Rabu, 24 November 2010

Istri yang Membahagiakan Suaminya

Dn Martini Ummu AufaSaudariku Muslimah…
Istri yang shalihah mempunyai sifat-sifat yang istimewa dan kriteria yang yang sangat jelas. Diantara inti dari kriteria tadi adalah tiga yang prinsipil, hal itu terkandung dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sebaik-baik wanita adalah yang membahagiakanmu tatkala kamu memandangnya dan mentaatimu tatkala kamu memerintahkannya serta menjaga harga dirinya dan hartamu tatkala kamu tidak ada”. ( Hadits shahih. Dikeluarkan oleh Al Hakim (2/161, Ath-Thabrani seperti yang ada dalam Al Majma’ (4/237) dari hadits Ibnu Salam. Dikeluarkan juga oleh Imam Ahmad (2/251) dan An-Nasai seperti hadits tadi dari Abi Hurairah).
Bila kalian renungkan tiga sifat yang ada dalam hadits tadi maka akan kalian dapati bahwa itu semua adalah sebaik-baik yang diidamkan oleh tiap orang laki-laki dari orang perempuan.
Istri yang membahagiakan suami
Inilah sifat yang pertama kali yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar supaya tiap-tiap perempuan yang beriman dan bertakwa bisa menggapai kebahagiaan rumah tangga.
Inilah sifat yang mengantarkan seorang perempuan muslimah kedalam kehangatan cinta suaminya kepada dirinya serta kebahagiaannya dengannya juga kebahagiaan seorang perempuan dengan suaminya.
Saudariku Muslimah…
Sesungguhnya kesempurnaan fisik adalah sesuatu yang diidam-idamkan oleh semua manusia yang berakal, baik lelaki maupun perempuan. Islam pun datang untuk mewujudkan kesempurnaan akhlak, akal dan fisik.
Wahai muslimah, hendaknya engkau menggali apa saja yang bisa menyempurnakan penampilanmu, memperindah keadaanmu di depan suamimu dan lakukanlah itu semua dengan hal-hal yang telah Allah bolehkan dan halalkan seperti pakai inai pada kuku atau memakai celak untuk mata ataupun memakai emas serta yang lainnya.
Istri yang shalihah adalah istri yang mampu menghadirkan kebahagiaan di depan suaminya walau hanya dengan sekedar pandangan mata kepadanya.
Seorang lelaki bergelut dengan kejamnya kehidupan, badannya merasa letih dan kadang jiwanya pun tertekan dengan banyaknya beban pekerjaan. Dia menunggu untuk kembali –pada- hal menunggu lebih panas dari pada bara- ke rumahnya untuk menghirup udara segar, kembali dan istirahat. Bila dia masuk rumah dengan sangat letih lalu menjumpai istrinya dalam keadaan tidak sedap di pandang. Kalau demikian berarti engkau telah gagal pada awal tahapan suami istri.
Di sini ada suatu pertanyaan, kenapa itu suatu kegagalan?
Yang terjadi di sini, bahwa sang suami akan sangat tertekan dan dia akan mencari-cari sebab untuk memarahimu, baik dengan perkataan atau perbuatan. Namun tatkala sang suami pulang ke rumahnya mendapati sesuatu yang menyenangkannya dan membahagiakannya serta menyegarkan dadanya, maka dia dengan segera lupa tekanan jiwanya dan keletihan badannya.
Faktor yang paling kuat untuk mendorong cintanya seorang laki-laki terhadap istrinya adalah bahagia dan senangnya tatkala memandang kepadanya.memandang kekasih dalam keadaan yang sangat indah dan menawan adalah faktor yang paling kuat untuk mengokohkan cintanya dalam hati.
Karena itulah, seorang muslimah hendaknya sangat hati-hati agar jangan sampai pandangan suaminya tertuju kepada sesuatu yang tidak disukainya, baik bau yang tidak sedap maupun pandangan yang tidak enak atau yang lainnya, merujuk kepada riwayat Shalafush Shalih dalam hal ini, Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya saya berhias untuk istriku sebagaimana dia juga berhias untukku, saya suka untuk menunaikan kewajibanku yang harus kuberikan kepadanya dengan baik dan hal ini secara otomatis menuntut dia untuk menunaikan kewajibannya kepadaku, karena Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: “Dan wanita mempunyai hak yang seimbang menurut cara yang ma’ruf”. (QS. Al Baqarah : 228). Berdandan dengan sesuatu yang tidak mengandung dosa.
Para penulis sejarah dan biografi mengatakan: “Bahwa ada seorang suami yang acak-acakan rambutnya dan berdebu badannya masuk ke Khalifah Umar bin Al Khathtab Radhiallahu anhu bersama istrinya, istrinys berkata: “Bukan saya dan bukan ini (ia tidak suka) juga bukan dia wahai Amirul Mukminin”.
