Sabtu, 30 Oktober 2010

Taman Orang-orang Jatuh Cinta



Kubisikan padamu:



"...taukah engkau ttg cinta lama??



Ia bagaikan secercah cahaya yang diam terpaku di sudut ruang hati..

Ia menggema namun tanpa suara..

Lama tertidur oleh waktu..



Namun trkdang tiba-tiba terbangun lalu segar bersemi disapa kenangan lalu.. Ia pun menari dan berdendang menyapa lembutnya jiwa..



Orang-orang di zaman ini menyebutnya Cinta Lama Bersemi Kembali..





kawanku yang mulia,

Ketika ia mendatangimu,kuharap


 ia brsemi indah di taman pernikahan, tamannya orang-orang jatuh cinta.


Di taman inilah orang-orang beriman menumpahkan cinta sejati yang terajut dalam ikatan suci.


Bagi engkau yang telah mendahului kami di taman ini maka berbahagialah dan kuucapkan selamat mengayuh biduk rumah tangga..




Wahai kawan yang belum mampu masuki taman.
Janganlah engkau menabung dosa cinta.
Bersabarlah dengan kesabaran yang menyemburatkan pesona keimanan..


salam istiqamah. ."
(fachri)


http://raudhatul-muhibbin.blogspot.com/2010/10/taman-orang-orang-jatuh-cinta.html

Catatan Akhir Pekan (Part 1) Mereka di Hari Esok ::.

Langit kota kami saat ini masih gelap akibat hujan dan sepertinya mulai mereda beberapa menit tadi sebelum adzan subuh berkumandang. Menyusuri jalan menuju masjid Aisyah, kami disambut gerimis dan pemandangan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Dedaunan pohon-pohon flamboyan yang berjejeran terlihat melebat dan besar kemungkinan beberapa hari lagi bunga-bunganya yang indah nan merah bergaya akan bersemi. Ketika melewatinya, tetesan-tetesan air hujan yang tertahan di daunnya, dan tercampur embun, sedikit membasahi pakaian kami.

Melangkah beberapa meter ke arah gerbang masjid, mulai terdengar bacaan Al-qur’an para jama’ah shalat subuh yang sedang menanti kedatangan imam sholat. Dan secara perlahan, suara-suara itu mulai terdengar sedikit lebih keras ketika kami memasuki pintu bagian kiri masjid. Masjid Aisyah inilah yang sering kami selipkan dalam catatan-catatan kami sebelumnya, sebuah masjid yang didesain dengan gaya khas timur tengah. Ah, tidak. Lain kali saja kami ceritakan anda tentang masjid ini.


>>Semburat Takwa Kaum Beriman

Sambil menunggu sang imam, seperti yang kami sebutkan, sebagian besar jama’ah shalat subuh tersebut terlihat membaca Al-qur’an. Ada yang menambah hafalannya atau mengulang-ngulang kembali hafalan sebelumnya. Sepertinya, tidak hanya hafalan Al-qur’an namun juga hafalan hadits-hadits.

>>Ada Do’a Orang Mulia. .

Untuk mereka yang menghafal hadits dan menyampaikannya, kami berdo’a kepada Allah agar menjaga mereka dan menganugerahkan mereka kebaikan. Bagaimana tidak, sementara orang termulia dan paling bertakwa di bumi, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah sisipkan do’a teruntuk mereka?

Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana (apa) yang didengarnya. Betapa banyak orang yang menyampaikan lebih paham dari orang yang mendengarnya’.”[1]

Subhanallah, semoga mereka benar-benar mendapat bagian dari do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu.
Kembali ke dalam masjid, sebagian orang mungkin menganggap pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa. Namun jujur kami akui, hal-hal seperti itu begitu mengundang takjub apalagi mereka adalah remaja yang duduk di bangku sekolah, bukan para mahasiswa yang berada pada level pendidikan yang lebih tinggi, bukan pula orang tua yang jiwanya memang memiliki tingkat kesadaran yang apik.


>>Aku Seorang Anak Kecil..

Dahulu umat ini memiliki Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhum. Tahukah anda tentangnya? Seolah-olah memperkenalkan diri di hadapan kita, dia berkata dengan tegas,

Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[2]

Itulah ucapan seorang anak kecil yang jiwanya terpercik sejuknya risalah langit, sebuah risalah yang Allah gerimiskan melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah.


>>Sepercik Mutiara Hikmah..

Menulis catatan ini, sebenarnya ada tema khusus yang hendak kami perbincangkan. Namun ketika mengutip ucapan Samurah bin Jundub (radhiallahu anhum) tersebut, kami menemukan beberapa mutiara hikmah.

Mari kembali merenungi ucapan samurah kecil, “Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[3]

Mudah menebak bahwa ucapan tersebut terlontar dari jiwa-jiwa belia yang semangat menuntut ilmu syar’i. Mereka menyerap risalah langit langsung dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini menjadikan mereka menjelma sebagai punggawa-punggawa yang Allah peruntukkan bagi kemuliaan islam.

