Kamis, 13 Januari 2011

10 FAEDAH TENTANG BID’AH


I. BID’AH PEMECAH BELAH UMAT
Bid’ah adalah penyebab utama perpecahan umat dan permusuhan di tengah-tengah mereka. Allah berfirman (yang artinya):
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan,karena itu akan mencerai beraikan kalian dari jalanNya”[1]
  • Mujahid[2] menafsirkan “jalan-jalan” dengan aneka macam bid’ah dan syubhat.[3]
Setelah menyebutkan beberapa dalil-dalil bahwa bid’ah adalah pemecah belah umat, Imam Asy Syatibi mengatakan :”Semua bukti dan dalil ini menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika munculnya kebid’ahan”[4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Istiqomah 1/42 :
”bid’ah itu identik dengan perpecahan sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.”
II. BILA BID’AH DIANGGAP SUNNAH
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala mengatakan:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيْهَا الْكَبِيْرُ, وَيَرْبُوْ فِيْهَا الصَّغِيْرُ, إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيْلَ تُرِكَتِ السُّنَّةُ. قَالُوْا : وَمَتَى ذَاكَ؟ قَالَ : إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ, وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ, وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ, وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ, وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ
Bagaimana sikap kalian apabila datang sebuah fitnah yang membuat orang-orang dewasa menjadi pikun, anak-anak menjadi tua dibuatnya, dan manusia menganggapnya sunnah, apabila ditinggalkan maka dikatakanlah, “Sunnah telah ditinggalkan.” Mereka bertanya, “Kapankah itu terjadi?” Beliau menjawab, “Apabila telah wafat para ulama kalian dan meninggal para pembaca kalian, sedikitnya orang-orang faqih kalian, banyaknya para pemimpin kalian, sedikitnya orang-orang yang amanah, dunia dikejar dengan amalan akhirat, ilmu selain agama dipelajari secara mendalam.”[5]
  • Syaikh al-Albani menerangkan bahwa hadits ini sekalipun mauquf pada Ibnu Mas’ud tetapi dia tergolong marfu’ hukman (sampai kepada Nabi n/), lalu lanjutnya: “Hadits ini merupakan salah satu bukti kebenaran kenabian Nabi dan risalah yang beliau emban, karena setiap penggalan hadits ini telah terbukti nyata pada zaman kita sekarang, di antaranya banyaknya kebid’ahan dan banyaknya manusia yang terfitnah olehnya sehingga menjadikannya sebagai suatu sunnah dan agama, lalu ketika ada Ahlus Sunnah yang memalingkannya kepada sunnah yang sebenarnya, maka mereka mengatakan: “Sunnah telah ditinggalkan”.!! [6]
III. SENJATA PAMUNGKAS
  • Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan shalat setelah fajar lebih dari dua rakaat, ia memanjangkan rukuk dan sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad, apakah Allah aka menyiksaku dengan sebab shalat? “Beliau menjawab tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi As-Sunnah”. [7]
  • Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengomentari atsar ini dalam Irwaul Ghalil 2/236 “Ini adalah jawaban Said bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid’ah yang menganggap baik kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan shalat, kemudian membantai Ahlus Sunnah dan menuduh bahwa mereka (Ahlu Sunnah) mengingkari dzikir dan shalat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam dzikir, shalat dan lain-lain”.
IV. BID’AH HASANAH, ADAKAH?
Sungguh aneh bin ajaib apa yang dikatakan oleh al-Ghumari dalam bukunya “Itqon Shun’ah fi Tahqiqi Ma’na al-Bid’ah” hlm. 5: “Sesungguhnya para ulama bersepakat untuk membagi bid’ah menjadi dua macam; bid’ah terpuji dan tercela…Tidak ada yang menyelisihnya kecuali asy-Syathibi!!!”.
Demikian ucapannya, sebuah ucapan yang tidak membutuhkan keterangan panjang tentang bathilnya, karena para ulama salaf semenjak dahulu hingga sekarang selalu mengingkari bid’ah dan menyatakan bahwa setiap kebid’ahan adalah sesat. Alangkah bagusnya ucapan sahabat Abdulloh bin Umar tatkala berkata:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Setiap bid’ah adalah kesesatan walaupun dipandang oleh manusia sebagai suatu kebaikan.[8]
V. KELUARGA WARNA WARNI

Sungguh unik apa yang dikisahkan oleh Ibnu Hazm dalam Nuqothul Arus sebagaimana dalam Rosail Ibnu Hazm 2/112-115, di antaranya:
  • Hirosy memiliki enam anak, dua anaknya Ahlu Sunnah, duanya lagi dari Khowarij, duanya lagi dari Rafidhoh, mereka saling bermusuhan, sehingga suatu kali bapak mereka mengatakan: “Sesungguhkan Allah telah mencerai beraikan hati kalian!!”.
  • Sayyid al-Himyari Kisani adalah seorang Syi’ah, sedangkan kedua orang tuanya adalah khowarij, anaknya suka melaknat kedua orang tuanya dan kedua orang tuanya membalas melaknatnya juga!! [9]
VI. BID’AH MEMATIKAN SUNNAH
  • Hassan bin ‘Athiyyah berkata: “Tidaklah suatu kaum melakukan suatu kebid’ahan dalam agama mereka, ekcuali Allah akan mencabut dari mereka sunnah semisalnya, kemudian dia tidak kembali ke sunnah hingga hari kiamat”. [10]
  • Imam adz-Dzahabi berkata: “Mengikuti sunnah adalah kehidupan hati dan makanan baginya. Apabila hati telah terbiasa dengan bid’ah, maka tiada lagi ruang untuk sunnah”. [11]
VII. HATI ITU LEMAH
  • Suatu kali, ada dua orang lelaki pengekor hawa nafsu datang kepada Muhammad bin Sirin seraya mengatakan: “Wahai Abu Bakr! Kami akan menceritakan kepadamu suatu hadits? Beliau berkata: Tidak. Keduanya mengatakan: Kami akan membacakan ayat Al-Qur’an kepadamu. Beliau berkata: Tidak, kalian yang pergi ataukah saya yang akan pergi. [12]Sufyan ats-Tsauri berkata: “Barangsiapa mendengarkan suatu kebid’ahan, maka janganlah dia menceritakan kepada teman duduknya, janganlah dia memasukkan syubhat dalam hati mereka”.