Umar pun mengetahui dari ucapannya bahwa ia membenci suaminya, maka beliau mengutus seseorang kepada suaminya agar supaya dia mau berdandan dengan menyisir rambutnya, memotong kukunya dan memperindah kerapiannya. Maka tatkala tiba baginya untuk menemui istrinya, maka sang istri merasa asing darinya. Lalu ia kabur darinya, namun setelah ia mengenali suaminya maka ia menerimanya dan menarik kembali tuduhannya.
Umar Radhiallahu anhu mengatakan: “Begitulah seharusnya kalian bebuat untuk mereka. Demi Allah mereka suka kalian untuk berdandan untuk mereka sebagaimana kalian suka mereka berdandan untuk kalian”.
Saudariku Muslimah…
Lihatlah bajumu sebelum datangnya suamimu, tanyakanlah kepada dirimu sendiri pertanyaan berikut ini: Apakah suamiku akan bahagia melihatku dalam keadaan seperti ini??!! Sudah pasti semua perempuan mengetahui jawabannya.
Sesungguhnya seorang laki-laki diciptakan dengan fitrahnya untuk mencintai sesuatu yang indah, kecuali orang yang merubah fitrahnya dan selalu berjalan dibelakang setiap kejahatan dan kekejian.
Ketika seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya dan mendapati istrinya dalam keadaan yang sangat menawan maka akan bertambahlah kecintaan terhadap istrinya dan kecenderungannya kepada dia serta memahami capainya istrinya karenanya.
Sebagian perempuan ada yang beralasan (tidak sempat berdandan) dengan pekerjaan mereka di rumah, baik memasak atau mencuci maupun yang lainnya. Katakan kepada mereka: “Hendaknya kalian menyelesaikan pekerjaan itu sebelum datangnya suami walaupun yang demikian membutuhkan kesungguhan dan rasa capai, karena hasilnya lebih besar dari capai tadi dan sungguh tak ada padanannya.
Kemudian bila seorang laki-laki bila tidak mendapati di rumahnya sesuatu yang menyenangkannya maka akan dengan segera disergap prasangka dan bisikan dari setan, lalu akan terbersit dalam matanya perempuan lain di jalan yang bisa menyenangkannya dan dalam matanya ia akan membenci istrinya.
Saudariku Muslimah…
Upayakanlah senyumanmu senantiasa menghiasi bibirmu tiap kali suamimu memandang kepadamu. Sesungguhnya senyuman itu tidak lebih lama dari kedipan mata namun hal itu akan selalu menjadi kenangan yang terus menghunjam dalam memori seorang lelaki. Juga senymanmu itu akan menyebarkan kebahagiaan dalam rumah tangga, itu adalah suatu keindahan tiada tara yang dilihat oleh seorang suami setelah seharian ia dalam keadaan penat dan letihnya kerja.
Saudariku Muslimah…
Sesungguhnya mimik wajahmu yang mengembang di hadapan sang suami pada hakikatnya lebih penting sekali daripada pakaian yang kamu kenakan dan perhiasan yang kamu pakai. Sesungguhnya cerianya senyuman dan kebahagiaan yang dilihat oleh seorang lelaki pada wajah istrinya saat ia memandangnya itu lebih dalam pengaruhnya daripada lembutnya suara lisan. Seorang lelaki lebih cepat menangkap apa yang diungkapkan istrinya dengan senyuman tulus yang tidak dinodai dengan permintaan apapun.
Sesungguhnya saya merasa bahagia dengan kedatanganmu.
Kau berikan kabahagiaan padaku dengan memandangmu.
Bahkan suatu perkara yang mesti diperhatikan bahwa senyuman itu manfaatnya akan kembali kepadamu dengan membawa kebaikan kepadamu, karena hal itu merupakan shadaqah yang kamu letakkan pada lembaran hidupmu. Dengarkanlah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, beliau bersabda: “ Senymanmu terhadap saudaramu adalah shadaqah”. (Hadits shahih diriwayatkan oleh Tirmidzi(2022). Bukhari (128 ) dalam kitab adabul mufrad dari hadits Abi Dzar, dan pada bab ini juga ada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Jabir, Hudzaifah, dan Aisyah.
Wahai sudariku muslimah, jadikanlah keceriaan senantiasa memenuhi sisi kehidupanmu, kebahagiaan menyenangkan suamimu, kesuka-citaan selalu menghiasi rumahmudan ketahuilah pula bahwa manusia yang paling berhak mendapatkan ini semua adalah suamimu.
Sumber: dikutip dari buku “Inilah Kriteria Muslimah Dambaan Pria”: Abu Maryam Majdi bin Fathi As-Sayyid, penerjemah: Abu dan Ummu Muqbil, Penerbit: Pustaka Salafiyah