Di masjid aisyah, ketika berada dalam majelis ilmu, kami sering berjumpa dengan anak-anak. Sering pula membuat iri. Mereka terlihat serius mendengar pembahasan sebuah kitab yang dikaji sang ustadz padahal tema-tema yang sedang dibicarakan membutuhkan proses berpikir. Tak hanya itu, mereka pula menyediakan alat tulis untuk merekam ilmu dengan tinta-tinta mereka.
Membaca ucapan sahabat Samurah pula, terlihat jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang anak-anak dalam belajar ilmu langsung dari beliau. Sebaliknya, beliau begitu perhatian dengan anak-anak. Beliau mempersiapkan generas-generasi tangguh untuk peradaban islam.

Pernah suatu ketika di ramadhan tahun lalu, kami menghadiri acara buka puasa. Hadir pula anak-anak. Salah satu anak yang masih begitu mulia, sebelum berbuka, membacakan kami salah satu hadits yang dihafalnya. Tak hanya itu, walaupun suaranya tak begitu jelas mengucap kata atau kalimat, ia membacakan kami salah satu surat yang ada di juz 29 atau juz lain namun bukan surat-surat di juz 30. Ia pula menghafal do’a-do’a nabawi. Sang ayah mengakui, si anak di rumah sering mendengar dan menemani sang ibu mengulang-ngulang hafalan Al-qur’annya.

Segala puji bagi Allah, sungguh, segala  puji bagi-Nya. Begitu penting pendidikan bagi sosok belia itu. Hari ini, anak-anak adalah biji ajaib. Lusa, mereka akan indah bertunas. Kelak, mereka adalah pohon kemuliaan islam yang akarnya menghujam jauh ke dalam bumi, dan buahnya akan dinikmati generasi-generasi selanjutnya.


Kelak, semoga kami bisa mengikuti para orang tua yang menitipkan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah berbasis keagamaan. Di sekolah model tersebut, anak-anak mendapat pelajaran-pelajaran yang memang menjadi cabang ilmu agama, seperti Bahasa Arab, Fiqh, Hadits, Al-Qur’an, Aqidah, Adan dan Akhlak, Sejarah Islam, dan lainnya. kami yakin, ini adalah salah satu senjata ampuh untuk menahan serangan para orientalis dan musuh-musuh luar islam lainnya, termasuk pula “musuh dalam selimut”. Mereka menyerang islam dengan merusak “biji yang sedang bertunas” tadi.

Di sana, kasian anak-anak yang duduk-duduk di jalanan sambil merokok, mendengar musik, membicarakan hal-hal murahan, balapan motor, dan kerjaan lainnya yang benar-benar jauh dari kesahajaan. Bahkan, kami ketahui, ada diantara meninggal dalam kecelakaan balapan motor gaya anak muda. Mereka meninggal dengan cara mengenaskan.
Kasian mereka yang sedang teracuni virus merah jambu lalu memprakarsainya dengan pacaran yang jelas-jelas haram. Lihatlah disana, mereka menjadi korban cinta.

Kasian anak-anak atau remaja yang asyik menonton acara-acara televisi masa kini. Di hadapannya, tersaji lagu-lagu dan film picisan. Aurat-aurat lawan jenis menjadi hal yang lumrah bagi pandangan. Adegan-adegan maksiat terperagakan secara sempurna di depan mata, lalu terekam begitu apik dalam memori mereka. Lisan-lisan mereka menyenandungkan nada-nada percintaan menirukan artis-artis di layar kaca.

Di Facebook, jejaring sosial yang benar-benar menghipnotis itu, kerapkali kami mendapati seorang anak  yang duduk di bangku sekolah menengah pertama selalu mengupdates status tentang seorang artis barat. Kami mengenal anak itu namun tak mengenal si artis, hanya namanya saja: Justin Beiber. Kami tak tahu nama artis ini tertulis dengan benar atau tidak. Si anak tadi, begitu tahu berbagai macam hal tentang justin. Dia benar-benar sedih sekiranya tidak sempat menonton konser sang artis. Album lagunya pun menjadi koleksi. Nampaknya ia benar-benar ngefans hingga pada taraf cinta.

Inilah salah satu musibah itu yang menginangi para remaja. Sekiranya ditanyakan kepada si anak, “Manakah yang engkau cinta, Allah dan Rasul-Nya atau Justin?.” Merupakan musibah yang kedua kalinya sekiranya jawabannya adalah nama terakhir. Kalaupun jawabannya adalah pilihan pertama, tentu terlihat jelas bahwa kecintaannya itu menipis.

Siapa yang salah? Siapa yang berdosa? Kepada siapa Allah titipkan si anak? Kami tak ingin melempar batu lalu menunjuk jari ke arah siapapun. Kami harap semua pihak harus tertampar, termasuk kami pribadi.