  • Imam adz-Dzahabi membawakannya dalam Siyar A’lam Nubala’ 7/261, lalu berkomentar: “Mayoritas ulama salaf seperti ini kerasnya dalam memperingatkan dari bid’ah, mereka memandang bahwa hati manusia itu lemah, sedangkan syubhat kencang menerpa”.
VIII. ANTARA BID’AH DAN MASLAHAT
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memberikan sebuah kaidah penting tentang maslahat dan mafsadah, beliau berkata :
فَكُلُّ أَمْرٍ يَكُوْنُ الْمُقْتَضِيْ لِفِعْلِهِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مَوْجُوْدًا لَوْ كَانَ مَصْلَحَةً وَلَمْ يَفْعَلْ, يُعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ
Setiap perkara yang faktor dilakukannya ada pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang nampaknya membawa maslahat tetapi tidak dikerjakan Nabi, maka jelas bahwa hal itu bukanlah maslahat. [13]
Beliau kemudian memberikan contoh, seperti adzan pada hari raya. Adzan itu sendiri pada asalnya adalah maslahat. Dan faktor dilakukannya juga ada, yaitu mengumpulkan jama’ah sholat. Tetapi Nabi tidak melakukannya. Berarti adzan pada hari raya bukanlah maslahat. Kita menyakini hal itu sesat sebelum kita mendapatakan larangan khusus akan hal tersebut atau  sebelum kita mendapaakan bahwa hal tersebut membawa mafsadah.
IX. PESAN SUNAN BONANG
Salah satu catatan menarik yang terdapat dalam dokumen “Het Book van Mbonang”[14]adalah peringatan dari sunan Mbonang kepada umat untuk selalu bersikap saling membantu dalam suasana cinta kasih, dan mencegah diri dari kesesatan dan bid’ah. Bunyinya sebagai berikut: “Ee..mitraningsun! Karana sira iki apapasihana sami-saminira Islam lan mitranira kang asih ing sira lan anyegaha sira ing dalalah lan bid’ah“.
Artinya: “Wahai saudaraku! Karena kalian semua adalah sama-sama pemeluk Islam maka hendaklah saling mengasihi dengan saudaramu yang mengasihimu. Kalian semua hendaklah mencegah dari perbuatan sesat dan bid’ah.[15]
X. MEMBANTAH AHLI BID’AH
Alangkah bagusnya ucapan seorang:
يَا طَالِبَ الْعِلْمِ صَارِمْ كُلَّ بَطَّالِ
وَكُلَّ غَاوٍ إِلىَ الأَهْوَاءِ مَيَّالِ
وَلاَ تَمِيْلَنَّ يَا هَذَا إِلَى بِدَعٍ
ضَلَّ أَصْحَابُهَا بِالْقِيْلِ وَالْقَالِ
Wahai penuntut ilmu, seranglah setiap ahli kebathilan
Dan setiap orang yang condong kepada hawa nafsu
Janganlah dirimu condong kepada bid’ah
Sungguh pelaku bid’ah telah tersesat karena kabar burung[16]
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
www.abiubaidah.com

[1] QS.Al-An’am: 153.
[2] Beliau adalah seorang pakar ilmu tafsir,beliau belajar dan khatam al qur’an beserta tafsirnya perayat kepada Ibnu Abbas sebanyak dua puluh sembilan kali. Sufyan Ats-Tsauri berkata :”Apabila datang padamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah dengannya.(lihatMa’rifah Qurra’ kibar 1/66-67 Adz-Dzahabi, Muqodimah Tafsir 94-95 Ibnu Taimiyyah).
[3] Jami’ul Bayan 5/88 Ibnu Jarir.
[4] Al-I’tishom 1/157.
[5] HR. Darimi 1/64, al-Hakim 4/514 dengan sanad hasan shohih.
[6] Qiyam Romadhan hlm. 4-5.
[7] Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 2/466.
[8] Diriwayatkan oleh Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqod: 126, Ibnu Baththoh dalam Ibanah: 205, al-Baihaqi dalam Madkhol Ila Sunan: 191, dan Ibnu Nashr dalam as-Sunnah: 70 dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam Janaiz hlm. 258.
[9] An-Nadhoir, Syaikh Bakr Abu Zaid hlm. 86.
[10] Dikeluarkan al-Lalikai: 129, ad-Darimi: 98 dengan sanad shohih.
[11] Tasyabbuh al-Khosis bi Ahlil Khomis hlm. 46.
[12] Ad-Darimi 1/109.
[13] Iqtidho’ Sirhotil Mustaqim 2/594.
[14] Dokumen ini adalah sumber tentang walisongo yang dipercayai sebagai dokumen asli dan valid, yang tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Dari dokumen ini telah dilakukan beberapa kajian oleh beberapa peneliti. Diantaranya thesis Dr. Bjo Schrieke tahun 1816, dan Thesis Dr. Jgh Gunning tahun 1881, Dr. Da Rinkers tahun 1910, dan Dr. Pj Zoetmulder Sj, tahun 1935.
[15] Dari info Abu Yahta Arif Mustaqim, pengedit buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah Para Wali hlm. 12-13.
