Jumat, 30 Juli 2010

Kata Sepakat Ulama dalam Haramnya Musik





Berikut ini adalah bukti adanya ijma ulama tentang haramnya nyanyian plus alat musik sehingga tidaklah teranggap adanya orang-orang yang menyelisihi para ulama semenjak masa para shahabat.
فممن نقل الإجماع على تحريم الغناء:
1- أبو بكر الآجري (ت360هـ) : نقل إجماع العلماء على تحريم سماع آلات الملاهي
Di antara ulama yang menegaskan adanya ijma ulama tentang haramnya nyanyian adalah sebagai berikut:
Pertama, Abu Bakar al Ajurri yang wafat tahun 360 H. beliau mengatakan adanya ijma ulama akan haramnya mendengarkan alat masuk.
2 – حكى أبو الطيب الطبري الشافعي (ت450هـ) : الإجماع على تحريم آلات اللهو وقال: إن استباحتها فسق
Kedua, Abu Thayyib al Thabari asy Syafii yang wafat pada tahun 450 H. Beliau menukil adanya ijma mengenai haramnya alat musik. Beliau juga mengatakan bahwa memainkan atau mendengarkan alat musik adalah kefasikan.
3 – ابن قدامة المقدسي ( ت: 540هـ) : وأما آلة اللهو كالطنبور والمزمار والشبابة فلا قطع فيه … ولنا أنه آلة للمعصية بالإجماع
Ketiga, Ibnu Qudamah al Maqdisi yang wafat pada tahun 540 H. Beliau mengatakan, “Tidak ada hukuman potong tangan untuk orang yang mencuri gendang, seruling dan gitar. Alasan kami adalah mengingat bahwa benda-benda merupakan alat untuk bermaksiat dengan sepakat ulama”.
4 – الحافظ أبو عمرو ابن الصلاح (ت : 643هـ) : وقال ابن الصلاح في “فتاويه”: وأما إباحة هذا السماع وتحليله فليعلم أن الدف والشبابة والغناء إذا اجتمعت فاستماع ذلك حرام عند أئمة المذاهب وغيرهم من علماء المسلمين. ولم يثبت عن أحد ممن يعتد بقوله في الإجماع والاختلاف أنه أباح هذا السماع
Keempat, Al Hafizh Abu Amr Ibnu Shalah yang wafat pada tahun 643 H. Dalam buku kumpulan fatwanya, beliau mengatakan, “Mengenai adanya anggapan bahwa nyanyian untuk mubah dan halal maka ketahuilah bahwa rebana, gitar dan nyanyian jika bercampur menjadi satu maka hukum mendengarkannya adalah haram menurut para imam mazhab dan seluruh ulama umat Islam selain mereka. Tidaklah benar ada ulama yang memiliki pendapat yang diakui yang membolehkan nyanyian semisal ini”.
5 – أبو العباس القرطبي ـ من المالكية ـ ( ت : 656هـ) : وأما ما أبدعه الصوفية اليوم من الإدمان على سماع المغاني بالآلات المطربة فمن قبيل ما لا يختلف في تحريمه
Kelima, Abul Abbas al Qurthubi yang bermazhab Maliki dan wafat pada tahun 656 H. Beliau mengatakan, “Adapun bid’ah yang dibuat-buat oleh orang-orang sufi saat ini yaitu hobi mendengarkan nyanyian yang dipadu dengan alat musik adalah termasuk perbuatan yang tidak diperselisihkan oleh para ulama sebagai perbuatan yang hukumnya haram”.
6 – شيخ الإسلام ابن تيمية (ت 728هـ ) : ولم يذكر أحد من أتباع الأئمة في آلات اللهو نزاعاً
Keenam, Ibnu Taimiyyah yang wafat pada tahun 728H. Beliau mengatakan, “Tidak ada satu pun ulama mazhab empat yang menyebutkan adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hukum alat musik”.
