Sabtu, 04 September 2010

''DIMANAKAH PEMILIK HATI YANG SUCI ITU``



  Wahai jiwa yang berdosa dan tidak mau bertaubat!Betapa banyak dosa yang telah dicatat untukmu.celakalah engkau!Tinggalkanlah impian-impian dusta.Sungguh kasihan,dimanakah para pemilik hati yang suci yang telah diceraiberaikan nafsu di semua suku bangsa?
Kami memanggilmu untuk kebaikanmu,tapi engkau tidak mau kembali.Sungguh aneh perbuatan manusia,tidaklah manusia di dunia ini malainkan dalam perjalanan.

Wahai masa,alangkah tegas engkau memberi keputusan
Alangkah jarangnya engkau netral dalam menetapkan kebaikan dan keburukan
Engkau mendatangi budak yang muka yang penuh keceriaan
Engkau datang orang yang mulia dan terhormat bagaikan pedang yang mengerikan
Sementara zaman,bila memberi akan menuntut pengembalian
Jika nampak baginya kehausan,segera ia selewangkan
Allah tidak akan meridhaimu meski engkau tampak kan kedermawananmu
Karena Allah tau engkau tak akan tetap berlaku demikian
Selama kebaikanmu wahai masa di iringi keburukan
Lebih baik  kamu tidak memberi berlebihan

Diriwayatkan bahwasanya Hasan Al-Bashri radhiallahu `anhu  berkata``Aku pernah berjumpa sejumlah kaum dan hidup bersama sejumlah orang;diantara mereka telah berusia 50 tahun atau lebih,tidak pernah mendekati tempat tidur,tidak pernah menyuruh istrinya menyiapkan makana dan duduk di tanah tanpa alasa kaki.
Diantara mereka ada yang apabila makan,berharap makanan itu menjadi batu dalam perut mereka(agar tidak pernah lapar).
Mereka tidak pernah menampakkan kegembiraan bila memperoleh kesenangan dunia,tidak juga menampakkan kesedihan bila kesenangan itu pergi.Kesenangan dunia dalam pandangan mereka tidak lebih berharga dari pada pasir yang kalian injak-injak.
Kadang mereka ada yang hidupnya sangat melarat,sementara ia ditawari harta yang halal.
Namun ia menolak menerimanya,karena takut apabila ia mengambilnya sedikit dari harta itu akan berpengaruh pada hati dan agamanya.

Diriwayatkan dari Salman Al Farisi radhiallahu `anhu  ,bahwasanya beliau menikah dengan seorang wanita dari suku kindah yang bernama shawab.Lalu Salman pergi menemui wanita itu  dan berdiri di depan pintu rumahnya sambil memanggil-manggil namanya,akan tetapi si wanita tidak menyahut.Salman berkata,"Wahai orang yang kupanggil,apakah engkau  tuli atau bisu?Apakah engkau tidak mendengarkan suaraku?''Si wanita menjawab,"Wahai sahabat Rasulullah!Aku tidak  tuli dan tidak pula bisu,hanya saja seorang pengantin baru tentu malu bercakap-cakap.''

Salman kemudian masuk ke dalam rumah itu,di dalam nya ia melihat tirai-tirai dan pakaian-pakaian yang terbuat dari kain sutera.Ia lalu berkata.''Wahai sang pengantin ,apakah ini rumahmu ataukah Ka`bah telah pindah  ke kindah?''Si wanita menjawab,''Wahai sahabat Rosulullah,semua ini kulakukan karena sudah jadi kebiasaan pengantin baru untuk senang menghiasi rumahnya.''

Kemudian Salman memalingkan wajahnya,terlihat olehnya para pelayan berbaris disampingnya untuk mengantarkan makanan dan minuman.Maka salman berkata,"Aku mendengar Rosulullah shalallahu`alaihi wasallam bersabda,'Barang siapa yang tidur di tempat yang empuk,memakai pakaian yang megah,menunggang kendaraan yang mewah dan menuruti nafsunya,niscaya tidak akan mencium baunya surga''.

Wanita itu berkata,''Wahai sahabat Rosulullah!Aku persaksikan padamu,bahwa semua yang ada di dalam rumah itu kusedekahkan untuk Allah Ta`ala dan semua budak telah kumerdekakan.Cukuplah kebutuhanku dengan gandum,dan aku akan membantumu dalam mengurus pekerjaan rumah dan mencari nafkah.''Salman berkata,''Semoga  Allah subhanahu wa ta`ala merahmati dan membantumu.