[16] Dzail Tarikh Baghdad 16/318, sebagaimana dalam Ilmu Ushul Bida’ hlm. 300.

20 FAEDAH TENTANG AQIDAH


http://www.oasetarbiyah.com/wp-content/uploads/2007/04/aqidah-salimah.jpg
Faidah I
TOLERANSI AGAMA
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. [1]
Sebagian kalangan menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk memperkuat ajaran toleransi antar umat beragama dan kebenaran agama selain Islam. Sungguh, ini adalah pemahaman yang bathil, bagaimana mungkin itu benar sedangkan Rasulullah selalu mengingkari, melarang dan mengancam dari agama selain Islam, bahkan ketika mereka menuntut beliau agar menghentikan hal itu, beliau tetap tegar dalam pendiriannya. Lantas bagaimana mungkin ayat ini menunjukkan kebenaran agama mereka?!! Ayat ini menunjukkan perintah agar Nabi berlepas diri dari agama mereka yang bathil, bukan malah menyetujuinya.[2]
Faidah II
KARTU AJAIB
  • Abu Hasan, Ali bin Umar berkata: “Saya pernah mendapati seorang di suatu majlis, ketika dia mendengar hadits ini[3], dia menjerit lalu meninggal dunia. Aku ikut mengurusi jenazahnya dan menyalatinya”.[4]
Faidah III
AL-QUR’AN MAKHLUK?
  • Ahmad bin Nashr berkata: “Saya pernah mendapati seorang yang kesurupan jin, lalu saya bacakan ayat di telinganya, tiba-tiba jin wanita berkata kepadaku: Wahai Abu Abdillah, biarkanlah aku mencekiknya, karena dia mengatakan: Al-Qur’an makhluk!!!”.[5]
Suatu kaum dari Ashbahan pernah berkata kepada Shahib bin Abbad: Seandainya Al-Qur’an itu makhluk, berarti dia bisa mati, lalu kalau mati di akhir bulan Sya’ban, bagaimana kita shalat terawih nanti? Dia menjawab: Seandainya Al-Qur’an mati, maka Ramadhan juga ikut mati, kita tidak perlu shalat terawih, kita istirahat santai saja”. [6]
Faidah IV
KUNCI KEMENANGAN
Ketika pasukan Tatar menjajah Damaskus, banyak rakyat saat itu meminta bantuan kepada ahli kubur supaya lekas menghilangkan musibah tersebut, sehingga seorang penyair mereka mengatakan:
يَا خَائِفِيْنَ مِنَ التَّتَرْ      لُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ
عُوْذُوْا بِقَبْرِ أَبِيْ عُمَرْ      يُنْجِيْكُمْ مِنَ الضَّرَرْ
Wahai orang-orang yang takut dari Tatar
Berlindunglah ke kuburan Abu Umar
Niscaya dia menyelamatkanmu dari bahaya.
Saya (Ibnu Taimiyyah) berkata pada mereka: “Seandainya orang-orang yang kalian mintai pertolongan tersebut ikut jihad bersama kalian, niscaya kalian akan kalah sebagaimana kaum muslimin mengalami kekalahan pada perang Uhud”. [7]
Setelah itu kami mengajak manusia agar memurnikan agama dan berdoa hanya kepada Allah semata, sehingga manusia tidak diperkenankan untuk meminta pertolongan kecuali hanya kepadaNya semata, tidak boleh kepada selainNya walaupun dia seorang malaikat atau nabi yang terdekat, sebagaimana firman Allah tentang perang Badr:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan doamu. [8]
Nah, tatkala manusia berubah memperbaiki keadaan dan mereka hanya meminta pertolongan kepada Allah saja, maka Allah memberikan kemenangan kepada mereka dalam menghadapi musuh mereka dengan kemenangan yang tiada bandingnya, dimana pasukan Tatar belum pernah mengalami kekalahan seperti saat itu. Semua ini meruakan buah dari tauhid dan ketaatan kepada rasul. Sesungguhnya Allah berjanji akan menolong para utusanNya dan orang-orang beriman di dunia dan akherat.[9]
Faidah V
MENGGUGAT SYARI’AT
Seorang zindiq yang dikenal dengan Abu Ala’ al-Ma’arri menggugat syariat potong tangan bagi pencuri dalam syairnya:
يَدٌ بِخَمْسِ مِئِيْنٍ عَسْجَدٍ وُدِيَتْ مَا بَالُهَا قُطِعَتْ فِيْ رُبْعِ دِيْنَارِ؟
تَنَاقُضٌ مَالَنَا إِلاَّ السُّكُوْتُ لَهُ وَنَسْتَجِيْرُ بِمَوْلاَنَا مِنَ الْعَارِ
Diyat tangan adalah lima ratus dinar
Tetapi mengapa dia dipotong karena seperempat dinar?
Kontradiksi nyata tapi kita tidak dapat berbuat kecuali hanya diam saja
Dan memohon perlindungan kepada Allah dari kehinaan
.
