraku, kalimat-kalimat ini mungkin keras dan tajam, akan tetapi ia memancar dari cinta yang tulus, hatiku lebih dahulu mengatakannya sebelum penaku menorehkannya, karena kasihan kepadamu saudaraku tercinta. Tidak ada yang kuinginkan melainkan kebaikan untukmu. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan rahmatNya untuk kita …
Dan sampai bertemu di atas jalan kebaikan dengan izin Allah Ta’ala, semoga Allah menjagamu saudaraku.

thank you