BELUM MANTAP…. Jika sudah Mantap Saya akan Berhijab Insya Allah




Oleh : syaikh Abdul Hamid Al Bilaly
Saya Belum Mantap…!!! Hal ini lebih tepat digolongkan kepada syahwat dan menuruti hawa nafsu daripada disebut syubhat. Jika salah seorang ukhti yang belum mentaati perintah berhijab ditanya, mengapa ia tidak mengenakanhijab? Di antaranya ada yang menjawab: “Demi Allah, saya belum mantap dengan berhijab. Jika saya telah merasa mantap dengannya saya akan berhijab, insya Allah.”
Ukhti yang berdalih dengan syubhat ini hendaknya bisa membedakan antara dua hal. Yakni antara perintah Tuhan dengan perintah manusia.Jika perintah itu datangnya dari manusia maka manusia bisa salah dan bisa benar. Imam Malik berkata: “Dan setiap orang bisa diterima ucapannnya dan juga bisa ditolak, kecuali (perkataan) orang yang ada di dalam kuburan ini.” Yang dimaksudkan adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Selagi masih dalam bingkai perkataan manusia, maka seseorang tidak bisa dipaksa untuk menerima. Karenanya, dalam hal ini,setiap orang bisa berucap “belum mantap”, dan ia tidak bisa dihukum karenanya.
Adapun jika perintah itu salah satu dari perintah-perintah Allah, dengan kata lain Allah yang memerintahkan di dalam kitabNya, atau memerintahkan hal tersebut melalui NabiNya agar disampaikan kepada umatnya,maka tidak ada alasan bagi manusia untuk mengatakan “saya belum mantap”.
Bila ia masih mengatakan hal itu dengan penuh keyakinan, padahal ia mengetahui perintah tersebut ada didalam kitab Allah Ta’ala, maka hal tersebut bisa menyeretnya pada bahaya yang sangat besar, yakni keluar dari agama Allah, sementara dia tidak menyadarinya. Sebab dengan begitu berarti ia tidak percaya dan meragukan kebenaran perintah tersebut. Karena itu, ia adalah ungkapan yang sangat berbahaya.
Seandainya ia berkata: “Aku wanita kotor”,”aku tak kuat melawan nafsuku”, “jiwaku rapuh” atau “hasratku untuk itu sangat lemah” tentu ungkapan-ungkapan ini dan yang sejenisnya tidak bisa disejajarkan dengan ucapan: Aku belum mantap.” Sebab ungkapan-ungkapan tersebut pengakuan atas kelemahan, kesalahan dan kemaksiatan dirinya. Ia tidak menghukumi dengan salah atau benar terhadap perintah-perintah Allah secara semaunya. Juga tidak termasuk yang mengambil sebagian perintah Allah dan mencampakkan yang lain.
Allah berfirman :”Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula)bagi perempuanmukminah,apabila Allah dan RasulNya telah menerapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka piIihan (yang lain) tentang trrusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai AIlah dan RasulNya makasungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. ” (Al-Ahzab: 36)
~Sikap Yang Dituntut~
Ketika seorang hamba mengaku beriman kepada Allah, percaya bahwa Allah lebih bijaksana dan lebih mengetahui dalam penetapan hukum daripada dirinya -sementara dia sangat miskin dan sangat lema- maka jika telah datang perintah dari Allah, tidak ada pilihan lain baginya kecuali mentaati perintah tersebut. Ketika mendengar perintah Allah, sebagai seorang mukmin atau mukminah, mereka wajib mengatakan sebagaimana yang dikatakan orang-orang beriman:
Artinya:”… Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdo’a), ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dankepada Engkaulah tempat kembali.” (Al Baqarah: 285)
Ketika Allah memerintahkan kita dengan suatu perintah, Dia Maha Mengetahui bahwa perintah itu untuk kebaikan kita, dan salah satu sebab bagi tercapainya kebahagiaan kita. Demikian pula ha!nya dengan ketika memerintah wanita ber-hijab, Dia Maha Mengetahui bahwa ia adalah salah satu sebab tercapainya kebahagiaan, kemuliaan dan keagungan wanita.
Allah Subhanahu Wata ‘ala Maha Mengetahui, ilmuNya meliputi segala sesuatu, mengetahui sejak sebelum manusia diciptakan, juga mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan tanpa batas, mengetahui apa yang tidak akan tejadi dari berbagai peristiwa, juga Dia mengetahui andaikata peristiwa tersebut tejadi, apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Dengan kepercayaan seperti ini, yang merupakan keyakinan umat Islam, apakah patut dan masuk akal kitamenolak perintah Allah Yang Maha Luas ilmuNya, selanjutnya kita menerima perkataan manusia yangmemiliki banyak kekurangan, dan ilmunya sangat terbatas?
*Contoh dari Kenyataan Sehari-hari
Sebagai contoh, dapat kita kemukakan dari kenyataan hidup sehari-hari. Bila kita membeli satu unit komputer sementara orang yang merakitnya ada di dekat kita, dia mengerti betul bagaimana cara mengoperasikannya, memahami dari A hingga Z seluk beluk alat canggih tersebut, maka logiskah jika kita memanggil tukang cuci mobil untuk mengajari kita cara pengoperasian komputer? Tentu sangat tidak logis. Akal kita akan mengatakan, kita mesti memanggil ahli komputer untuk mengajari bagaimana cara penggunaan alat tersebut, berikut cara memperbaikinya jika tejadi kerusakan.
Kita meyakini, yang menciptakan manusia dan membentuknya adalah Tuhan manusia, yaitu Allah.Karena6itu,sangat wajar jika Allah yang lebih mengetahui tentang apa yang membahayakan dan memberi manfaat manusia. Dan jelaslah, bertahkim, patuh dan menyerah kepada selain Allah adalah cermin ketidakwarasan, kebodohandan kedunguan. Kedunguan itu disebabkan karena kita patuh kepada seseorang yang tidak mengetahui.Barangsiapa yang mengambil nasihat orang bodoh berarti dia menggelincirkan dirinya pada kebinasaan.
Ironinya, inilah yang tejadi pada kita kaum muslimin, betapa banyak kaum muslimin yang menuntut jawaban dari orang yang tidak mengetahuinya. Sebagaimana betapa banyak dari kalangan kita yang tidak memahami bahwa yang dimaksud kata  “Islam” adalah menyerah, patuh dan tunduk secara total kepada perintah perintah Allah dan larangan-laranganNya.
~Ukhti, Jangan Terjerumus Pada Pertentangan~
Tatkala engkau menasehati sebagian ukhti yang belum berhijab, sebagian mereka ada yang menjawab:”Saya juga seorang muslimah, selalu menjaga shalat lima waktu dan sebagian shalat sunat, saya puasa Ramadhan dan telah melakukan haji, berkali-kali pula saya umrah, aktif sebagai donatur pada beberapa yayasan sosial, tetapi saya belum’ mantap dengan ber-hijab”.
~Pertanyaan Buat Ukhti~
“Kalau memang anda sudah dan selalu melakukan amalan-amalan terpuji, yang berpangkal dari iman, kepatuhan pada perintah Allah serta takut siksaNya jika meninggalkan kewajiban-kewajiban itu, mengapa anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah-perintah itu adalah satu?
Sebagaimana shalat yang selalu anda jaga adalah suatu kewajiban, demikian pula halnya dengan hijab. Hijab itu wajib, dan kewajiban itu tidak diragukan adanya dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Atau, apakah anda tidak pernah mendengar cercaan Allah terhadap Bani Israil, karena mereka melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian yang lain?
Secara tegas, dalam hal ini Allah berfirman: “…Apakah kamu beriman kepada sebahagian AI-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”. (Al-Baqarah: 85)
Selanjutnya renungkanlah hadits shahih berikut ini:”Sesungguhnya penghuni Neraka yang paling ringan adzabnya pada hari Kiamat ialah orang yang diletakkan di tengah kedua telapak kakinya dua bara api, dari dua bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api”. (HR. Al-Bukhari, Kitabur Riqaaq, 11/376)
Jika seperti ini adzab yang paling ringan pada hari Kiamat, lalu bagaimana adzab bagi orang yang diancam Allah dengan adzab yang amat  pedih, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini. Yakni bagi orang yang beriman kepada sebagian ayat dan meninggalkan sebagian yang lain?
Wahai Ukhti… Apakah hanya demi penampilan, kebanggaan dan saling unggul-mengungguli di dunia, lain anda rela menjual akhirat dan siap menerima adzab yang pedih?
Sungguh, kami tidak berharap untuk ukhti, melainkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Kami meminta agar ukhti mau menggunakan akal sehat dalam menentukan pilihan ini.
[“Saudariku Apa yang Menghalangimu Untuk Berhijab” Asy Syaikh Abdul Hamid Al-Bilaly; Penerbit : Akafa Press Hal. 19]