>>Senandung Cinta. .

Sebagai penutup, sebenarnya ada kesamaan antara kalimat-kalimat di status (Facebook) si anak dengan ucapan si kecil Samurah: sama-sama mendendangkan cinta.

Luapan-luapan kekaguman si anak dengan Justin kerapkali memuncak hingga diproklamirkan di Dumay(dunia maya). Begitu pula si Samurah kecil, luapan-luapan cinta saat berada di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terproklamirkan hingga terekam apik dalam kitab hadits Shahih Bukhari danShahih Muslim. Ah, dua senandung cinta yang amat bertolak belakang.

Wallahu a’lam, subhanakallahumma waibhamdika astaghfiruka wa atuubu ilaika

***

By: Fachrian Almer Akiera (Mathematics Departement’ student, Mataram University)

Editor: Ustadh Syarafuddin (Mataram Islamic Centre) and al-akh Rafiq (IAIN Mataram’s student)


Endnotes:

[1] At-Tirmidhi said, “(this is a) saheeh hasan hadeeth”. See Khashais Ahli al-Hadeeth wa as-Sunnah by shaykh Muhammad Muhibbin Abu Zaid

[2] Narated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli  by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid

[3] Narrated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli  by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid

Mawarku di Hari Esok (Catatan Akhir Pekan - Part 2)

"…terlalu sering terdengar atau terbaca bahwa para wanita, seperti yang disebutkan salah satu hadits, amat mendominasi penduduk neraka. Sayangnya, dengan hadits itu, tak banyak diantara mereka yang benar-benar merasa tercambuk. Amal shalih hanya menjadi buah bibir dan penghias lisan namun tak terhentak anggota badan tuk memperagakannya. Apalagi ilmu yang menjadi titian ke surga itu tak pula mereka buru…”


***
oleh: Fachrian Almer Akiera

Muraja'ah: Ustadz Djamaluddin, Lc.

***

Perkenankan kami mengirim senyuman cita-cita yang kami mekarkan dari kejauhan kota kami. Senyuman cita-cita ini benar-benar bersemi seiring meredanya hujan sore tadi saat dedaunan muda mulai hijau melebat di dahan-dahan pohon flamboyan.


Menulis catatan akhir pekan bagian kedua ini, selanjutnya, perkenankanlah pula kami mengutip sebuah permintaan agung yang terlontar dari lisan seorang wanita. Ia begitu mengharapkan dentuman risalah langit yang akan menyuburkan kabahagiaan di taman hatinya. Tak hanya itu, dari permintaannya tersebut, ada beberapa mutiara yang bisa menjadi penabur hikmah bagi mereka (para wanita) di zaman ini.
Rekaman permintaan ini kami temukan dalam kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabun karya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif. Kitab ini menghidangkan 43 hadits tentang wanita beserta uraiannya.


Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka berkata, ”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Mendengar permintaan tersebut, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam setuju dan kemudian bertutur, “tempat kalian di kediaman fulan.” Mereka pun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan.[1]


>>Sehari Saja Untuk Kami


“..Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”

Lihatlah, begitu mulianya apa yang mereka pinta. Mereka tak pintakan emas, permata atau berlian. Mereka pintakan kemuliaan melalui ilmu yang mereka buru: “Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”

Begitu irinya mereka kepada kaum laki yang selalu bermajelis dengan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Mereka meneguk sari pati ilmu langsung dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, mereka mempelajari hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Inilah ibadah yang agung. Iman mereka bertambah nan membuahkan ketakwaan. Mereka bergelut dengan hal-hal yang menambah kapasitas keilmuan. Mereka usahakan menjemput ilmu dan mendekati sosok-sosok yang membawa ilmu. Sungguh bertabur sejuta kebaikan dari apa yang mereka raih.


Inilah salah satu kebahagiaan itu yaitu mengenal dan memahami agama islam yang mulia. Mereka mengetahui bahwa kebahagiaan berbanding lurus dengan kejernihan ilmu dan bersihnya pendidikan syar’i.



Sungguh potret yang begitu bertolak belakang dengan wanita di zaman ini.


Wahai pena kami, lihatlah para wanita kita, mereka mengandrungi novel-novel picisan yang katanya islami. Mereka menikmati roman-roman fiktif yang menyeret mereka terjebak dalam dunia khayal. Mereka terbius dengan film-film drama cinta korea.
Memang benar, akan ternikmati mimpi-mimpi indah dan ilusi yang memabukkan ketika mereka melakoni apa yang kami sebutkan tetapi itu semua akan berakhir dengan  terkikisnya kepribadian dan jati diri sebagai muslimah. Akan ada duka yang siap menginangi hati lalu membinasakan mereka.


Kami dapati diantara mereka benar-benar terbius dengan artis-artis pria korea yang katanya amat menawan itu.  Foto-fotonya menjadi koleksi. Ada pula yang terharu bahagia ketika sang artis itu tampil di layar kaca. Parahnya, mereka teriak histeris memandang sang artis saat konser. Lisan-lisan mereka begitu sering terbumbui kisah-kisah atau adegan film sang idola.