وقال أيضا : ( مذهب الأئمة الأربعة أن آلات اللهو كلها حرام )
Beliau juga mengatakan, “Pendapat imam mazhab yang empat adalah haramnya semua bentuk alat musik”.
وقال أيضا في المنهاج : قوله – يعني الرافضي- ( وإباحة الغناء ) فيقال له: هذا من الكذب على الأئمة الأربعة فإنهم متفقون على تحريم المعازف التي هي آلات اللهو كالعود ونحوه
Dalam kitab al Minhaj as Sunah beliau mengatakan mengenai anggapan orang-orang Syiah bahwa imam mazhab yang empat menghalalkan nyanyian, “Ini adalah kebohongan atas nama imam mazhab yang empat. Mereka semua sepakat haramnya alat musik semisal kecapi”.
وقال أيضا في المنهاج : والمقصود هنا أن آلات اللهو محرمة عند الأئمة الأربعة ولم يحك عنهم نزاع في ذلك
Di kitab yang sama beliau mengatakan, “Intinya, alat musik itu hukumnya haram menurut empat imam mazhab. Tidak ada yang menyebutkan adanya perbedaan di antara empat imam mazhab”.
7 – تاج الدين السبكي ـ من الشافعية ـ ( ت756هـ) : ومن قال من العلماء بإباحة السماع فذاك حيث لا يجتمع فيه دف وشبابة ولا رجال ونساء ولا من يحرم النظر إليه
Ketujuh, Tajuddin as Subaki salah seorang ulama bermazhab Syafii yang meninggal pada tahun 756 H mengatakan, “Ulama yang membolehkan nyanyian maksudnya adalah nyanyian yang tidak diiringi dengan rebana atau gitar, campur baur laki-laki dan perempuan serta orang-orang yang haram dipandangi”.
8 – قال ابن رجب ـ من الحنابلة ـ (ت 795هـ) : وأما استماع آلات الملاهي المطربة المتلقاة من وضع الأعاجم فمحرم مجمع على تحريمه ولا يعلم عن أحد منهم الرخصة في شيء من ذلك، ومن نقل الرخصة فيه عن إمام يعتد به فقد كذب وافترى
Kedelapan, ‘Ibnu Rajab salah seorang ulama bermazhab Hanbali yang wafat pada tahun 795 H. Beliau mengatakan, “Hukum mendengarkan alat musik yang pada asalnya berasal dari orang kafir adalah haram dengan sepakat ulama. Tidak diketahui adanya seorang ulama yang membolehkannya. Siapa yang mengatakan bahwa ada ulama besar yang diakui keilmuannya yang membolehkan alat musik adalah seorang yang berdusta dan membuat fitnah”.
وقال أيضا عن سماع الملاهي : ( سماع آلات اللهو لا يعرف عن أحد ممن سلف الرخصة فيها إنما يعرف ذلك عن بعض المتأخرين من الظاهرية والصوفية ممن لا يعتد به .)
Beliau juga mengatakan tentang mendengarkan musik, “Tentang mendengarkan alat musik tidaklah diketahui adanya satu ulama salaf yang membolehkannya. Pendapat yang membolehkan mendengarkan alat musik hanyalah pendapat sebagian ulama belakangan yaitu zhahiri dan sufi yang merupaka orang-orang yang pendapatnya tidak diakui”.
9 – ابن حجر الهيتمي قال (ت : 974هـ) : الأوتار والمعازف ” كالطنبور والعود والصنج أي ذي الأوتار والرباب والجنك والكمنجة والسنطير والدريبج وغير ذلك من الآلات المشهورة عند أهل اللهو والسفاهة والفسوق وهذه كلها محرمة بلا خلاف ومن حكى فيها خلافاً فقد غلط أو غلب عليه هواه حتى أصمه وأعماه ومنعه هداه وزل به عن سنن تقواه .)