Syair di atas di bantah dengan syair berikut ini
يَدٌ بِخَمْسِ مِئِيْنٍ عَسْجَدٍ وُدِيَتْ        لَكِنَّهَا قُطِعَتْ فِيْ رُبْعِ دِيْنَارِ
عِزُّ الأَمَانَةِ أَغْلاَهَا وَأَرْخَصَهَا           ذُلُّ الْخِيَانَةِ فَافْهَمْ حِكْمَةَ الْبَارِيْ
Diyat tangan adalah lima ratus dinar
Tetapi dia dipotong karena seperempat dinar
Kemuliaan amanat yang membuat tangan menjadi mahal
Dan harganya menjadi murah tatkala dia berkhianat
Maka fahamilah hikmah syariat Allah[10]
Faidah VI
LEBIH PARAH SYIRIKNYA
Seorang ulama India, Shiddiq Hasan Khan pernah bercerita tentang perjalanan hajinya dalam kitabnya “Rihlah Shiddiq ila Baitil Atiq” hal. 171-172: “Termasuk keajaiban yang tidak layak disembunyikan bahwa para  pelaut apabila merasa ketakutan terhadap kapal dan penumpangnya, mereka meminta tolong dengan memanggil nama Syaikh Aidarus[11] dan selainnya, mereka tidak menyebut Allah sedikitpun. Apabila saya mendengar mereka meminta tolong dan memanggil wali-wali mereka, saya sangat khawatir sekali akan turunnya bencana menimpa kapal yang kami tumpangi. Saya berkata dalam hati: Aduhai, apakah kapal ini akan sampai ke tepi dengan selamat?!! Sesungguhnya orang-orang musyrik Arab dahulu dalam kondisi seperti ini, mereka hanya berdoa kepada Allah saja dan melupakan tuhan-tuhan mereka yang bathil sebagaimana firman Allah:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya. [12]
Anehnya, mereka yang menamakan diri mereka “muslim” malah berdoa kepada selain Allah dan menyebut nama-nama makhlukNya. Sungguh benar firman Allah:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah. [13]
Hanya saja karena rahmat Allah yang begitu luas, akhirnya kapalpun sampai ke tujuan dengan selamat. [14]
Faidah VII
ARGUMEN KROPOS
Ada seorang tokoh agama yang berdalil bahwa para wali itu memiliki kemampuan di kuburnya sehingga dimintai doa, dia berdalil dengan ayat:
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi tuhannya dengan mendaat rezeki. [15]
Lalu ada seorang awam kaum muslimin yang menjawab: “Kalau memang bacaannya adalah yarzuqun (mereka memberi rezeki) maka itu benar, tetapi kalau tidak maka ayat itu malah membantah dirimu sendiri”. [16]
Faidah VIII
MENYELISIHI RAFIDHAH
Al-Alusi dalam kitabnya “ath-Thurrah ‘ala Ghurrah” 12/14 menyebutkan bahwa merupakan perkara yang populer di kalangan kelompok Syi’ah Rafidhah; dibenci memisahkan antara Nabi dan keluarganya dengan huruf (عَلَى ). Mereka berdalil dengan hadits palsu:
مَنْ فَصَلَ بَيْنِيْ وَبَيْنِ آلِيْ بِ (عَلَى)  لَمْ يَنَلْ شَفَاعَتِيْ
Barangsiapa yang memisah antaraku dengan keluargaku dengan huruf ala, maka dia tidak mendapatkan syafa’atku.
Tak sedikit dari tokoh Syi’ah sendiri telah menegaskan bahwa hadits ini palsu, maka hendaknya bagi Ahli Sunnah untuk menyelisihi Rafidhah dengan mengatakan:  [17] ( وعَلَى آلِهِ).
Faidah IX
ADA NABI WANITA?
Sebagian ulama semisal Abul Hasan al-Asy’ari, al-Qurthubi, Ibnu Hazm berpendapat bahwa ada Nabi wanita seperti Maryam, Hawa, ibu Nabi Musa, Sarah, Hajar, Asiyah. Namun pendapat ini ganjil dan lemah ditinjau dari sembilan segi.[18]
Faidah X
DIALOG ANTAR AGAMA
  • Soal: Bolehkah mengadakan dialog/debat antar agama, seperti yang terjadi antara dai Ahmad Dedat dan pendeta Nashrani?
  • Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin menjawab: Debat/dialog antara kaum muslim dengan kaum kaum kafir apabila diperlukan maka hukumnya wajib. Namun bagi seorang yang akan berdebat dengan kaum kafir dia harus memiliki pengetahuan tentang Islam untuk memperkuat argumennya dan juga memiliki pengetahuan tentang kebobrokan agama lawan untuk membantah kerancuan-kerancuan yang akan diutarakan.
Saya telah menyaksikan sebagian perdebatan antara dai Islami Ahmad Dedat dan pendeta nashari. Sungguh mengagumkanku perdebatannya, yang akhirnya dia dapat membungkam mulut pendeta nashrani tersebut dan mematahkan semua argumennya. Segala puji bagi Allah. [19]
Faidah XI
AYAT TAUHID DITAFSIRKAN KESYIRIKAN
Dalam sholat mereka, kaum muslimin selalu membaca sebuah ayat dalam surat al-Fatihah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. [20]
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata menafsirkan ayat di atas:
“Yakni kita mengkhususkanMu saja dengan ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan), karena mendahulukan obyek menunjukkan pembatasan, seakan-akan dia mengatakan: Kami beribadah kepadamu dan tidak beribadah kepada selainMu, kami meminta pertolongan kepadaMu dan tidak meminta kepada selainMu”.[21]
Adapun Nurcholis Madjid, dia malah mengatakan:
“Kalau kita baru sampai pada iyyaka na’budu berarti kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nasta’in, maka kita lebur, menyatu dengan dengan Tuhan”.[22]
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana dia menafsirkan ayat tauhid dengan dengan sebuah paham yang sesat dan menyesatkan yaitu Wahdatul wujud (bersatunya hamba dengan Allah). Hanya kepada Allah kita mengadu!!
Faidah XII
AHMADIYYAH SESAT?!
Syaikh al-Albani berkata: “Ketahuilah bahwa termasuk di antara para Dajjal yang mengaku Nabi adalah Mirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani dari India, yang mengaku sebagai Imam al-Mahdi pada masa Inggris menjajah India, kemudian setelah itu dia mengaku sebagai Nabi Isa, dan akhirnya dia mengaku sebagai Nabi. Banyak juga orang yang tidak memiliki ilmu Al-Qur’an dan sunnah tertipu menjadi pengikutnya.