Di lain waktu, untuk konsumsi bacaan, mereka penuhi dengan majalah yang jauh dari nilai-nilai nabawi. Gosip-gosip murahan bertumpuk dalam majalah itu. Mode-mode pakaian terkini pun menjadi bahan utama yang dibicarakan. Kisah-kisah fiktif nan murahan menyelusup dalam memori. Mereka lupa, atau tak tahu, majalah-majalah seperti itu secara perlahan membius alur berpikir. Ujung-ujungnya semua itu mengikis jati diri mereka sebagai muslimah yang layak menjadi wanita paling bahagia.
Inikah sumber bahagia itu?

Inikah sumber ilmu yang merupakan mata air keimanan itu?


>>Semburat Malu Tersipu

”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki.”

Agungnya ucapan itu. Sebuah ucapan agar mereka tak terlihat oleh laki-laki non mahram. Inilah sebuah ucapan yang terbalut pesona rasa malu yang begitu mengagumkan. Inilah sebuah ucapan yang menyembur dari hati yang terhiasi akhlak mulia sebagai wanita muslimah.
Wahai pena kami, marilah kita lihat bagaimana rasa malu wanita di zaman ini benar terkikis menipis.


Di facebook, mereka menampilkan aurat yang sungguh tak layak untuk dilihat. Mereka memajang foto-foto yang mengundang fitnah bagi kaum adam. Rambut yang menjadi mahkota pun dipamerkan. Lengan terbuka. Lehernya tak terbalut kain penutup. Muka atau wajah yang merupakan kumpulan titik pesona menjadi kebanggaan di hadapan non mahram.


Para wanita yang hanya sekedar saja menutup aurat pun tak kalah memamerkan apa yang ada pada diri mereka. Lekuk tubuh yang harus tertutup sempurna malah diekspos. Senyuman khas sang penggoda terpajang walaupun tak berniat menggoda.


Sungguh indah dan mulianya apa yang dikatakan Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu anhuma. Beliau (Asma’) berkata:

“Kami menutupi wajah-wajah kami dari pandangan kaum laki-laki dan kami menyisir rambut kami terlebih dahulu ketika hendak melakukan ihram.”[2]

Begitu pula apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha:


“Adalah para pengendara melewati kami sedangkan kami tengah berihram bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila para pengendara tersebut melewati kami, maka masing-masing dari kami menutupkan jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan ketika mereka berlalu maka kami pun membukanya kembali.”[3]

Subhanallah.


Segala puji bagi Allah, sungguh segala puji bagi-Nya. Merekalah teladan dalam memahkotakan rasa malu di singgasana hati.  Itulah rasa malu yang terpercik dari jernihnya telaga keimanan.


Kembali ke dunia maya, pada saat yang sama, obrolan-obrolan yang terbumbui dengan canda diantara lawan jenis menjadi suatu hal yang lumrah lalu berujung pada pembicaraan yang menyeret keduanya dalam maksiat hati.


Facebook yang seharusnya dimanfaatkan untuk menanmbah kapasitas keilmuan dengan membaca artikel-artikel, malah menjadi latar bagi drama cinta dunia maya. Mereka tak malu melabelkan diri dengan “in a relationship with” atau “engaged with”. Apa yang mereka inginkan?
Status facebook yang seyogyanya ditulis dengan hal-hal yang bisa menjadi pelajaran, malah jauh dari kesahajaan.


“aku mencintaimu sepenuh hatiku”

“kangeeeeeeeen”

“kau adalah belahan hatiku”

“aduh, kakiku caaaakiiiiit”

“ge dengerin musik nih”

“artis korea yang tadi kereeeeen banget”


Sungguh rasa malu yang menjadi penghias akhlak tak lagi menjadi balutan hati. Dimanakah rasa malu itu kini berada?


***



Ah, banyak sekali yang ingin kami paparkan. Tetapi baiklah kami titipkan salam untuk para wanita agar mereka mempercantik diri dengan kemuliaan islam dan merias diri dengan ilmu sehingga berbahagialah mereka arungi  hari-hari di akhir zaman ini. Sudah selayaknya mereka menambah kapasitas keilmuan yang mendekatkan mereka kepada Rabb Yang Maha Agung yaitu dengan mempelajari tauhid dan aqidah yang shahih, mempelajari hukum dan adab-adab yang berhubungan dengan kewanitaan, bahkan mempelajari keterampilan-keterampilan yang bersifat keduniaan.


Pula, kami berharap mereka benar-benar membalut diri dengan rasa malu yang mulai terkikis fitnah-fitnah zaman. Sungguh rasa malu merupakan salah satu kemuliaan. Kelak ataupun saat ini, kami yakin,  predikat “wanita paling bahagia di dunia” akan benar-benar mereka raih. Inilah senyuman cita-cita yang kami maksudkan itu.