Kesembilan, Ibnu Hajar al Haitami yang wafat pada tahun 974 H mengatakan, “Alat musik dengan petik dan alat musik yang lain semisal rebab, kecapi dan simbal, demikian pula alat musik yang memiliki sinar yang dipetik, rebab, alat musik junki, biola, siter dan berbagai alat musik lain yang sudah dikenal di kalangan orang-orang fasik, bodoh dan hobi dengan musik. Ini semua adalah barang haram tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ulama di dalamnya. Siapa yang mengatakan adanya perselisihan maka orang tersebut boleh jadi salah paham atau kalah dengan hawa nafsunya sehingga pada akhirnya buta dan tuli dari kebenaran dan tergelincir dari jalan takwa”.
10ـ قال ابن عبد البر رحمه الله : ( من المكاسب المجمع على تحريمها الربا ومهور البغايا والسحت والرشا وأخذا الأجرة على النياحة والغناء وعلى الكهانة وادعاء الغيب وأخبار السماء وعلى الزمر واللعب الباطل كله ..)
Kesepuluh, Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Diantara profesi yang disepakati keharamannya adalah riba, upah melacur, uang suap, upah yang didapatkan karena menjadi tukang meratap, menyanyi plus musik, menjadi dukun, mengaku-aku mengetahui masa depan dan berita-berita langit serta upah karena meniup seruling dan semua permainan yang sia-sia”.
11ـ قال الغُماري : ( حتى إبليس داخلٌ في إجماع العقلاء على تحريمه ) ..
Kesebelas, al Ghumari mengatakan, “Sampai-sampai Iblis pun terhitung di antara makhluk yang memiliki akal sehat yang bersepakat untuk mengharamkan alat musik”.
تنبيه : يقول ابن رجب في رسالته في ” السماع “ : (( وقد روي عن بعض السلف من الصحابة وغيرهم ما يوهم عند البعض إباحة الغناء، والمراد بذلك هو الحداء والأشعار )).
Dalam bukunya, as Sama’ Ibnu Rajab mengatakan, “Terdapat riwayat dari sebagian salaf semisal sahabat yang bisa dipahami bahwa mereka membolehkan nyanyian.Nyanyian yang mereka bolehkan adalah syair penggembala atau syair secara umum (baca:nyanyian sederhana tanpa musik)”.
Sumber: http://islamancient.com/articles,item,626.html?PHPSESSID=8b04a37a78bcd730d4024624955d56a5

Hukum Hormat Bendera Menurut Ulama Saudi Arabia


Hukum Perhormatan ala Tentara dan Hormat Bendera
السؤال : أنا من بلدٍ ، الوظائف فيها قليلة ، وأنا شهادتي ثانوية لا تسمح لي بالحصول على وظيفة أخرى , ولكنني حصلت على وظيفة في المؤسسة العسكرية , لكن هناك أمر ، وهو ضرب التحية ، هذا واجب في المؤسسة العسكرية , فهل يجوز لي العمل في هذه المؤسسة ؟
Pertanyaan, “Aku berasal dari sebuah negeri yang lapangan pekerjaan di sana sangat terbatas. Aku bekerja sebagai tentara. Karena aku hanya tamatan SMU maka aku tidak mungkin mendapatkan pekerjaan yang lain. Akan tetapi ada hal yang mengganjal di hati yaitu masalah penghormatan ala militer. Ini adalah sebuah kewajiban dalam dunia militer. Atas pertimbangan adanya hal tersebut apakah aku boleh bekerja di sana?
ولكن عند ضرب التحية لا أضربها بقصد التعظيم , بل أقوم بها كنوع من التورية , هل يجوز ذلك ؟ أرجو الرد على سؤالي بتفصيل تام لأنني سأتوظف بعد شهرين .