  • Saya telah bertemu dengan sebagian penyebar Ahmadiyyah dari India atau Suria, sering sekali terjadi dialog antara diriku dengan mereka, saya mengajak mereka untuk berdialog seputar keyakinan mereka bahwa ada Nabi-nabi setelah Nabi Muhammad, salah satunya adalah Mirza Ghulam Ahmad!! Mereka mulai mengelak dari dialog seputar keyakinan tersebut, namun saya tetap mendesak mereka, sehingga merekapun kalah dan orang-orang yang hadir tahu bahwa mereka adalah dalam kebathilan.
  • Mereka memiliki keyakinan-keyakinan bathil lainnya yang banyak, menyelisihi ijma’ umat, seperti mengingkari hari kebangkitan dengan jasad, nikmat dan siksa hanya pada ruh saja tanpa jasad, siksa untuk orang kafir bisa terputus, mengingkari adanya Jin…Oleh karena itu Inggris mendukung Mirza, sehingga dia sendiri mengatakan: “Haram bagi kaum muslimin untuk menyerang Inggris!!” dan kesesatan-kesesatan lainnya. Sudah banyak buku-buku yang menjelaskan kebobrokan mereka dan bahwa bahwa mereka telah keluar dari barisan kuam muslimin. Bagi yang ingin mengetahui hakekat mereka, silahkan membacanya. [23]
Faidah XIII
SYI’AH DAN SUNNAH BERSATU
Suatu hal yang sangat aneh, adanya sebagian kaum muslimin yang berusaha untuk menyatukan antara Syi’ah dan Sunnah[24]. Mungkinkah kaum muslimin akan bersatu dengan suatu kaum yang menjadikan celaan kepada ara sahabat dan mengkafirkan mereka sebagai agama?!! Bagaimana akan bersatu sedangkan tokoh Syi’ah sendiri enggan dengan persatuan ini?!
  • Syaikh Muhammad Rasyid Ridho berkata: “Saya adalah seorang yang sangat bersemangat untuk menyatukan antara sunnah dan syi’ah, saya telah berusaha semaksimal mungkin selama tiga abad dan saya tidak mengetahui seorang muslimpun yang lebih semangat daripada saya untuk persatuan tersebut, lalu nampak jelaslah bagiku dengan pengalaman yang lama bahwa mayoritas ulama Syi’ah sangat enggan dengan persatuan ini, sebab hal itu sangat berlawanan dengan  manfaat pribadi mereka berupa harta dan kedudukan. Saya telah berdialog tentang hal ini dengan banyak orang di Mesir, Suria, India dan Iraq. Dari pengalaman tersebut saya menarik kesimpulan bahwa Syi’ah sangat memusuhi Ahli Sunnah!!! Mereka bersemangat untuk menyebarkan kitab-kitab untuk mencela sunnah, para khalifah rasyidin yang menaklukkan negeri dan menyebarkan Islam di penjuru dunia, dan mencela para pembela sunnah dan imamnya serta orang-orang Arab secara umum”.[25]
Faidah XIV
MUBAHALAH DENGAN TOKOH AHMADIYYAH
Seorang ahli hadits IndiaSyaikh Tsana’ullah al-Amritsari (wft. 1367 H) pernah menantangMirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani pada tahun 1326 H bahwa barangsiapa di antara keduanya yang berdusta dan berada di atas kebathilan, maka dia akan mati duluan dan terkena penyakit kolera. Akhirnya, selang beberapa waktu yang tidak lama, Mirza terkena penyakit kolera kemudian meninggal dunia, sedangkan Syaikh Tsanaullah, beliau hidup setelah itu emat puluh tahun lamanya.[26]
Dalam kitab “Al-Qodiyaniyyah” hal. 158 karya Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir dikatakan
“Koran-koran India saat itu memberitakan bahwa Ghulam Ahmad al-Qodiyani tatkala terkena kolera, dia mengeluarkan kotoran najis dari mulutnya sebelum mati, dan dia mati dalam keadaan duduk di kamar mandi untuk buang air besar!!”.[27]
Faidah XV
SEMOGA DOA YANG MUSTAJAB
Tatkala Bisyr al-Marrisi meninggal dunia, tidak ada seorang alimpun yang ikut mengurusi jenazahnya kecuali ‘Ubaid asy-Syuwainizi. Sepulangnya dari jenazah, orang-orang mencercanya karena kehadirannya, lalu dia berkata: “Tunggu dulu, akan saya beritakan ceritanya. Sungguh, tidak ada suatu amalanpun yang lebih saya harapkan pahalanya daripada saat aku menyaksikan jenazah Bisyr. Tatkala aku berdiri di shof, saya berdo’a:
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia tidak beriman adanya ru’yah (melihat Alloh) di akherat, maka janganlah engkau beri dia nikmat melihat wajah-Mu di saat kaum mukminin semua melihat-Mu.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia tidak beriman adanya siksa kubur, maka siksalah dia di kuburnya dengan siksaan yang tidak Engkau berikan kepada seorangpun di alam semesta.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia mengingkari mizan (timbangan), maka ringankanlah timbangan-Nya di hari kiamat.
Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu ini, dia mengingkari syafa’at, maka janganlah engkau memberinya syafa’at pada hari kiamat.