Wahai sang perindu jannah di manakah engkau kini?
Masihkan engkau tetap berdiri di sana,walau duri-duri nan tajam melukaimu.
Masihkan ke tawadu`an itu berada dalam hatimu
Masihkah keimanan itu bersemi dalam hatimu
Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatnya pada engkau,kalian dan juga saudara/i ku semua untuk selalu istiqomah di atas jalan yang lurus,jalan yang di ridhoi Allah dan Rosul-NYa.amiin

Dikutip dari buku''lautan air mata''
karangan Ibnul Jauzi
penerbitan  Pustaka Azz

Wahai istriku, betapa kemuliaan akhlakmu telah memukau diriku.

Sungguh apa yang telah terlintas dalam hatiku, mungkin permintaan maaf tak akan mampu menebus kesalahanku, namun demi melihat senyuman itu mengembang aku terlempar ke dalam lubang rasa bersalah yang terdalam, wahai istriku, betapa kemuliaan akhlakmu telah memukau diriku.

Entah mengapa saat itu aku tidak mampu menguasai amarahku, mungkin ada sebagian kata-kataku yang mampu menyakiti hatimu, kadang aku khilaf mencela dirimu, kadang ada saat aku ingin menyakiti dirimu. Namun diam-mu membuat diriku pun terdiam, tanpa sepatah kata pun engkau duduk di hadapanku dan menunduk, sesekali engkau menatapku dengan pancaran kasih sayang yang tulus. Wahai istriku, apa yang telah menguasai hatiku?

Dengan sabar engkau menerima setiap kata-kata yang aku ucapkan, tidak tersirat sedikitpun kebencian di wajahmu terhadap diriku, betapa gelas-gelas kaca ini begitu mudah rapuh, retak dan pecah jika engkau tak bersabar merawatnya. Mungkin tak pernah aku menyadari engkau telah merawatnya dengan hati yang tabah dan penuh kesabaran, namun aku melihat betapa saat itu aku merasa kecil dan tak berarti dihadapanmu…

Diam-mu telah meredakan amarahku, lidah ini tercekat melihat kesabaranmu untuk duduk, diam dan menerima segala apa yang aku ucapkan, semoga Allah Ta’ala memberkahimu wahai istriku, betapa diam itu telah menjadi sebuah pedang yang tajam menusuk tepat pada keangkuhanku, menghancurkan amarah ini dan membuat dirimu semakin berarti bagiku.

Setelah aku terdiam engkau pegang tanganku dengan kelembutan sifat wanitamu, dengan teduk engkau menatap mataku dan suaramu menenangkan hatiku, “Wahai suamiku, maafkanlah aku atas segala kesalahanku, aku hanyalah wanita lemah yang kadang salah dan selalu memohon ampunan-Nya, maka maafkanlah aku karena Allah Ta’ala, sebagaimana engkau mencintai aku karena Allah Ta’ala.”

“Wahai suamiku, api amarah itu berasal dari syaithan, maka padamkanlah dengan wudhu, engkau lebih mengetahuinya daripada aku, maka duduklah sejenak dan perkenankan aku menyiapkan air wudhu untukmu..!”

A’udzu billahi minasy syaithaanir rajiim, apa yang telah aku lakukan kepadamu wahai istriku, mengapa aku terlena dengan bujukan syaithan? Bukankah engkau telah berusaha sebaik mungkin mentaati aku dengan segala kemampuanmu, air mataku menetes demi melihat kebodohanku, tak mampu lagi aku mengangkat wajahku, betapa malunya diri ini di hadapanmu.

Dan saat kau datang membawa air wudhu itu, senyummu mengembang seindah pertama kali aku melihatmu, tidak tampak sedikitpun kau ingin membalas celaan yang tadi aku lontarkan, mungkin engkau menahannya dengan begitu baik dalam dirimu, lalu kenapa aku tidak mampu melakukannya sebaik dirimu?

Engkau letakkan air wudhu itu dihadapanku, dan kau genggam erat tanganku yang gemetar, dengan kelembutan kasihmu kau usap air mata ini. Wahai istriku, betapa kelembutan dirimu dan kemuliaan akhlakmu membenamkan amarah ini. Wahai istriku maafkanlah kekhilafan yang telah aku lakukan dengan dholim kepadamu.

Adzan telah berkumandang, sirna sudah segala amarah dalam diri, seakan tak pernah terjadi apapun engkau siapkan keperluanku untuk sholat, wahai istriku… betapa aku beruntung telah memilikimu.

Oleh : Andi Abu Najwa


http://www.facebook.com/home.php?#!/?sk=messages&tid=1375502751437

thank you