Akan tetapi ketika acara ‘penghormatan’, aku tidak memberikan penghormatan dalam rangka memberikan pengagungan namun aku hanya pura-pura saja. Apakah solusi yang kulakukan itu boleh dilakukan? Aku berharap jawaban pertanyaanku adalah jawaban yang rinci dan lengkap karena karena dua bulan lagi aku akan resmi bekerja sebagai tentara.
الجواب :
الحمد لله
التحية العسكرية التي تكون بين الجنود بعضهم البعض ، وتكون بالإشارة باليد ، هي تحية منهي عنها شرعاً ، وإنما تحية المسلمين تكون بقول : السلام عليكم .
Jawaban, “Penghormatan ala militer yang dilakukan terhadap sesama tentara dengan menggunakan isyarat tangan adalah cara memberi penghormatan yang terlarang dalam syariat. Cara memberi penghormatan di antara sesama kaum muslimin adalah dengan ucapan “assalamu’alaikum
روى الترمذي (695) عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا ، لَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ وَلَا بِالنَّصَارَى فَإِنَّ تَسْلِيمَ الْيَهُودِ الْإِشَارَةُ بِالْأَصَابِعِ ، وَتَسْلِيمَ النَّصَارَى الْإِشَارَةُ بِالْأَكُفّ ) وحسنه الألباني في صحيح الترمذي .
Diriwayatkan oleh Tirmidzi no 695 dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah bagian dari kaum muslimin orang-orang yang menyerupai orang-orang kafir. Janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi ataupun Nasrani. Sesungguhnya penghormatan ala Yahudi adalah isyarat dengan jari jemari sedangkan penghormatan ala Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangan”. Hadits ini dinilai hasan oleh al Albani dalam Sahih Sunan Tirmidzi.
وعن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( لا تسلموا تسليم اليهود ، فإن تسليمهم بالرؤوس والأكف والإشارة ) رواه النسائي “في عمل اليوم والليلة” (340) وأبو يعلى والطبراني في “الأوسط” وقال الحافظ في “الفتح” (11/12) : إسناده جيد ، وحسنه الألباني في “السلسلة الصحيحة” (1783) .
Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memberikan penghormatan ala Yahudi. Sesungguhnya penghormatan ala Yahudi adalah dengan isyarat dengan kepala dan telapak tangan” (HR Nasai dalam ‘Amal al Yaum wa al Lailah no 340. Abu Ya’la dan Thabrani dalam al Ausath. Dalam Fathul Bari 11/12 al Hafiz Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanadnya adalah berkualitas jayyid. Hadits di atas juga dinilai hasan oleh al Albani dalam Silsilah Shahihah no 1783).
وأما تحية العلم فهي بدعة محدثة ، لا يجوز المشاركة فيها ، في الجيش أو المدرسة أو غيرها كما بين أهل العلم .
Sedangkan memberikan penghormatan kepada bendera adalah amalan yang mengada-ada alias bid’ah. Oleh karenanya, tidak boleh melakukannya baik di lingkungan tentara, di sekolah atau lainnya sebagaimana penjelasan para ulama.
وقد سئل علماء اللجنة الدائمة للإفتاء : هل يجوز الوقوف تعظيما لأي سلام وطني أو علم وطني ؟
Para ulama yang duduk di Lajnah Daimah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apakah diperbolehkan berdiri dalam rangka mengagungkan lagu kebangsaan atau mengagungkan bendera nasional?”
فأجابوا :
” لا يجوز للمسلم القيام إعظاماً لأي علم وطني أو سلام وطني ،
Jawaban para ulama yang duduk di Lajnah Daimah, “Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berdiri dalam rangka mengagungkan bendera nasional ataupun lagu kebangsaan karena beberapa alasan:
بل هو من البدع المنكرة التي لم تكن في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا في عهد خلفائه الراشدين رضي الله عنهم ، وهي منافية لكمال التوحيد الواجب وإخلاص التعظيم لله وحده ، وذريعة إلى الشرك ، وفيها مشابهة للكفار وتقليد لهم في عاداتهم القبيحة ومجاراة لهم في غلوهم في رؤسائهم ومراسيمهم ، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن مشابهتهم أو التشبه بهم .