Akhirnya, orang-orang-pun diam dan tertawa…[28]
Faidah XVI
SELAMAT NATAL
Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Adapun ucapan selamat dengan syiar-syiar kekufuran yang khusus, maka hukumnya adalah haram dengan kesepakatan ulama seperti ucapan selamat hari raya dan sebagainya. Kalau bukan kekufuran, maka minimal adalah haram, sebab hal tersebut sama halnya dengan memberi selamat atas sujud mereka terhadap salib, bahkan hal itu lebih parah dosanya dan lebih dahsyat kemurkaan di sisi Allah dengan ucapan selamat atas minum khomr, membunuh, zina dan sebagainya. Sungguh, banyak orang yang tidak memiliki agama dalam hatinya terjatuh dalam hal tersebut dan tidak mengetahuyi kejinya perbuatannya tersebut ”. [29]
Faidah XVII
TUMBAL, ADAT JAHILIYYAH
Pada suatu saat, sungai Nil di Mesir pernah kering tidak mengalirkan air, maka penduduk Mesir mendatangi ‘Amr bin Ash seraya mengatakan: Wahai amir, sungai Nil kita ini memiliki suatu musim untuk tidak mengalir kecuali dengan tumbal. Amr bertanya: Tumbal apakah itu? Mereka menjawab: Pada tanggal 12 di bulan seperti ini, biasanya kami mencari gadis perawan, lalu kita merayu orang tuanya dan memberinya perhiasan dan pakaian yang mewah, kemudian kita lemparkan dia ke sungai Nil ini. Mendengar hal itu, Amr mengatakan kepada mereka: “Ini tidak boleh dalam agama Islam, Islam telah menghapus keyakinan tersebut”.
Beberapa bulan mereka menunggu, tapi sungai Nil tetap tidak mengalir sehingga hampir saja menduduk sana nekat untuk memberikan tumbal, maka Amr menulis surat kepada Umar bin Khothob tentang masalah tersebut, lalu beliau menjawab: “Sikapmu sudah benar. Dan bersama ini saya kirimkan secarik kertas dalam suratku ini untuk kamu lemparkan ke sungai Nil”.
Tatkala surat itu sampai, maka Amr mengambilnya, ternyata isi surat tersebut sebagai berikut: “Dari hamba Allah, Umar amirul mukminin kepada Nil, sungai penduduk Mesir. Amma Ba’du: Bila kamu mengalir karena perintahmu sendiri maka kamu tidak perlu mengalir karena kami tidak butuh kepadamu, tetapi kalau kamu mengalir karena Allah yang mengalirkanmu maka kami berdoa agar Allah mengalirkanmu”.
Setelah surat Umar tadi dilemparkan ke sungai Nil, maka dalam semalam saja Allah telah mengalirkan sungai Nil sehingga berketinggian enam belas hasta!!”.[30]
Faidah XVIII
AHLI KITAB TIDAK KAFIR?
Ahli kitab alias Yahudi dan Nashrani adalah kaum kafir dengan ketegasan Al-Qur’an, hadits dan ijma’ kaum muslimin, berbeda dengan celotehan para engusung liberalisme. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.[31]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ, ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ, إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwa Muhammad di tanganNya, Tidak ada seorangpun dari umat ini baik Yahudi maupun Nashrani yang mendengar tentangku kemudian dia meninggal dan tidak beriman kepada ajaranku, kecuali dia termasuk ahli neraka.[32]
Imam asy-Syathibi berkata: “Kami melihat dan mendengar bahwa kebanyakan Yahudi dan Nashrani mengetahui tentang agama Islam dan banyak mengetahui banyak hal tentang seluk-beluknya, tetapi semua itu tidak bermanfaat bagi mereka selagi mereka tetap di atas kekufuran[33] dengan kesepakatan ahli Islam”.[34]
Faidah XIX
JIN MASUK SURGA?
Jin terbagi menjadi dua macam:
1. Jin kafir, maka mereka akan masuk Neraka berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama. Allah berfirman:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dan kalau kami menghendaki niscaya kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi Telah tetaplah perkataan dari padaKu: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.”[35]
Dan para ulama bersepakat tentang hal ini, sebagaimana dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam an-Nubuwwat hlm. 396, Ibnul Qoyyim dalam Thoriqul Hijratain hlm. 417, dan Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 1/603.
2. Jin mukmin, apakah mereka bisa masuk surga? Ada perselisihan di kalangan ulama. Mayoritas mereka mengatakan bahwa jin mukmin akan masuk surga sebagaimana manusia mukmin, ini pendapat al-Auza’I, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, dan dinukil dari Malik, Syafi’I dan Ahmad bin Hanbal. Mereka berdalil dengan firman Allah:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang Telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan. [36]
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.[37]
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa jin mukmin tidak masuk surga, lalu mereka berselisih apakah akan menjadi tanah seperti hewan ataukah ganjaran mereka sekedar selamat dari neraka.
Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama sebagaimana ditegaskan oleh Syaikhul Islam dalam an-Nubuwwat hlm. 397, Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 7/287 dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Haditsiyyah hlm. 70.[38]
Faidah XX
KEBEBASAN BERPIKIR
Soal: Kita mendengar dan membaca ungkapan “Kebebasan Berpikir” yaitu suatu ajakan untuk berkeyakinan bebas. Apa komentar anda tentang ungkapan ini?!
Jawab: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab: Komentar kami terhadap ungkapan tersebut; Barangsiapa yang membolehkan seorang untuk bebas berkeyakinan, menyakini agama semaunya maka dia telah kafir, karena setiap orang yang berkeyakinan bahwa seorang boleh beragama selain agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad maka dia kafir, harus dimintai taubat, bila bertaubat maka diterima dan bila tidak maka wajib dibunuh.
Agama bukanlah pemikiran, tetapi wahyu dari Allah yang diturunkan kepada para RasulNya agar diyakini oleh para hambaNya. Ungkapan ini yaitu kebebasan berpikir dengan artian kebebasan beragama harus dibuang dari kamus-kamus kitab Islam, karena akan membawa makna yang rusak, yaitu Islam dikatakan sebagai pemikiran, Nashrani adalah pemikiran dan Yahudi adalah pemikiran, sehingga syari’at hanyalah pemikiran yang diyakini oleh manusia semaunya, padahal agama samawi adalah wahyu dari Allah, bukan pemikiran.