Wallahu a’lam.
Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.

Mataram, Kota Ibadah,16 Zulqa'dah 1431 H

Referensi:
  1. Kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabun karya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif
  2. Kitab Hiraasatu Al-Fadhilah karya syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid
  3. beserta buku tambahan lainnya
_______
Endnotes:

[1] HR Ahmad  (7310), syaikh Al-Arnauth berkata, “sanadnya shahih sesuai syarat muslim”,; Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya (VII/203); Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (I/64), juga diriwayatkan dalam kitab Shahihnya bab Kitab Ilmu (102).
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, ia berkata: “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi.”
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daaruquthni dan Al-Bahaqi

Memahami Hadits : Ini Adalah Kurbanku Dan Kurban Siapa Saja Dari Umatku Yang Belum Berkurban


Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari
Hadits ini shahih, diriwayatkan dari sejumlah sahabat dengan lafazh yang berbeda. Di antaranya yaitu :
1). Hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِيَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي
Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah n pada hari ‘Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu Rasulullah menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata,”Dengan menyebut nama Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang belum berkurban.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (II/86), At Tirmidzi dalam Jami’-nya (1.141) dan Ahmad (14.308 dan 14.364). Para perawinya tsiqat, hanya saja, ada masalah dengan perawi yang bernama Al Muththalib. Dikatakan, bahwa ia banyak meriwayatkan hadits mursal. Masalah ini telah diisyaratkan oleh At Tirmidzi dengan pernyataannya: “Hadits ini gharib (hanya diriwayatkan oleh satu orang sahabat, Red) dari jalur ini. Hadits inilah yang diamalkan oleh Ahli Ilmu dari kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang lainnya. Yaitu hendaklah seorang lelaki apabila menyembelih mengucapkan ‘Bismillah Allahu Akbar’. Ini adalah merupakan pendapat Ibnul Mubarak. Dan dikatakan bahwa Al Muththalib bin Abdillah bin Hanthab belum mendengar dari Jabir.”
Sepertinya At Tirmidzi mengisyaratkan cacat riwayat ini. Yaitu, kemungkinan adanya keterputusan sanad antara Al Muththalib dan Jabir. Namun ada mutaba’ah bagi riwayat Jabir ini yang diriwayatkan dengan lafazh yang berbeda, dengan lafazh berikut ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ فِي يَوْمِ الْعِيدِ فَقَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا ( إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ )
( إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ) اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ ثُمَّ سَمَّى اللَّهَ وَكَبَّرَ وَذَبَحَ
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy pada hari ‘Id. Setelah mengarahkan keduanya (ke kiblat), Beliau berkata,’Sesungguhnya aku hadapkan wajahku secara lurus kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya dan itulah yang telah diperintahkan kepadaku, dan aku orang yang pertama berserah diri. Ya, Allah! Sesungguhnya ini dariMu dan untukMu, kurban dari Muhammad dan umatnya.’ Kemudian Beliau menyebut asma Allah, bertakbir lalu menyembelihnya.” [Lafazh ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, 1.864, dan ini adalah lafazh riwayatnya; Abu Dawud, 2.413; Ibnu Majah, 3.112 dan Ahmad, 14.491].
Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ishaq. Dia merupakan perawi shaduq (jujur), namun sering melakukan tadlis (penyamaran). Juga terdapat perawi bernama Abu Ayyasy Az Zuraqi. Dia seorang perawi yang maqbul (diterima). Sanad ini layak dijadikan sebagai mutabi’ (penguat) bagi sanad yang pertama.
2). Hadits Abu Hurairah dan ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma
عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ سَمِينَيْنِ أَقْرَنَيْنِ أَمْلَحَيْنِ مَوْجُوءَيْنِ فَذَبَحَ أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ لِمَنْ شَهِدَ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لَهُ بِالْبَلَاغِ وَذَبَحَ الْآخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَعَنْ آلِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Diriwayatkan dari ‘Aisyah dan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak menyembelih kurban, Beliau membeli dua ekor kambing kibasy yang besar dan gemuk, bertanduk, berwarna putih dan terputus pelirnya. Beliau menyembelih seekor untuk umatnya yang bertauhid dan membenarkan risalah, kemudian menyembelih seekor lagi untuk diri Beliau dan untuk keluarga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. [Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, 3.113; Ahmad, 24.660 dan 24.699]