وبالله التوفيق . وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم ” انتهى .
a. Itu adalah bid’ah yang munkar, tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pula di masa para khulafaur rasyidin.
b. Perbuatan tersebut bertolak belakang dengan kesempurnaan tauhid yang hukumnya wajib yaitu memurnikan pengagungan hanya kepada Allah semata.
c. Perbuatan tersebut adalah sarana menuju kemusyrikan.
d. Dalam perbuatan tersebut terdapat unsur menyerupai orang kafir dan mengekor mereka dalam tradisi mereka yang buruk serta sejalan dengan mereka dalam sikap over mereka terhadap pemimpin dan simbol-simbol mereka padahal Nabi melarang menyerupai orang kafir baik dengan sengaja ataupun tanpa sengaja”.
“فتاوى اللجنة الدائمة” (1/235) .
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز … الشيخ عبد الرزاق عفيفي … الشيخ عبد الله بن غديان … الشيخ عبد الله بن قعود .
Fatwa di atas terdapat dalam buku Fatawa Lajnah Daimah jilid 1 hal 235. Fatwa di atas ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdullah bin Ghadayan dan Syaikh Abdullah bin Qaud.
وسئلوا أيضاً (1/236) : ما حكم تحية العلم في الجيش وتعظيم الضباط وحلق اللحية فيه ؟
Di halaman yang lain dari buku Fatawa Lajnah Daimah tepatnya pada jilid 1 hal 236 para ulama yang duduk di Lajnah Daimah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Apa hukum hormat bendera ala militer, menghormati komandan dan mencukur habis jenggot yang dilakukan oleh para tentara?”
فأجابوا :
” لا تجوز تحية العلم ، بل هي بدعة محدثة ، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد ) رواه البخاري ومسلم
Jawaban Lajnah Daimah, “Tidak diperbolehkan melakukan penghormatan terhadap bendera karena hormat bendera adalah perkara yang mengada-ada alias bid’ah padahal Nabi mengatakan, “Siapa saja yang mengada-ada dalam syariat kami sesuatu yang bukan bagian dari syariat maka amalan baru tersebut tertolak” (HR Bukhari dan Muslim).
وأما تعظيم الضباط باحترامهم وإنزالهم منازلهم فجائز ، أما الغلو في ذلك فممنوع ، سواء كانوا ضباطاً أم غير ضباط .
وبالله التوفيق . وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم ” انتهى .
Sedangkan menghormati komandan dengan cara penghormatan yang lazim terhadap seorang atasan dan memposisikan mereka pada posisi mereka sebagaimana mestinya adalah suatu hal yang diperbolehkan. Adapun over dalam menghormati manusia adalah terlarang baik dia komandan atau bukan komandan”.
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز … الشيخ عبد الرزاق عفيفي … الشيخ عبد الله بن غديان … الشيخ عبد الله بن قعود .
Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Syaikh Abdullah bin Qaud.
وسئلوا أيضاً (1/236) : أفيدوني عن حكم من يعمل بالجيش المصري وهذا مصدر رزقه وتفرض عليه نظم الجيش وقوانينه أن يعظم بعضنا بعضا كما تفعله الأعاجم ، وأن نلقي التحية بكيفية ليست بالتي أمرنا بها الله ورسوله ، وأن نعظم علم الدولة ونحكم ونحتكم فيمنا بيننا بشريعة غير شريعة الله – قوانين عسكرية – .
