Sabtu, 25 Desember 2010

Fluktuasi Keimanan


Sebab-sebab bertambahnya keimanan
Di antara hal-hal yang akan menumbuhsuburkan keimanan dan membuat batangnya kokoh serta menyebabkan tunas-tunasnya bersemi adalah :
Pertama
Mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena apabila pengetahuan hamba terhadap Tuhannya semakin dalam dan berhasil membuahkan berbagai konsekuensi yang diharapkan maka pastilah keimanan, rasa cinta dan pengagungan dirinya kepada Allah juga akan semakin meningkat dan menguat.
KeduaMerenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun ayat syar’iyah. Karena apabila seorang hamba terus menerus memperhatikan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah beserta kemahakuasaan-Nya dan hikmah-Nya yang sangat elok itu maka tidak syak lagi niscaya keimanan dan keyakinannya akan semakin bertambah kuat.
KetigaSenantiasa berbuat ketaatan demi mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Karena sesungguhnya pasang surut keimanan itu juga tergantung pada kebaikan, jenis dan jumlah amalan. Apabila suatu amal memiliki nilai lebih baik di sisi Allah maka peningkatan iman yang dihasilkan darinya juga akan semakin besar. Sedangkan standar kebaikan amal itu diukur dengan keikhlasan dan konsistensi untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila dilihat dari sisi jenis amalan, maka amal itu terbagi menjadi amal yang wajib dan amal sunnah. Sedangkan amal wajib tentu lebih utama daripada amal sunnah apabil ditinjau dari jenisnya. Begitu pula ada sebagian amal ketaatan lebih ditekankan daripada amal yang lainnya. Sehingga apabila suatu ketaatan termasuk jenis ketaatan yang lebih utama maka niscaya pertambahan iman yang diperoleh darinya juga semakin besar. Demikian pula iman akan mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah/kuantitas amalan. Karena amal itu adalah bagian dari iman maka bertambahnya amal tentu saja akan berakibat bertambahnya keimanan.
KeempatMeninggalkan kemaksiatan karena merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila keinginan dan faktor pendukung untuk melakukan suatu perbuatan atau ucapan maksiat semakin kuat pada diri seseorang maka meninggalkannya ketika itu akan memiliki dampak yang sangat besar dalam memperkuat dan meningkatkan kualitas iman di dalam dirinya. Karena kemampuannya untuk meninggalkan maksiat itu menunjukkan kekuatan iman serta ketegaran hatinya untuk tetap mengedepankan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya daripada keinginan hawa nafsunya. (disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 104-105)
Sebab-sebab berkurangnya keimanan
Di antara sebab-sebab yang bisa menyebabkan keimanan seorang hamba menjadi turun dan surut atau bahkan menjadi hilang dan lenyap adalah sebagai berikut :
Pertama
Bodoh tentang Allah ta’ala, tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya
Kedua
Lalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama, tidak memperhatikan ayat-ayat Allah dan hukum-hukum-Nya, baik yang bersifat kauni maupun syar’i. Sesungguhnya kelalaian dan sikap tidak mau tahu semacam itu pasti akan membuat hati menjadi sakit atau bahkan mati karena belitan syubhat dan jeratan syahwat yang merasuki hati dan sekujur tubuhnya.
Ketiga