Hati-hatilah Berbicara, Menulis Status Dan Komentar Di Facebook !




HENDAKLAH BERBICARA KEPADA FAKTOR-FAKTOR PENDORONG TENTANG KEBAIKAN DAN TAQWA
Dan bicarakanlah tentang membuat KEBAJIKAN dan TAKWA. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan." [QS. Al Mujadilah : 9]


Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. [QS. Al Isra' :53]

Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). [QS. Muhammad :21]

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil". [QS. Al Qashash : 55] 

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, [QS. Al Qalam : 10-11]

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,“Bukanlah seorang Mukmin, yaitu seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor ucapannya.”[HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu].

Ketahuilah, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan kulit menjadi saksi di akhirat nanti terhadap apa-apa yang telah kita kerjakan.

Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.

Dan mereka berkata kepada kulit mereka: Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?" Kulit mereka menjawab: "Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. [QS. Fushilat : 21]

Kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. [QS. Fushilat :20-22]

Tak ada satu katapun yang terucap, dan setiap kata-kata yang tertulis dalam status- statusmu dan komentar-komentar di Facebookmu, seluruh artikel dan catatanmu  melainkan Allah mengetahuinya dan dicatat oleh para malaikat sebagai sebuah kebaikan atau keburukan bagimu.

Allah berfirman : "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."[QS. Qaaf :18]

‎"Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [QS. Al Anbiya : 4]


Ingatlah! Setiap perbuatan dan tingkah laku kita hingga yang remeh sekalipun akan dicatat pada kitab amalan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang pun juga.” (QS. Al Kahfi [18] :49).

Kitab tersebut akan memuat amalan kebaikan dan kejelekan yang telah kita lakukan di dunia. Kitab tersebut akan diambil di sisi kanan dan kiri. Maka sungguh beruntung orang mukmin yang mendapat kitab tersebut dengan tangan kanannya dan dia akan sangat berbahagia. Dan sangat merugilah orang kafir yang mendapatkan catatan amalnya dengan tangan kirinya dan dia akan celaka.

Setiap orang bersama dengan amalan dan kitab amalannya akan ditimbang di suatu mizan (timbangan) yang memiliki dua daun timbangan. “Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. Al Qari’ah [101] : 6-9)

Allah berfirman :

Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya.  Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz).[QS. Yunus : 61]

....dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), [QS. Al An'aam :59]

Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka?  Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. [QS. Az Zukhruf : 80]

Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.(Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar.  Sesungguhnya Kami telah menyuruhmencatat apa yang telah kamu kerjakan." [QS. Al Jatsiyah : 28-29]

(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. [QS. Qaaf : 17]

Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-bukucatatan. [QS. Al Qamar : 52]

Muhasabahlah Sebelum Dan Sesudah Beramal

Duduklah bersama orang-orang yang cinta kepada Allah dan jujur serta menimba perkataan-perkataan mereka yang baik dan janganlah berbicara kecuali jika pembicaraan tersebut telah benar-benar baik dan diketahui dapat memberikan tambahan bagi keadaan sekarang dan manfaat bagi orang lain.

Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan di dua waktu. Yakni sebelum beramal dan setelah beramal. Hal ini sangat perlu, agar amal yang akan dilakukan bermanfaat dan menghasilkan pahala.
Sebelum beramal, periksalah selalu niat dan tujuan dalam melakukan sesuatu. Prinsip yang baik adalah tidak tergesa-gesa sampai melihat apakah perbuatan tersebut lebih berhak dilakukan ataukah ditinggalkan.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata: “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti sejenak ketika berniat untuk melakukan sesuatu; jika ternyata ikhlas karena Allah, ia segera melanjutkan, dan jika ternyata bukan karena Allah, ia mundur”.

Setelah beramal, sebaiknya memperhatikan tiga perkara berikut:

a. Mengevaluasi diri, apakah ketaatan yang telah dilakukan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Perlu diperhatikan bahwa hak Allah dalam ketaatan ada didalam enam perkara, yaitu: Ikhlas, melakukannya dengan sebagus-bagusnya, mengikuti contoh Rasul, persaksian ihsan, persaksian ni’mat Allah, dan melihat kekurangan yang ada padanya.

b. Menghisab diri terhadap semua perbuatan yang lebih baik ditinggalkan dari pada dilakukan.

c. Bermuhasabah terhadap perbuatan yang mubah yang biasa dikerjakan. Yakni dengan cara bertanya kepada diri sendiri, mengapa ia lakukan? Apakah mengharapkan keridhaan Allah, ataukah mengharapkan kehidupan dunia belaka?