Lajnah Daimah juga ditanya, “Berilah pencerahan kepada kami tentang hukum orang yang bekerja sebagai tentara di negara Mesir. Pekerjaan ini adalah sumber rezekinya. Sistem dan undang-undang kemiliteran mengharuskan orang tersebut untuk memberikan penghormatan kepada sesama tentara sebagaimana cara yang biasa dilakukan oleh orang-orang kafir sehingga kami memberikan penghormatan tidak sebagaimana tata cara yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Demikian pula, kami harus memberikan penghormatan kepada bendera nasional. Kami juga hanya boleh mengadukan permasalahan dan memutuskan permasalahan yang terjadi di antara kami tidak dengan syariat Allah namun dengan undang-undang kemiliteran”.
فأجابوا :
” لا يجوز تحية العلم ، ويجب الحكم بشريعة الإسلام والتحاكم إليها ، ولا يجوز للمسلم أن يحيي الزعماء أو الرؤساء تحية الأعاجم ، لما ورد من النهي عن التشبه بهم ، ولما في ذلك من الغلو في تعظيمهم .
وبالله التوفيق . وصلى الله على نبينا محمد ، وآله وصحبه وسلم ” انتهى .
Jawaban Lajnah Daimah, “Tidak diperbolehkan menghormati bendera. Wajib hukumnya mengadukan permasalahan dan memutuskan permasalahan berdasarkan syariat Islam. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk memberikan penghormatan kepada pemimpin dengan penghormatan ala orang kafir karena dua alasan: (a) terdapat larangan menyerupai orang kafir (b) penghormatan dengan cara tersebut termasuk sikap berlebihan dalam menghormatan pemimpin”.
الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز … الشيخ عبد الرزاق عفيفي … الشيخ عبد الله بن غديان … الشيخ عبد الله بن قعود .
Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan dan Syaikh Abdullah bin Qaud.
وسئل الشيخ ابن جبرين حفظه الله : ما حكم وضع اليد على الرأس تحية للعلم كما يفعل في المدارس ؟
Syaikh Ibnu Jibrin pernah ditanya, “Apa hukum meletakkan telapak tangan di kepala dalam rangka menghormati bendera sebagaimana yang dilakukan di berbagai sekolah?”
فأجاب :
” نرى أن ذلك بدعة ، وأن تحية المسلمين هي السلام ، فالإشارة باليد تحية النصارى ، كما ورد ، فالإشارة باليد ، أو الإشارة بالرأس ، سلام أو تحية اليهود أو النصارى .
Jawaban beliau, “Kami menilai perbuatan tersebut adalah bid’ah karena penghormatan yang dimiliki oleh kaum muslimin adalah ucapan salam. Isyarat dengan tangan adalah cara memberi penghormatan ala Nasrani sebagaimana yang terdapat dalam hadits. Isyarat dengan menggunakan telapak tangan atau anggukan kepala adalah penghormatan ala Nasrani.
أما تحية المسلم فهي أن يقول : السلام عليكم .. وإن كان المسلم بعيدًا عنك فإن لك أن تشير برأسك مع تلفظك بالسلام ، تقول : السلام عليكم ، وتحرك رأسك ، أو يدك علامة على أنك فطنت له ، وسلمت عليه ، فتجمع بين الأمرين ، السلام الذي هو سنة المسلمين ، والإشارة : التي هي علامة على أنك فطنت وسلمت .
Penghormatan yang diberikan oleh seorang muslim adalah ucapan assalamu’aikum, dst. Jika orang yang hendak kita beri ucapan salam posisinya jauh dari anda maka anda bisa berisyarat dengan kepala sambil mengucapkan salam. Anda ucapkan assalamu’alaikum sambil anda anggukan kepala atau anda gerakkan tangan anda sebagai tanda bahwa anda mengetahui keberadaannya dan mengucapkan salam kepadanya. Artinya anda melakukan dua hal yaitu ucapan salam yang merupakan sunah kaum muslimin dan isyarat yang merupakan tanda bahwa anda mengetahui keberadaannya dan mengucapkan salam kepadanya.
ولا تكون الإشارة هي السلام فقط ؛
Tidak boleh memberikan penghormatan kepada sesama muslim hanya dengan isyarat.