Berbuat atau mengutarakan ucapan maksiat. Oleh karena itulah iman akan turun, melemah dan surut sebanding dengan tingkatan maksiat, jenisnya, kondisi hati orang yang melakukannya serta kekuatan faktor pendorongnya. Iman akan banyak sekali berkurang dan menjadi sangat lemah apabila seorang hamba terjerumus dalam dosa besar, jauh lebih parah dan lebih mengenaskan daripada apabila dia terjerembab dalam dosa kecil. Berkurangnya keimanan karena kejahatan membunuh tentu lebih besar daripada akibat mengambil harta orang. Sebagaimana iman akan lebih banyak berkurang dan lebih lemah karena dua buah maksiat daripada akibat melakukan satu maksiat. Demikianlah seterusnya. Dan apabila seorang hamba yang bermaksiat menyimpan perasaan meremehkan atau menyepelekan dosa di dalam hatinya serta diiringi rasa takut kepada Allah yang sangat minim maka tentu saja pengurangan dan keruntuhan iman yang ditimbulkan juga semakin besar dan semakin berbahaya apabila dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan oleh orang yang masih menyimpan rasa takut kepada Allah tetapi tidak mampu menguasai diri untuk tidak melakukan maksiat. Dan apabila dilihat dari sisi kekuatan faktor pendorong yang dimiliki orang maka penyusutan iman yang terjadipun berbeda. Apabila suatu maksiat terjadi pada diri orang yang faktor pendorongnya semakin lemah atau semakin kecil maka penurunan iman yang ditimbulkannya juga akan semakin besar, semakin parah dan lebih tercela daripada orang yang bermaksiat tapi memang padanya terdapat faktor pendorong yang lebih kuat dan lebih besar. Oleh sebab itulah orang miskin yang sombong dan orang tua bangka yang berzina dosanya lebih besar daripada dosa orang kaya yang sombong dan perbuatan zina seorang yang masih muda. Hal itu sebagaimana dikisahkan di dalam hadits, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dan tidak akan diperhatikan oleh-Nya pada hari kiamat.” Dan di antara mereka itu adalah orang tua beruban yang berzina dan orang miskin yang sombong.
Keempat
Meninggalkan ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan maupun amalan fisik. Sebab iman akan semakin banyak berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga semakin besar. Apabila nilai suatu ketaatan semakin penting dan semakin prinsip maka meninggalkannya pun akan mengakibatkan penyusutan dan keruntuhan iman yang semakin besar dan mengerikan. Bahkan terkadang dengan meninggalkannya bisa membuat pelakunya kehilangan iman secara total, sebagaimana orang yang meninggalkan shalat sama sekali. Perlu diperhatikan pula bahwa meninggalkan ketaatan itu terbagi menjadi dua. Pertama, ada yang menyebabkan hukuman atau siksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berupa kewajiban dan tidak ada alasan yang hak untuk meninggalkannya. Kedua, sesuatu yang tidak akan mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya, seperti : meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i (berdasarkan ketentuan agama) atau hissi (berdasarkan sebab yang terindera), atau tidak melakukan amal yang hukumnya mustahab/sunnah. Contoh untuk orang yang meninggalkan kewajiban karena udzur syar’i atau hissi adalah perempuan yang tidak shalat karena haidh. Sedangkan contoh orang yang meninggalkan amal mustahab/sunnah adalah orang yang tidak mengerjakan shalat Dhuha (disadur dari Fathu Rabbil Bariyah, hal. 105-106)