Dengan cara-cara di atas, seorang hamba dapat melakukan muhasabah yang benar. Pertama, ia menghisab dirinya dalam amalan yang wajib. Jika ia ingat ada kekurangan padanya, ia segera memperbaikinya. Kedua, ia menghisab dirinya dalam perbuatan yang terlarang. Jika ia mengetahui bahwa ia telah melakukan sebuah dosa, ia segera bertaubat dan memohon ampun dan beramal kebaikan.

Selain itu, dengan cara-cara tersebut hamba Allah selalu sempat untuk menghisab kelalaiannya. Jika dirinya telah lalai dari tujuan penciptaannya, maka ia segera mengingat Allah dan kembali kepada-Nya. Kemudian ia menghisab ucapan-ucapannya, yang dilakukan oleh kedua kaki dan tangannya, dan yang didengar oleh telinganya.

Selalu bertanya kepada diri sendiri:

Apa yang diinginkan dari semua itu? Karena siapa? Bagaimana caranya?

Ingatlah selalu sabda Rasulullah;

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat nanti dari sisi Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang masa mudanya untuk apa dia gunakan, (3) tentang hartanya dari mana dia dapatkan, dan (4) untuk apa dia belanjakan, (5) tentang apa yang dia amalkan setelah mengetahui ilmunya.” [Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah hadits no. 946]

Sebagai seorang muslim yang baik, senantiasa dan sudah sepatutnya mengetahui bahwa setiap gerakan dan ucapan akan ditampakkan padanya dua pertanyaan: Karena siapa kamu melakukan dan bagaimana caranya?

Seperti yang dinyatakan oleh firman Allah:

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, Tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.” (QS AI Hijir: 92-93).


_____________

Wallahu a'lam
Sahabatmu : Anwar Baru Belajar

Maraji' :
1. Al Qur'an Al Karim
2. Ighatsatulahfan karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah.
3. Al Adabul Mufrad karya Imam Bukhori
4. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah karya Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani

Kalaulah bukan karena Allah menutupi aib-aib kita

Alhamdulillah, wash shalaatu wassalaamu ‘ala nabiyyinaa Muhammad, wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi ihsaan, wa ba’d.
Pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salaam, bani Israil ditimpa musim kemarau yg berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi nabi mereka. Mereka berkata,“Ya Kaliimallah, berdo’alah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami.” Maka berangkatlah Musa ‘alaihis salaam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas. Waktu itu mereka berjumlah lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdo’a…. dengan keadaan yang lusuh dan kumuh penuh debu…. Haus dan lapar….
Nabi Musa berdo’a, “Ilaahi! Asqinaa ghaitsak…. Wansyur a’alaina rahmatak… warhamnaa bil athfaal -r rudhdha’… wal bahaaim -r rutta’… wal masyaayikh -r rukka’…..”
Setelah itu langit tetap saja terang benderang… matahari pun bersinar makin kemilau… (maksudnya segumpal awan pun tak jua muncul).
Kemudian Nabi Musa berdo’a lagi, “Ilaahi … asqinaa….
Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yg lalu. Umumkanlah di hadapan manusia agar dia berdiri di hadapan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan utk kalian…”

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yg bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun… keluarlah ke hadapan kami…. karena engkaulah hujan tak kunjung turun…”
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri……. maka tak seorang pun yg keluar di hadapan manusia… saat itu pula ia sadar kalau dirinya lah yg dimaksud…..
Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke hadapan manusia, maka akan terbuka rahasiaku…. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”
Maka hatinya pun gundah gulana… air matanya pun menetes….. menyesali perbuatan maksiatnya…. sambil berkata lirih, “Ya Allah…Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun…. selama itu pula Engkau menutupi ‘aibku. Sungguh sekarang aku bertaubat kepada Mu, maka terimalah taubatku…”
Tak lama setelah pengakuan taubatnya tersebut, maka awan-awan tebal pun bermunculan… semakin lama semakin tebal menghitam.. dan akhirnya turunlah hujan.
Musa pun keheranan, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia.” Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan kepada kalian oleh sebab hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun.”
Musa berkata, “Ya Allah… Tunjukkan padaku hamba yang taat itu.”
Allah berfirman, “Ya Musa, Aku tidak membuka ‘aibnya padahal ia bermaksiat kepadaKu, Apakah Aku membuka ‘aibnya sedangkan ia taat kepadaKu?!”
(Kisah ini dikutip dari buku berjudul “Fii Bathni –l Huut” oleh Syaikh DR. Muhammad Al ‘Ariifi, hal.42)
Subhaanallah…. Kalaulah bukan karena Allah menutupi ‘aib-aib kita…….
ditulis oleh : Abu Yazid
sumber :milist salafi-jogja@googlegroups.com
—————-
alloh subhanahu wa ta’ala, menutupi aib seorang hambanya. bagaimana dengan kita? menutup aib atau malah mengumbar aib kita dan saudara kita?