Para perawinya tsiqah, kecuali Abdullah bin Muhammad bin Uqail. Dia adalah perawi shaduq. Sehingga sanad hadits ini derajatnya hasan. Hanya saja, dalam riwayat Ahmad, no. 24.660 disebutkan: “Dari Abu Hurairah bahwa ‘Aisyah berkata…”, sedangkan dalam riwayat nomor 24.699 disebutkan: “Dari ‘Aisyah atau dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma.” Lafazh seperti ini juga diriwayatkan oleh Anas.
3). Hadits Anas bin Malik Radhiyalahu ‘anhu
عَنْ أَنَسٍ قَالَ: “ضَحَّى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ قَرَّبَ أَحَدُهُمَا فَقَالَ بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ مُحَمَّدٍ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، وَقَرَّبَ الآخَرُ فَقَالَ: “بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ هَذَا مِنْ عَمَّنْ وَحَّدَكَ مِنْ أُمَّتِي
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau menyembelih yang seekor seraya berkata: “Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu dan untukMu, kurban dari Muhammad dan keluarganya.” Lalu Beliau menyembelih yang seekor lagi seraya berkata: “Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu dan untukMu, qurban dari siapa saja yang mentauhidkanMu dari kalangan umatku.”
4). Hadits Abu Thalhah Radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَبِي طَلْحَةَ “أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ فَقَاَلَ عِنْدَ الأَوَّلِ عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَعِنْدَ الثَّانِي عَمَّنْ آمَنَ بِي وَصَدَّقَنِي مِنْ أُمَّتِي
Diriwayatkan dari Abu Thalhah Radhiyallahu ‘anh, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih. Ketika menyembelih kambing yang pertama, Beliau berkata: “Dari Muhammad dan keluarga Muhammad.” Dan ketika menyembelih yang kedua, Beliau berkata: “Dari siapa saja yang beriman kepadaku dan membenarkanku dari kalangan umatku.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf dan Abu Ya'laa Al Muushili dalam Musnad-nya].
5). Hadits Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ahmad (VI/8 dan 391). Sanadnya dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (IV/22) dan menambahkan penisbatan riwayat ini kepada Al Bazzar. Kesimpulannya, hadits ini shahih diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Atau lebih tepat derajatnya adalah shahih lighairihi.
FiIQH HADITS
Dalam masalah ini, terdapat dua perkara. Pertama : Menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan keluarganya. Kedua : Menyembelih seekor kurban untuk dirinya dan untuk umat (selain keluarganya).
Untuk masalah yang pertama, mayoritas ulama sepakat membolehkannya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah berkata dalam kitab Zaadul Ma’ad (II/323): “Di antara petunjuk Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu seekor kambing cukup untuk seseorang beserta keluarganya, meskipun keluarganya itu banyak. Sebagaimana yang dikatakan oleh Atha’ bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari: “Bagaimanakah penyembelihan qurban pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya dahulu seorang lelaki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya, mereka memakannya dan memberi makan orang lain.” [At Tirmidzi berkata,"Hadits ini hasan shahih."]
Lebih lanjut Imam At Tirmidzi menjelaskan di dalam kitab Jami’-nya dalam bab: بَابٌ الشَاةُ الوَاحِدَةُ تُجْزِىءُ عَنْ أَهْلِ البَيْتِ (Seekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga):
وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَقَ وَاحْتَجَّا بِحَدِيثِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ضَحَّى بِكَبْشٍ فَقَالَ هَذَا عَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي وَقَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ لَا تُجْزِي الشَّاةُ إِلَّا عَنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَهُوَ قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ وَغَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
“Inilah yang diamalkan oleh sebagian Ahli Ilmu dan merupakan pendapat Ahmad dan Ishaq. Mereka berdua berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau menyembelih kurban seekor kambing kibasy dan berkata: “Ini adalah qurban dari siapa saja yang belum berqurban dari kalangan umatku.”
Sebagian Ahli Ilmu berpendapat, seekor kambing hanya mencukupi sebagai qurban untuk seorang saja. Ini adalah pendapat Abdullah bin Al Mubarak dan para ahli ilmu lainnya.”
Lebih jelas lagi, Ibnu Qudamah Al Maqdisi di dalam kitab Al Mughni (XIII/365) mengatakan: “Seorang lelaki boleh menyembelih seekor kambing atau sapi atau unta untuk keluarganya. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ahmad. Dan ini juga pendapat Malik, Al Laits, Al Auza’i dan Ishaq. Dan hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Shalih bin Ahmad berkata: “Aku bertanya kepada ayahku: “Bolehkah menyembelih seekor kambing untuk keluarga?” Beliau menjawab: “Boleh, tidak mengapa!”