Kesimpulannya, barangsiapa berkeyakinan bolehnya seorang beragama sesukanya dan bebas beragama maka dia kafir kepada Allah, karena Allah berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [39]

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. [40]
Maka tidak boleh bagi seorangpun untuk meyakini bahwa agama selain Islam boleh dipeluk, bahkan bila dia meyakini hal ini maka para ahli ilmu telah menegaskan bahwa dia kafir keluar dari Islam”. [41]

[1] QS. Al-Kafirun: 6.
[2] Lihat Badai’ Fawaid 1/248, Ibnu Qayyim.
[3] Yakni hadits bithaqah (kartu) syahadat “Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusannya”. Haditsnya diriwayatkan Tirmidzi 2/106, Ibnu Majah 4300, Ahmad 2/213, al-Hakim 1/6. (Lihat Ash-Shahihah al-Albani no. 135)
[4] Juz Bithaqah hal. 35-36, Hamzah al-Kinani.
[5] Thabaqat Hanabilah 1/81, Ibnu Abi Ya’la.
[6] Mu’jam Udaba’ 2/473, Yaqut al-Hamawi.
[7] Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam!! Sungguh, alangkah tajamnya pemahaman beliau! Kalau saja pasukan perang di kalangan sahabat mengalami kekalahan dalam perang Uhud, padahal kesalahan mereka tidak sampai kepada derajat syirik, lantas bagaimana kiranya apabila pasukan perang bergelimang dalam kubang kesyirikan?!! Ya Allah, hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan dan kemenangan untuk kaum muslimin dimanaun berada.
[8] QS. Al-Anfal: 9.
[9] Lihat Istighasyah fi Raddi ‘Alal Bakri 2/631-6333, Ibnu Taimiyyah.
[10] I’lam Muwaqqi’in 3/287, Ibnu Qayyim.
Faedah: Imam adz-Dzahabi berkata dalam Mizanul I’tidal 1/112: “Dia memiliki syair yang menunjukkan bahwa dia adalah zindiq”.  Yaqut al-Hamawi juga berkata: “al-Ma’arri adalah keledai yang tolol, sebab hikmah di balik syari’at ini sangat jelas, seandainya saja tangan pencuri tidak dipotong kecuali aabila telah mencapai lima ratus dinar maka akan banyak pencurian kurang dari lima ratus dinar. Dan seandainya saja diyat tangan hanya sekedar seperempat dinar maka akan banyak orang yang memotong tangan lalu dengan mudahnya dia akan membayar tebusannya yang hanya seperemat dinar. Kita berlindung kepada Allah dari kesesatan”. (Mu’jam Udaba’ 1/430).
[11] Banyak sekali orang yang disebut dengan Aidarus, namun mungkin yang paling mendekati di sini adalah yang paling popular diantara mereka, yaitu Abu Bakar Abdullah asy-Syadzili al-Aidarus, wafat tahun (914 ). Lihat biografinya dalam al-Kawakib as-Saairah 1/113 oleh al-Ghozzi.
[12] QS. Al-Ankabut: 65.
[13] QS. Yusuf: 106.
[14] Dinukil dari Ta’liq Kasyfu Syubuhat, Ali al-Halabi hal. 72-74
[15] QS. Ali Imran: 169.
[16] Tuhfah Thalib al-Jalis hal. 56, Abdul Lathif Alu Syaikh.
[17] Mu’jam Manahi Lafdziyyah hal. 594, Bakr Abu Zaid.
[18] ar-Rusul wa Risalat hal. 84-88, DR. Umar Sulaiman al-Asyqar.
[19] Ash-Shahwah Islamiyah hal. 160-161.
[20] QS. Al-Fatihah: 5.
[21] Taisirul Karimir Rahman hlm. 28.
[22] Tabloid TekadHarian Republika No. 44/th.II, 4-10 September 2000 hlm. 11, dari bukuTarekat Tasawwuf hlm. 109, Hartono Ahmad.
[23] Silsilah Ahadits Ash-Shahihah 4/252-253.
[24] Lihat buku Laisa Minal Islam hlm. 70-71 oleh Muhammad al-Ghozali dan Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan, Mungkinkah Bergandeng Tangan? karya DR. M. Quraisy Shihab hlm. 258, penerbit Lentera Hati, cet pertama
[25] Majalah Al-Manar 31/290, dinukil dari Khud’atu Taqrib Baina Sunnah wa Syi’ah Asyrof bin Abdul Maqshud hlm. 39-40.
[26]Nuzhatul Khowathir wa Bahjatul Masami’ wa Nawadhir, Abdul Hayyi al-Hasani 8/95.
[27] Ar-Riyadh Nadiyyah, Ali Hasan al-Halabi hal. 41-42.
[28] Akhbar Zhirof wal Mutamaajinin Ibnul Jauzi hlm. 65-66.
[29] Ahkam Ahli Dzimmah hlm. 202-203.
[30] Al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir 7/100.
[31] QS. Al-Bayyinah: 6.
[32] HR. Muslim 153.
[33] Syaikh Masyhur bin Hasan berkomentar: “Seperti para orientalis dan para peneliti ilmu syari’at dari orang-orang kafir. Dan hal ini sangat masyhur sekali pada zaman sekarang”.
[34] Al-Muwafaqot 1/85, tahqiq Syaikh Masyhur Hasan.
[35] QS. As-Sajadah: 13.
[36] QS. Al-Ahqof: 19.
[37] QS. Ar-Rohman: 56.
[38] Diringkas dari Fathul Mannan 1/144-150 Masyhur bin Hasan dan Buhuts Nadiroh hlm. 214 Fahd bin Abdillah ash-Shoq’abi.