NASIHAT SYAIKH RABE’ PADA PERTEMUAN SALAFIYIN QATAR

Fahmi Abubakar Jawwas
Oleh Asy-Syaikh Rabe Al Madkhali
Pada pertemuan ini saya ingin berbicara bersama saudara-saudaraku dan orang-orang yang aku cintai karena Allah seputar perkara-perkara yang bermanfaat bagiku –insyaAllah- dan bermanfaat bagi mereka (juga) di kehidupan dunia ini dan (kehidupan) akhrat (kelak)
Sesungguhnya perkara terpenting dalam agama ini adalah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam peribadatan kepada-Nya dan pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan perkara ini telah ditunjukkan oleh Al Qur’an Al Karim dan sunnah nabawiyah dan semua rasul –Alaihimus-Shalatu was-Salam- mengajak (ummat mereka) kepada perkara ini. Landasan pokok ini merupakan poros dakwah segenap nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- karena pentingnya perkara ini. Dan juga karena hal ini merupakan pokok utama dari landasan-landasan agama. Agama ini tidak akan menjadi lurus tanpanya dan amalan seseorang tidak akan diterima kecuali apabila ia menegakkan perkara ini. Perbedaan yang ada di antara para nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- hanyalah pada perkara tauhid ibadah yang merupakan makna dari syahadat “Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad Rasulullah, yaitu pada risalah penutup, “dan bahwasanya Nuh rasululah”, “dan bahwasanya Ibrahim rasulullah, “dan bahwasanya Shalih rasulullah” dstnya.
Semua nabi –Alaihimus-Shalatu was-Salam- datang dengan membawa dakwah yang besar ini. Dan tidak seorang pun ketinggalan dari berdakwah kepadanya. Dan dalam mendakwahkannya mereka mendapatkan gangguan yang hanya Allah Ta’aala saja yang mengetahui (kadarnya). Nuh Alaihissalaam berdakwah selama 950 tahun, menyeru kepada tauhid ini, tauhid ibadah kepada Allah dan mengikhlaskan agama ini hanya untuk-Nya dan menunggalkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam peribadahan. Dan perkara ini merupakan kandungan dari syahadat: Laa ilaaha illallaah. Seribu tahun (kurang) beliau tidak melangkahinya dan konsentrasi kepadanya.
Begitu pula Shalih Alaihissalaam dan Ibrahim dan selain mereka dari para rasul yang kisah mereka Allah ceritakan kepada kita di dalam Al Qur’an dan selain mereka dari (rasul-rasul) yang tidak Allah kisahkan kepada kita. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menceritakan kisah rasul-rasul ini dan sebagian nabi-nabi dan sejarah mereka dan Dia tidak menceritakan kepada kita (nabi-nabi) yang lainnya. Maka wajib bagi kita untuk beriman kepada nabi-nabi tersebut seluruhnya, dari yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an dan yang tidak disebutkan.
Termasuk dari landasan pokok keimanan: beriman kepada rasul-rasul tersebut, yang mana mereka mengajak untuk mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan mencintai mereka serta memberikan loyalitas kepada orang-orang yang loyal kepada mereka dan memusuhi orang-orang yang memusuhi mereka. Rasul-rasul tersebut, setiap mereka berkata kepada kaumnya; “Beribadahlah kalian kepada Allah. Tidak ada bagi kalian sesembahan selain Dia.” (Qs. Al A’raf: 59)
“Dan kami telah mengutus pada setiap ummat seorang rasul: (mereka berkata: beribadahlah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah peribadahan kepada thaghut.” (Qs. An-Nahl: 36)
Berdakwah kepada mentauhidkan Allah dan peribadahan kepada-Nya semata Subhanahu Wa Ta’ala serta mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dan meninggalkan thaghut-thaghut yaitu sesembahan-sesembahan yang dahulu diibadahi oleh ummat-ummat yang sesat. Dan masih saja sampai saat ini –sangat disayangkan- di dunia ini (orang-orang) dari selain muslimin, meskipun mereka meninggalkan peribadahan kepada berhala, batu, akan tetapi mereka mengambil tandingan-tandingan bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala dari para wali-wali dan orang-orang shalih –sangat disayangkan- seperti kaum Rafidhah dan Sufiyah dan selain mereka dari orang-orang yang mengikuti mereka di dalam medan yang jelek dan kelam ini.
Maka wajib bagi kita untuk memberi perhatian terhadap jenis-jenis tauhid ini. Kita mempelajarinya dari Kitabullah dan sunnah Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan dari akidah-akidah salaf Rhadiyallahu ‘Anhum. Mereka telah menulis seputar masalah ini dan menyusun bagitu banyak (tulisan) dan banyak sekali tulisan dalam perkara ini, mengingat pentingnya hal ini. Dan diantara yang akan saya sebutkan: As-Sunnah karya Al Khalal dan Asy-Syariah karya Al Aajurri dan Syarah I’tiqad Ahlissunnah atau Ushul Ahlissunah karya Al Laalika’i dan kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim serta kitab-kitab Al Imam Muhammad bin Abdulwahhab dan putra-putranya serta murid-murid beliau.
Kitab-kitab ini harus bagi kita untuk mempelajarinya dan memahaminya dan mengajak manusia kepada apa yang dikandungnya. Dan pada kalian ada kitab At-Tauhid dan syarahnya Fathul Majid dan Taysir Al Aziz Al Hamid. Karena kesesatan terjadi dari masa ke masa pada ummat ini. Dan para imam-imam menghadapi mereka (menerangkan) kesesatan-kesesatan ini dengan berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan tulisan dan lisan dan berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahkan sebagian mereka berjihad di jalan ini seperti Al Imam Muhammad bin Abdulwahhab berjihad dengan pedang dan tombak dan dengan pena dan lisan.
Maka mulailah mentarbiyah manusia dengan macam-macam tauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala ini. Yang mana ia merupakan inti pokok dari agama ini. Kita memulai dengannya sebelum yang lainnya. Dan apabila manusia dan negeri menyambut seruan kepada pokok yang agung ini kita bawa mereka. Dan muslimin mudah (bagi kita) membawa mereka. Karena orang-orang yang beriman dengan shalat, zakat, puasa dan haji bagaimana pun dahsyatnya penyimpangan dan kesesatan mereka sesungguhnya mereka menyambutmu dengan mudah. –Barakallahufikum-