Imam Al Bukhari juga telah menyebutkan sebuah riwayat yang mendukung pendapat ini dari Abdullah bin Hisyam, bahwa ia dibawa oleh ibunya, Zainab binti Humaid kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibunya berkata: “Wahai, Rasulullah, bai’atlah dia.” Nabi berkata: Ia masih kecil.”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kepalanya dan berdo’a untuknya. Dan Beliau menyembelih seekor kambing untuk seluruh keluarga Beliau.”
Imam Malik berkata di dalam kitab Al Muwaththa’:
وَأَحْسَنُ مَا سَمِعْتُ فِي الْبَدَنَةِ وَالْبَقَرَةِ وَالشَّاةِ أَنَّ الرَّجُلَ يَنْحَرُ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ الْبَدَنَةَ وَيَذْبَحُ الْبَقَرَةَ وَالشَّاةَ الْوَاحِدَةَ هُوَ يَمْلِكُهَا وَيَذْبَحُهَا عَنْهُمْ وَيَشْرَكُهُمْ فِيهَا
(Penjelasan yang paling baik yang aku dengar tentang qurban unta, sapi dan kambing, yaitu seorang lelaki boleh menyembelih seekor unta, sapi atau kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya. Dialah pemiliknya, dan ia sembelih untuk keluarganya juga. Dia sertakan mereka bersamanya pada kurban tersebut).
Asy-Syaukani berkata di dalam kitab Nailul Authar, As-Sailul Jarrar dan Ad Dharari Al Mudhiyyah: “Pendapat yang benar adalah seekor kambing dapat dijadikan qurban untuk satu keluarga. Meskipun jumlah mereka seratus orang atau lebih sebagaimana yang telah ditetapakan oleh Sunnah Nabi.”
Seperti itu pula yang dijelaskan oleh Ash Shan’ani dalam kitab Subulus Salam. Beliau mengatakan:
“Sabda Nabi ‘dan keluarga Muhammad’ dalam lafazh lain ‘dari Muhammad dan keluarga Muhammad’, menunjukkan bahwa dibolehkan penyembelihan qurban dari seorang kepala keluarga untuk keluarganya dan menyertakan mereka dalam pahalanya.”
Dari penjelasan para ulama di atas jelaslah, jika seorang kepala keluarga boleh menyembelih qurban untuk dirinya dan untuk keluarganya. Lalu bagaimana bila ia menyembelih untuk orang lain yang bukan keluarganya atau untuk umat? Berdalil bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk dirinya dan umatnya. Bolehkah hal tersebut?
Di dalam Tuhfatul Ahwadzi (Kitabul Adhahi, Bab ke 1.014), Al Mubarakfuri menjelaskan : “Jika engkau katakan bahwa hadits-hadits tersebut mansukh, atau kandungannya khusus dan tidak boleh diamalkan seperti yang dikatakan oleh Ath Thahaawi dalam Syarah Ma’ani Wal Atsar, maka kami jawab, ‘Penyembelihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk umatnya dan penyertaan mereka pada qurban Beliau bersifat khusus bagi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (khushushiyyah). Adapun penyembelihan qurban Beliau untuk diri Beliau dan keluarganya, tidaklah khusus bagi Beliau (bukan khushushiyyah) dan tidak pula mansukh. Dalilnya, para sahabat Radhiyallahu ‘anhum menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana yang telah engkau ketahui bersama. Dan tidak ada diriwayatkan dari seorang sahabatpun jika mereka menyembelih seekor kambing untuk ummat dan menyertakan ummat pada qurban mereka’.”
Penjelasan Al Mubarakfuri ini sekaligus menerangkan kesalahan sebagian orang yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau satu RT, misalnya, karena Sunnah Nabi dan para sahabat menyembelih qurban hanya untuk diri dan keluarga.
Di dalam kitab Aunul Ma’bud ketika mensyarah hadits Abu Dawud di atas, Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haq ‘Azhim Abadi berkata: “Dalam kitab Fathul Wadud dikatakan ‘Hadits ini menjadi dalil bagi orang yang berpendapat seekor kambing disembelih oleh salah seorang anggota keluarga, maka syi’ar dan sunnahnya meliputi seluruh anggota keluarga tersebut. Berdasarkan hal ini, penyembelihan qurban adalah sunnah kifayah untuk satu keluarga. Dan itulah yang menjadi kandungan hadits. Adapun yang tidak berpendapat demikian mengatakan, bahwa keikutsertaan di sini adalah dalam hal pahala. Ada yang mengatakan, inilah yang lebih tepat’.”
Aku (Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi) katakan: “Pendapat yang benar adalah seekor kambing cukup untuk satu keluarga, karena para sahabat melakukan seperti itu pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Al Khaththabi berkata dalam kitab Al Ma’alim: “Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad’ menunjukkan bahwa seekor kambing cukup untuk seseorang dan keluarganya, meskipun jumlah mereka banyak. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa keduanya mengamalkan seperti itu. Imam Malik, Al Auza’i, Asy Syafi’i, Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah membolehkannya. Sedangkan Abu Hanifah dan Ats Tsauri membencinya’.”
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan, bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu melakukan seperti itu. Beliau menyembelih seekor kambing untuknya dan seluruh keluarganya.”