Hukum Lelaki Shalat Memakai Celana Panjang

Apa hukumnya shalat memakai celana panjang tanpa memakai jubah/gamis/sarung? Apakah shalatnya tetap sah? Adakah batasan hukum celana yang sehari-hari kita pakai selain membuang isbal? Jazakumullahu khairan katsira.
Abu Dzar
Alamat: Tangerang
Email: ibnustaxxxx@gmail.com

Al Akh Yulian Purnama menjawab:
Pada asalnya hukum memakai pakaian apapun dibolehkan dalam Islam, kecuali pakaian-pakaian tertentu yang termasuk dalam dalil-dalil yang menunjukkan pelarangan. Selain itu Islam tidak menetapkan model pakaian tertentu untuk shalat. Selama pakaian tersebut memenuhi syarat maka boleh dipakai untuk shalat, apapun modelnya.
Dengan demikian, yang perlu kita pegang adalah bahwa hukum asal memakai celana panjang adalah mubah. Namun para ulama memang membahas keabsahan shalat orang yang saat shalat dengan memakai celana panjang pada 2 keadaan berikut:
1. Celana panjang yang dipakai masih menampakkan warna kulit dan menampakkan bentuk tubuh (ketat)
Pada kondisi ini para ulama ijma (bersepakat) bahwa hukumnya haram dan shalatnya tidak sah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam An Nawawi, ulama besar mahdzab Syafi’i, beliau berkata:
لو ستر بعض عورته بشيء من زجاج بحيث ترى البشرة منه لم تصح صلاته بلا خلاف
Jika sebagian aurat sudah tertutupi dengan sesuatu yang berbahan kaca, sehingga masih terlihat warna kulitnya, maka tidak sah shalatnya tanpa ada perbedaan pendapat di antara ulama” (Al Majmu’, 3/173)
Bahkan jika warna kulit hanya terlihat dengan samar, tetap tidak sah shalatnya. Dijelaskan oleh Ibnu Qudamah, ulama besar mahdzab Hambali, beliau berkata:
والواجب الستر بما يستر لون البشرة فإن كان خفيفا يبين لون الجلد من ورائه فيعلم بياضه أو حمرته لم تجز الصلاة فيه لأن الستر لا يحصل بذلك
Menutup aurat sampai warna kulit tertutupi secara sempurna, hukumnya wajib. Jika warna kulit masih tampak oleh orang dibelakangnya namun samar, yaitu masih bisa diketahui warna kulitnya putih atau merah, maka tidak sah shalatnya. Karena pada kondisi demikian belum dikatakan telah menutupi aurat” (Al Mughni, 1/651)
2. Celana panjang yang dipakai telah menutupi warna kulit secara sempurna namun masih menampakkan bentuk tubuh (ketat)
Pada kondisi ini terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama. Sebagian ulama mengatakan shalatnya tidak sah. Diantaranya Ibnu Hajar Al Asqalani, ulama besar mahdzab Syafi’i, beliau berkata:
عن أشهب، فيمن اقتصر على الصلاة في السراويل مع القدرة: يعيد في الوقت، إلا إن كان صفيقاً
Aku mendengar ini dari Asyhab, bahwa orang yang mencukupkan diri shalat dengan memakai celana panjang padahal ia sanggup memakai pakaian yang tidak ketat, ia wajib mengulang shalatnya pada saat itu juga, kecuali jika ia tidak tahu malu” (Fathul Bari, 1/476)
Tidak sahnya shalat orang yang memakai pakaian ketat juga merupakan pendapat Syaikh Ibnu Baz, mantan ketua Komite Fatwa Saudi Arabia, ketika ditanya tentang hal ini beliau menjawab: “Jika celana pantalon ini menutupi aurat dari pusar sampai seluruh paha laki-laki, longgar dan tidak ketat, maka sah shalatnya. Namun lebih baik lagi jika di atasnya dipakai gamis yang dapat menutupi hingga seluruh pahanya, atau lebih baik lagi sampai setengah betis, karena yang demikian lebih sempurna dalam menutupi aurat. Shalat memakai sarung lebih baik daripada memakai celana panjang jika tidak ditambah gamis. Karena sarung lebih sempurna dalam menutupi aurat” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz , 1/68-69, http://www.ibnbaz.org.sa/mat/2480 )
Dalam penjelasan Syaikh Ibnu Baz ini juga ditegaskan bolehnya shalat dengan memakai celana panjang tanpa ditambah gamis atau sarung, asalkan tidak ketat.
Namun sebagian ulama berpendapat shalatnya tetap sah jika ia telah menutupi warna kulit dengan sempurna walaupun bentuk tubuh masih terlihat (ketat). Sebagaimana pendapat Imam An Nawawi, bahkan beliau membantah ulama yang berpendapat shalatnya tidak sah:
فلو ستر اللون ووصف حجم البشرة كالركبة والألية ونحوهما صحت الصلاة فيه لوجود الستر ، وحكى الدارمي وصاحب البيان وجها أنه لا يصح إذا وصف الحجم ، وهو غلط ظاهر
Jika warna kulit telah tertutupi secara sempurna dan bentuk tubuh semisal paha dan daging betis atau semacamnya masih nampak, shalatnya sah karena aurat telah tertutupi. Memang Ad Darimi dan penulis kitab Al Bayan menyampaikan argumen yang menyatakan tidak sahnya shalat memakai pakaian yang masih menampakkan bentuk tubuh. Namun pendapat ini jelas-jelas sebuah kesalahan” (Al Majmu’, 3/173)
Demikian juga pendapat Ibnu Qudamah, beliau menyatakan sahnya shalat memakai pakaian yang ketat namun beliau tidak menyukai orang yang melakukan hal tersebut:
وأن كان يستر لونها ويصف الخلقة جازت الصلاة لأن هذا لا يمكن التحرز منه وإن كان الساتر صفيقا
Jika warna kulit sudah tertutupi dan bentuk tubuh masih nampak, shalatnya sah. Karena hal tersebut tidak mungkin dihindari (secara sempurna). Namun orang yang shalat memakai pakaian ketat adalah orang yang tidak tahu malu” (Al Mughni, 1/651)
Sebagian ulama juga berpendapat shalatnya sah namun pelakunya berdosa dikarenakan memakai baju ketat. Sebagaimana pendapat Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, ulama besar di Saudi Arabia saat ini, beliau berkata: “Baju ketat yang masih menampakkan bentuk tubuh wanita, baju yang tipis dan terpotong pada beberapa bagian, tidak boleh memakainya. Baju ketat tidak boleh digunakan oleh laki-laki maupun wanita, terutama bagi wanita, karena fitnah wanita lebih dahsyat. Adapun keabsahan shalatnya tergantung bagaimana pakaiannya. Jika pakaian ketat ini dipakai seseorang untuk shalat, dan telah cukup untuk menutupi auratnya, maka shalatnya sah karena aurat telah tertutup. Namun ia berdosa karena memakai pakaian ketat. Sebab pertama, karena dengan pakaian ketatnya, ia telah meninggalkan hal yang disyariatkan dalam shalat, ini terlarang. Sebab kedua, memakai baju ketat dapat mengundang fitnah karena membuat orang lain memalingkan pandangan kepadanya, apalagi wanita.” (Muntaqa Fatawa Shalih Fauzan, 3/308-309)
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa letak perbedaan pendapat di antara para ulama adalah dalam memutuskan apakah memakai pakaian ketat dalam shalat itu sudah termasuk menutup aurat atau tidak. Dengan demikian ini adalah perkara khilafiyyah ijtihadiyyah, yang masing-masing pendapat dari ulama tersebut harus dihormati.
Namun yang paling baik adalah menghindari hal yang diperselisihkan dan mengamalkan hal yang sudah jelas bolehnya. Sehingga memakai pakaian yang longgar dan lebar hingga tidak menampakkan warna kulit dan tidak menampakkan bentuk tubuh adalah lebih utama.
Kemudian perlu digarisbawahi, seluruh penjelasan di atas berlaku bagi setiap orang yang memiliki kemampuan dalam pakaian, ia berkecukupan dalam berpakaian dan mampu mengusahakan untuk memiliki pakaian yang longgar dan tidak ketat. Adapun orang yang tidak berkemampuan untuk berpakaian yang longgar, misalnya orang miskin yang hanya memiliki sebuah pakaian saja, atau orang yang berada dalam kondisi darurat sehingga tidak mendapatkan pakaian yang longgar, maka shalatnya sah dan ia tidak berdosa. Berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah yang menceritakan dirinya ketika hanya memiliki sehelai kain untuk shalat, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنْ كَانَ الثَّوْبُ وَاسِعاً فَالْتَحِفْ بِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقاً فَأتَّزِرْ بِهِ
Jika kainnya lebar maka gunakanlah seperti selimut, jika kainnya sempit maka gunakanlah sebagai sarung” (HR. Bukhari no.361)
Allah Ta’ala juga berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Bertakwalah kalian semampu kalian” (QS. At-Taghabun 16 )
Demikian penjelasan kami. Wallahu’alam.
Penulis: Yulian Purnama
Murajaah: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com