Dan kita tidak menyibukkan diri dengan perkara politik dan tidak pula dengan khurafat-khurafat sufiyah dan tidak juga dengan selainnya. Karena di antara dakwah-dakwah yang rusak di zaman ini, orang-orang yang meninggalkan landasan-landasan pokok ini dan menyibukkan diri dengan memainkan perasaan-perasaan awam dan orang-orang bodoh melalui khurafat dan cerita-cerita bohong dan menjauh dari medan dakwah tauhid kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena ingin mengumpulkan manusia kepada dakwahnya, apakah dakwah politik atau dakwah sufiyah khurafat. Dan mereka membahayakan ummat dan tidak berguna bagi mereka bahkan mereka telah menghalangi manusia dari mengetahui dakwah para nabi dan manhaj-manhaj mereka Alaihimus-Shalatu was-Salam. Mereka menyibukkan manusia dengan apa yang mereka punya dari khurafat-khurafat dan kebohongan-kebohongan dari mengenal kebenaran yang dibawa para rasul Alaihimus-Shalatu was-Salam terlebih lagi penutup mereka Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Maka sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan petunjuk para nabi. Allah telah menyebutkan sejumlah nabi kemudian Dia berfirman setelah menyebutkan satu per satu nama-nama mereka: “Merekalah orang-orang yang Allah beri petunjuk, maka dengan petunjuk merekalah hendaknya kalian menauladani.” (Qs. Al An’am: 90)
Allah menunjuki mereka kepada agama yang hak, kepada mentauhidkan-Nya, kepada mengikhlaskan agama ini untuk-Nya dan memerintahkan Rasulullah dan ummatnya untuk mencontoh para nabi tersebut di dalam mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya serta mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dan mengajak manusia kepadanya
Inilah dakwah para nabi Alaihimus-Shalatu was-Salam dan datang perkara shalat, zakat dan syari’at-syari’at yang banyak, datang pada agama-agama yang lalu. Akan tetapi memulai (dakwah) tetap pada yang terpenting kemudian perkara penting setelahnya. Sebagaimana yang terdapat pada hadits Mu’adz Rhadiyallahu ‘Anhu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengutusnya ke Yaman, beliau berkata: Sesungguhnya engkau mendatangi kaum ahli kitab, jadikanlah yang pertama kali kamu seru mereka adalah kepada: syahadat Laa ilaaha illallaah dan sesungguhnya aku utusan Allah. Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini beritahu mereka bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, bertahu mereka bahwasanya Allah mewajibkan atas mereka sedekah pada harta-harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada fakir-miskin dari mereka. Dan apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, jauhilah harta-harta mereka yang paling baik. Karena tidak ada antara doa orang yang terzalimi dengan Allah satu pun penghalang.
Yang dimaukan dari hadits ini adalah: bahwa Nabi mengarahkan Mu’adz dan dia akan pergi menuju kaum ahli kitab. (Ahli kitab) beriman kepada risalah Musa Alaihissalaam dan nabi-nabi sebelumnya dan mereka mengucapkan: Laa ilaaha illallaah. Akan tetapi mereka telah merusak maknanya dan tidak beriman kepada penutup para rasul ini Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan Muadz untuk mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada pokok seruannya kepada Allah, yaitu beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dan demikianlah para muslihun (orang-orang yang mengajak kepada perbaikan): seperti Ibnu Taimiyah dan selain mereka dari orang-orang yang mendapati masyarakat islam telah menyimpang disebabkan kaum sufi dan Rafidhah. Mereka berdakwah kepada tauhid dan menulis seputar masalah ini tulisan yang banyak dan monumental. Maka kita berjalan di atas manhaj para nabi dan para muslihin di dalam berdakwah ke jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Inilah pokok dan inti dari dakwah Islam. Kita mengajak manusia kepadanya. Apabila mereka menyambut dakwah ini dan menyambut untuk berpegang dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam serta untuk mentaati Rasul yang mulia ini Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah Allah utus untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, maka kita telah mencintai Rasul ini dan mentaatinya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kita mencintai beliau lebih daripada anak-anak kita dan diri-diri kita serta harta benda kita. “Tidaklah kalian beriman sampai aku lebih dia cintai dari dirinya sendiri dan anaknya dan bapaknya dan manusia sekalian.” (Hadits)
Maka beliaulah yang paling kita cintai daripada perkara-perkara ini semua Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Sebagaimana kita (juga) mencintai para shahabatnya yang mulia Rhadiyallahu ‘Anhum dan ahlulbait beliau yang istiqamah di atas manhajnya. Kita mencintai mereka dan mendahulukan mereka daripada diri-diri kita dan anak-anak kita Rhadiyallahu ‘Anhum. Para shahabat yang mulia berhak mendapatkan penghormatan kita dan kecintaan kita yang besar. Karena merekalah yang menyampaikan agama ini kepada kita, merekalah yang menyebarkan agama ini, merekalah yang mengorbankan diri-diri mereka dan harta benda mereka dalam menyebarkan agama ini Rhadiyallahu ‘Anhum pada masa hidupnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan setelahnya sehingga kebanyakan ummat pada waktu itu menjadi dekat dengan mereka Rhadiyallahu ‘Anhum. Maka kenalilah kedudukan mereka dan kehormatan mereka Rhadiyallahu ‘Anhum.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan kita dari mencela mereka: “Jangan kalian cela shahabatku sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, apabila salah seorang kalian menyedekahkan emas sebesar bukit Uhud, tidak akan menyamai segenggam sedekah mereka bahkan setengahnya.”. Kita mencintai Rasul ini dan mencintai para shahabatnya yang mulia dan ahlulbait beliau yang terhormat Rhadiyallahu ‘Anhum, (semua ini) karena Allah.