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, Bab Penyembelihan Hewan Kurban Bagi Para Musafir dan Kaum Wanita: “Jumhur ulama berdalil dengan hadits ini. Bahwa hewan kurban cukup untuk seseorang dan keluarganya. Namun pendapat ini ditentang oleh Hanafiyah dan Ath Thahawi dengan mengklaim, bahwa hal itu khusus bagi Nabi atau sudah dimansukhkan. Namun ia tidak menyertakan dalil bagi klaimnya tersebut. Al Qurthubi berkata: “Tidak ada dinukil bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan setiap isterinya untuk menyembelih qurban masing-masing, padahal pelaksanaan qurban terus berulang setiap tahun dan isteri Nabi juga banyak. Biasanya perkara semacam ini pasti telah dinukil, kalau memang benar-benar terjadi sebagaimana dinukilnya banyak perkara-perkara juz’iyyat lainnya. Hal ini dikuatkan lagi dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik, Ibnu Majah dan At Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari jalur Atha’ bin Yasar, bahwa ia bertanya kepada Abu Ayyub, lalu ia menyebutkan riwayatnya.”
Kemudian Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi menyimpulkan masalah ini sebagai berikut: “Wal hasil, seekor kambing cukup untuk kurban seseorang dan keluarganya, meskipun jumlah mereka banyak. Hal ini berlaku pada udhhiyah bukan pada hadyu, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat ‘Aisyah Ummul Mukminin yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud. Dan dalam riwayat Jabir yang dikeluarkan oleh Ad Darimi dan penulis kitab Sunan. Juga riwayat Abu Ayyub Al Anshari yang diriwayatkan oleh Malik, At Tirmidzi dan Ibnu Majah. Serta riwayat Abdullah bin Hisyam yang telah bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Al Hakim di kitab Al Mustadrak. Serta riwayat Abu Thalhah dan Anas yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Riwayat Abu Rafi’ dan kakek Abul Asyadd yang dikeluarkan oleh Ahmad, serta sejumlah riwayat dari beberapa orang sahabat lainnya. Adapun klaim Ath Thahawi, bahwa hadits ini mansukh atau khusus bagi Nabi saja, telah dibantah oleh para ulama sebagaimana yang telah disebutkan oleh An Nawawi. Karena tidak boleh mengklaim mansukh atau khushushiyyah tanpa disertai dalil. Bahkan telah diriwayatkan sebaliknya dari Ali, Abu Hurairah dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa mereka mengamalkannya sebagaimana yang telah disebutkan oleh Al Khaththabi dan para ulama lainnya.”
Berkaitan dengan riwayat Ahmad dari kakek Abu Asyadd yang diisyaratkan oleh Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi di atas, perlu diketahui jika hadits tersebut dhaif. Selengkapnya, hadits tersebut sebagai berikut:
كُنْتُ سَابِعَ سَبْعَةٍ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَأَمَرَنَا نَجْمَعُ لِكُلِّ رَجُلٍ مِنَّا دِرْهَمًا فَاشْتَرَيْنَا أُضْحِيَّةً بِسَبْعِ الدَّرَاهِمِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ أَغْلَيْنَا بِهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَ الضَّحَايَا أَغْلَاهَا وَأَسْمَنُهَا وَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رَجُلٌ بِرِجْلٍ وَرَجُلٌ بِرِجْلٍ وَرَجُلٌ بِيَدٍ وَرَجُلٌ بِيَدٍ وَرَجُلٌ بِقَرْنٍ وَرَجُلٌ بِقَرْنٍ وَذَبَحَهَا السَّابِعُ وَكَبَّرْنَا عَلَيْهَا جَمِيعًا
Aku (kakek Abul Asyadd) adalah orang ketujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan kami agar mengumpulkan uang masing-masing satu dirham untuk membeli seekor hewan kurban (kambing) seharga tujuh dirham. Kami berkata,”Wahai, Rasulullah! Kita membeli hewan dengan harga mahal.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya sebaik-baik hewan kurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk.” Kemudian Rasulullah menyuruh seorang memegang kakinya, seorang lagi memegang kaki, seorang lagi memegang tangan, seorang lagi memegang tangan, seorang memegang tanduk dan seorang lagi memegang tanduk, kemudian orang yang ketujuh menyembelihnya. Kamipun seluruhnya bertakbir ketika menyembelihnya.
Di dalam sanad hadits tersebut, terdapat tiga perawi majhul, yaitu: Utsman bin Zufar, Abul Asyadd As Sulami dan ayahnya. Ketiganya adalah perawi majhul. Dengan demikian hadits tersebut dhaif, sehingga tidak bisa dipakai menjadi hujjah.
Kesimpulan
1. Penyembelihan qurban untuk diri dan keluarga adalah dibolehkan, sebagaimana kesepakatan para ulama berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat Beliau.
2. Penyembelihan qurban untuk diri dan untuk umat (selain keluarga) hanyalah khusus bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada, mereka hanya menyembelih qurban untuk diri sendiri dan keluarganya.
3. Sebagian kaum muslimin yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, sebab hal seperti itu tidak dilakukan oleh para salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

thank you