[39] QS. Ali Imron: 85.
[40] QS. Ali Imron: 19.
[41] Majmu’ Fatawa wa Rosail Syaikh Ibnu Utsaimin 3/99-100.

Laksana Bidadari Dalam Hati Suami (Bagian 2)

Berkulit Mulus dan Bertubuh Molek
Allah Ta’ala berfirman,
كَأَنَّهُنَّ الْيَاقُوتُ وَالْمَرْجَانُ
Seakan – akan para bidadari itu permata yaqut dan marjan” (Qs. Ar-Rahman: 58)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhumeriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Salah satu wanita surga, sungguh dapat dilihat putih betisnya dari balik tujuh puluh pakaian. Hal ini karena Allah berfirman, “Mereka bagaikan Yaqut dan Marjan.” Beliau melanjutkan, “Yaqut adalah batu. Kalau saja kawat dimasukkan ke dalamnya, kemudian kamu menjernihkanny, pasti kamu bisa melihat kawat dari balik batu tersebut.” (Hr. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban, di dalam Al Jami’)
Pada masa modern seperti ini industri kaca, kristal, batu mulia sudah lah maju dengan pesatnya, dan dalam ayat tersebut Allah menggambarkan keadaan bidadari laksana dua jenis batu mulia yang menunjukkan keelokan mereka yang memikat, kemurnian Yaqut dan keputihan Marjan. Sudah selayaknya makhluk seperti bidadari ini diciptakan dari zat yang murni, jernih, lembut, sesuai dengan kemolekan dan kecantikan yang sungguh sangat menakjubkan. Dengan gambaran seperti itu tentulah lelaki penghuni surga dibuat terkesima melihat betapa berkilau dan bersinarnya tubuh bidadari.
Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Masing – masing dari mereka mendapatkan dua orang istri (bidadari) yang tulang kedua kaki mereka dapat terlihat dari balik daging mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketebalan daging yang transparan pada bidadari menunjukkan kekhususan dan perbedaan antara daging bidadari dan daging wanita dunia. Bagaimana tidak?daging bidadari yang transparan itu menunjukkan betapa bening daging tubuh bidadari. Disebutkan juga bahwa tubuh yang transparan itu bercampur dengan warna putih hingga membuat tubuhnya menjadi putih, bening, indah, dan cantik jelita. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ
Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Qs. Ash-Shaffat: 49)
Orang Arab mengenal telur yang tersimpan dengan baik itu adalah telur burung unta yang terpendam dalam pasir. Warnanya putih dan tidak ada yang melebihi putihnya. Ciri yang transparan dan bening ini dilukiskan dalam Al-Qur’an dengan ungkapan Yaqut, Marjan, Al-Lu’lu Al-Maknuun, Baidhun Maknuun.
Tidak Liar Pandangannya
Allah Ta’ala berfirman,
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya.” (Qs. Ar-Rahman: 56)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ عِينٌ
“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang sopan dan menundukkan pandangannya dan matanya jelita.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)
وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ
“Dan pada sisi mereka ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya dan sebaya umurnya.” (Qs. Shad: 52)
Wanita dunia yang menyakiti suaminya dengan memandang lelaki selain suaminya, dan menikmati pandangan tersebut menunjukkan kekurangan dan kehinaannya. Maka Allah pun mengganti wanita yang demikian dengan bidadari-bidadari yang sempurna lagi istimewa bagi hambaNya yang shalih, yang mana bidadari-bidadari tersebut hanya menujukan pandangannya terhadap suami-suami mereka. Terdapat point penting yang bisa kita ambil dari sini, yakni:
  1. Ayat ini menjelaskan tentang keutamaan bidadari yang menunjukkan pandangannya hanya bagi suaminya. Mereka terbiasa untuk tidak melihat ke lelaki lain kendatipun mereka memiliki mata jelita, dan satu-satunya pemandangan yang mereka lihat hanyalah suami-suami mereka. Ya, karena di mata mereka…suami merekalah yang paling tampan.
    Saudariku…ingin kubertanya padamu, sudahkah engkau menunjukkan pandangan penuh kasih sayang, kerinduan dan cinta hanya bagi suamimu? Bagaimana dengan keadaan suami dalam pandangan matamu, wahai saudariku?
  2. Ayat ini menjelaskan bahwa para bidadari itu sangat mencintai suami mereka. Bahkan mereka “menutup mata” kepada lelaki lain untuk selama-selamanya. Pandangan, hati, cinta, bahkan dirinya hanya ditujukan bagi suami mereka. Hal tersebut tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang hidup dengan penuh rasa cinta yang mendalam kepada Sang Suami, seperti kedalaman cinta Qais pada Laila. Karena cinta yang mendalam dapat menjadikan seseorang hanya melihat kepada orang yang ia cintai.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung..” (Qs. An-Nuur: 31)
Dan alangkah indahnya perkataan penyair,
“Segala peristiwa berawal dari pandangan mata
Jilatan api bermula dari setitik bara
Berapa banyak pandangan yang membelah hati
Laksana anak panah yang melesat dari tali”
Mata ibarat duta, sedangkan hati sebagai rajanya. Betapa banyak cinta itu bermula, hanya karena pandangan mata yang sungguh sangat menggoda yang lambat laun bergerak menjalar dan mengakar di dalam dada. Maka, jika kau biarkan matamu memandang liar kepada lelaki yang tiada halal bagimu, yakinkah engkau masih mampu mempertahankan sebentuk cinta dalam hati bagi suamimu?!
Bersambung insyaallah
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis: Fatihdaya Khairani
Murajaah: Ust. Ammi Nur Baits
Maraji’:
  1. Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.
  2. Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.
  3. Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.
  4. Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.
  5. Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.
  6. Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.
  7. Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.
thank you