Kita mencintai Allah dan mencintai para rasul dan di antara mereka penutup para rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan shahabat yang mulia, kita mencintai mereka karena hal ini di antara kesempurnaan kecintaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan Allah tidak menerima kita hanya mencintainya saja. Bahkan wajib atas kita untuk mencintai-Nya dan mencintai rasul-rasul-Nya dan mencintai wali-wali-Nya yang beriman, loyal kepada mereka dan mendahulukan loyalitas kita kepada mereka daripada loyalitas yang lainnya. Bahkan kita tidak berloyal kepada siapa pun di sisi loyalitas kita kepada mereka Rhadiyallahu ‘Anhum. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah dan kerabatnya serta para shahabatnya semua.
Kita mentaati Rasul ini. Dan Al Qur’an telah memulai atau banyak ayat Al Qur’an lebih dari tiga puluh nash mengajak kepada ketaatan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengikutinya: “Dan taatilah Allah dan taatilah Rasul.” (Qs. Al Ma’idah: 92) “Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya sesungguhnya untuknya neraka jahannam mereka kekal di dalamnya.” (Qs. An-Nisaa’: 14)
Maka mentaati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan satu-satunya jalan setelah mentauhidkan Allah yang mengantarkan kepada surga-Nya yang luas (surga-Nya) seluas langit dan bumi. Maka kita mencintai Allah, kita mencintai tauhid, kita mencintai para malaikat, kita mencintai para rasul dan kita mentaati Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada setiap perintahnya dan pada setiap larangannya: “Apa yang aku perintahkan kepada kalian kerjakanlah semampu kalian dan apa yang aku larang tingalkanlah.” “Maka berhati-hatilah orang-orang yang menyelisihi perintahnya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa oleh azab yang pedih.” (Qs. An-Nur: 63) Maka orang yang menyelisihi Rasulullah bisa saja ditimpa fitnah atau azab yang pedih. Tahukah kalian apa itu fitnah?! Fitnah adalah: kekufuran.
Menyelisihi Rasulullah akan berakibat hatinya menjadi menyimpang dan mengantarkan kepada kekufuran –hanya kepada Allah kita berlindung- kita mohon kepada Allah keselamatan. “Maka berhati-hatilah orang-orang yang menyelisihi perintahnya bahwa mereka akan ditimpa fitnah atau akan ditimpa oleh azab yang pedih.” (Qs. An-Nur: 63) Fitnah adalah kekufuran dan kemurtadan dan penyimpangan dari apa yang dibawa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka kita harus berhati-hati dari menyelisihinya karena menyelisihi beliau akibatnya bahaya. Kita mentaati beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membenarkannya pada setiap beritanya dan mentaatinya pada setiap perintahnya dan berhenti dari perkara-perkara yang beliau larang atau peringatkan kita darinya.
Kita mencintai para shahabatnya dan mencintai sesama mukminin. Dan wajib bagi kita untuk saling mencintai di antara kita dan saling menjalin hubungan di antara kita dan saling kasih sayang di antara kita dan saling mengajak kepada yang ma’ruf dan saling mengingatkan dari yang mungkar dan saling menasihati untuk mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan pihak yang keliru dari saudara-saudara kita salafiyin kita nasihatkan dengan hikmah dan kita jelaskan kepadanya dan kita tegakkan hujjah kepadanya karena yang demikian lebih bermanfaat dan berguna dan jangan langsung kita memutus hubungan dengannya. Karena penyakit ini merebak pada kebanyakan orang-orang yang menisbatkan diri-diri mereka kepada manhaj salaf sampai-sampai menyeret sebagian mereka kepada perpecahan dan menyeret sebagian mereka kepada penyimpangan dari manhaj ini kepada manhaj lainnya. Hanya kepada Allah kita mohon keselamatan.
Maka jagalah persaudaraan di antara kalian dan saling mendekat dan saling mengasihi di antara kalian dan saling menjalin hubungan di antara kalian dan saling mengajak kepada yang ma’ruf dan saling mengingatkan dari yang mungkar. Karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah di antara cirri khusus yang ada pada ummat ini, dengannya ummat ini berbeda dengan ummat-ummat lainnya. Karena Allah telah memilih mereka, karena mereka saling mengajak kepada yang ma’ruf dan saling melarang dari yang mungkar. “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan kepada manusia kalian memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.” (Qs. Ali Imran; 110)
Dan saling cinta di sini bukan berarti saling cinta yang menyeret kepada sikap basa-basi, bukan maksud saling cinta kita berbasa-basi dan mendiamkan kesalahan bahkan barangsiapa yang melakukan kesalahan besar maupun kecil kita jelaskan hal ini kepadanya bahwa dia terjatuh pada kesalahan ini, dia telah menyelisihi dalil ini dari Al Kitab dan menyelisihi nash ini dari As-Sunnah dan menyelisihi manhaj salaf. Kita jelaskan hal ini kepadanya. Dan apabila ia terjatuh kepada suatu bid’ah kita nasihatkan dia dan kita jelaskan hal ini padanya. Dan apabila dia menentang dan sombong dan terus mengajak kepada bid’ahnya maka yang seperti ini berdasarkan kesepakatan kaum muslimin (ummat) diperingatkan darinya dan dia (harus) diboikot. Dan apabila dia terjatuh kepada bid’ah terlebih lagi bid’ah yang besar dan dinasihati tapi tidak menerima nasihat dan sombong bahkan dia terus menerus mengajak kepada bid’ahnya dan fitnah. Maka yang seperti ini ketika itu (ummat) diperingatkan darinya.
Saya mohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyatukan kita di atas kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengokohkan kita di atasnya dan mewafatkan kita di atasnya sesungguhnya Rabb kita Maha Mendengar doa.

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad dan keluarganya serta para shahabatnya.
Wassalamualaikum warahmatullahu wabarakatuh.
Sumber: http://sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=912
Judul asli; Kalimatun Taujihiyyah Dhimnal-Liqa’aat As-Salafiyah Al Qatariyah
Transkrip oleh: Abu Ubaidah Munjid bin Fadhl Al Haddad
Penataan dan penyusunan kembali: Abdullah bin Zaid Al Khalidi
Penterjemahan: Al Ustad Jafar Salih

Sumber :
http://sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=912
thank you