My dear son.

My dear son...

In my eye.. you are a mujahed

a small fighter..

who like to be like the Asad..

You are so strong..

May Allah let you always keep on..

Inshallah a hafez a Alim you will be..

i will pray for you..

to Alway a muslim fighter be..

keep on loving and practicing Sunnah...

my dear son...

May you benifit with ur ilm...

for your self and this UMMAH .... Inshallah Inshallah

with yr strength protect the womens and needy...

never fall into haram... keep away keep away all the time

May Allah let you always keep on...

my dear son... my dear son... I love you a lot

May ALLAH keep u smiling all the time

my dear son... my dear son...

Dari Ibnu Taimiyyah Untuk Sang Bunda




Bismillahirrahmanirrahim.
 
Dari Ahmad bin Taymiyyah kepada ibunda yang kami sayangi dan kami hormati, semoga Allah memberkahi usianya, memberikan beliau keselamatan dan kelapangan, serta menjadikan beliau sebagai salah satu hamba-Nya yang terbaik.
 
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
 
Kami memuji Allah, Zat yang paling berhak untuk dipuji. Tiada yang berhak diibadahi melainkan hanya Dia. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi terakhir dan imamnya orang-orang shalih, Muhammad, hamba dan utusan-Nya.
 
Sungguh karunia Allah telah datang dengan melimpah, pertolongannya pun tiada pernah berakhir. Ananda pun bertahmid memuji-Nya, meminta-Nya untuk menambah kemurahan-Nya. Kemurahan Allah tidak akan berpaling darimu wahai ibuku yang berbahagia.
 
Sungguh bunda, keberadaan ananda di Mesir adalah adalah karena perkara yang penting, bila tugas (dakwah) ini ditinggalkan, maka akan timbul penyimpangan dan kerusakan bagi agama dan dunia kita.
 
Bunda… Berada jauh dari bunda bukanlah jalan yang ingin ananda pilih. Jikalau burung dapat membawa kita, ananda pasti akan datang kepadamu. Namun bunda, ketidakhadiran ananda di sisi bunda ada sebabnya. Dan bila bunda melihat keadaan kaum Muslimin, bunda pun pasti akan memilihkan bagi ananda tempat yang sama sebagaimana ananda berada sekarang.
 
Sungguh bunda, ananda selalu berdoa kepada Allah untuk menunjuki kita kepada pilihan yang tepat, dan ananda selalu berdoa bagi kebaikan bunda. Ananda juga memohon kepada Allah untuk memberkahi kita dan seluruh kaum muslimin, dengan rahmat yang meliputi keselamatan dan kemanfaatan.
 
Allah telah bukakan bagi ananda gerbang keberkahan, ampunan, serta hidayah melalui jalan yang tiada ananda kira sebelumnya. Dalam keadaan selalu ingin pulang ke pangkuanmu wahai ibunda, ananda pun beristikharah. Ananda tidak bisa membayangkan jika Allah tetapkan pilihan bagi diri ananda untuk menyukai perkara duniawi atau hanya merasa cukup dengan amalan ibadah yang lebih sedikit agar bisa dekat dengan dirimu, bunda. Di sini, di Mesir masih banyak perkara yang tidak bisa ananda tinggalkan, karena takut akan bahayanya, secara umum maupun secara pribadi, dan sungguh saksi-saksi itu melihat apa yang tidak dilihat oleh orang yang hadir.
 
Ananda ingin bunda banyak berdoa kepada Allah. Mintalah agar Dia memberikan hidayah kepada kita dan memilihkan jalan yang terbaik bagi kita. Karena Allahlah Yang Maha Mengetahui, sedangkan kita tidak. Dialah yang mampu, adapun diri kita adalah lemah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 
“Merupakan sebuah kebahagian bahwa anak Adam melakukan istikharah dan senang dengan apa yang Allah takdirkan bagi dirinya. Dan merupakan kesesengsaraan jika seorang anak Adam meninggalkan istikharah dan berkeluh kesah dengan takdir Allah.”
 
Sungguh, seorang pedagang dalam perjalanannya mungkin takut kehilangan uang, oleh karena itu dia menetap di sebuah tempat agar dia bisa berjalan lagi. Permasalahan yang sedang kami hadapi di sini begitu besar untuk dijabarkan, akan tetapi tiada daya dan upaya melainkan hanya melalui Allah.
 
Dan akhirnya, tolong sampaikan salam ananda untuk semua keluarga, tua dan muda, para tetangga, sahabat-sahabat, serta karib kerabat kita.
 
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
 
Walhamdulillah, washalatu wassalamu ‘ala Muhammad, wa ‘ala ahlihi wa ashhabihi.
 
(Diterjemahkan oleh Wira (wiramandiri.wordpress.com) dari www.abdurrahman.org)
 
Catatan:
Ini adalah surat Ibnu Taimiyyah kepada ibu beliau di Damaskus. Beliau saat itu sedang berada di Mesir untuk berdakwah. Surat ini adalah ekspresi kerinduan beliau kepada sang ibu, namun Allah telah pilihkan kepada beliau untuk terus berdakwah di Mesir melalui istikharah beliau. Beliau kelihatannya dekat sekali ya dengan ibunya?
thank you