فالتحية للعلم إذا كان العلم هو أحد الأعلام التي تنشر كاللواء ، أو نحوه – فهذا لا يجوز ؛ وذلك لأنه جماد ، والتحية فيها شيء من التعظيم ، والتعظيم لا يجوز للمخلوق ، فما بالك بالجماد الذي لا ينفع ولا يسمع ؟!
Jika yang dimaksud dari hormat bendera adalah sebuah bendera yang sedang berkibar maka penghormatan semacam ini adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan karena bendera adalah benda mati dan dalam penghormatan terdapat unsur mengagungkan. Sedangkan pengagungan tidaklah diperbolehkan untuk makhluk hidup lalu bagaimana lagi dengan benda mati yang tidak bisa memberi manfaat, tidak pula bisa mendengar?
وإذا كان هذا تعبيرًا عن التعظيم لهذا الجماد كان ذلك من الشرك .
Jika cara penghormatan tersebut adalah ekspresi dari pengagungan terhadap benda mati maka hal itu termasuk kemusyrikan.
وإن أراد بالعلم الشخص الذي يحمله ، أو العامل ونحوه .. فتكون التحية بالسلام لا بغيره ” انتهى من “فتاوى الشيخ ابن جبرين” .
Jika yang dimaksud dengan hormat bendera adalah menghormati orang yang membawa bendera atau semisalnya maka cara penghormatan yang benar adalah dengan ucapan salam bukan dengan yang lainnya”. Sekian dari buku Fatawa Syaikh Ibnu Jibrin.
وسئل الشيخ صالح الفوزان حفظه الله : أنا مدير مدرسة ، وقد أتاني تعميم من إدارة التعليم بوجوب إلقاء تحية العلم والوقوف له وإلقاء النشيد الوطني للطلاب ، فما حكم هذا الفعل ؟ وهل لي أن أطيع ؟
Syaikh Shalih al Fauzan pernah mendapatkan pertanyaan sebagai berikut, “Saya adalah seorang kepala sekolah. Saya mendapatkan instruksi dari dinas pendidikan yang isinya mewajibkan sekolah untuk mengadakan acara yang berisi pemberian penghormatan terhadap bendera, berdiri untuk menghormati bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan yang dinyanyikan oleh para siswa. Apa hukum kegiatan semacam ini? Apakah saya diperbolehkan untuk mentaati instruksi di atas?”
فأجاب :
” هذه معصية بلا شك ، والنبي صلى الله عليه وسلم يقول : ( لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق ) فإذا أمكنكم تتخلص منها ولا تحضرها فافعل ” انتهى من “موقع الشيخ على الإنترنت” .
http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/FatawaSearch/tabid/70/Default.aspx?PageID=6564
Jawaban beliau, “Tidaklah diragukan bahwa ini adalah perbuatan maksiat sedangkan Nabi mengatakan, ‘Tidak ada ketaatan kepada makhluk jika untuk durhaka kepada sang pencipta’ (HR Ahmad). Jika anda memungkinkan untuk menghindari acara tersebut dan tidak ikut menghadirinya maka lakukanlah”. Fatwa ini terdapat di situs resmi Syaikh Shalih al Fauzan sebagaimana pada link di atas.
وقال الشيخ صالح الفوزان أيضا في الرد على أحد الكتّاب : ” وأما تحية العلم ، فالتحية تأتي بمعنى التعظيم ، ولا تكون تحية التعظيم إلا لله ، كما نقول في تشهدنا في الصلوات : ( التحيات لله ) أي : جميع التعظيمات لله سبحانه ملكاً واستحقاقاً ، فهي تحية تعظيم وليست تحية سلام ، فالله يُحيَّا ولا يسلم عليه ،
Ketika memberikan bantahan kepada seorang penulis, Syaikh Shalih al Fauzan mengatakan, “Tentang hormat bendera maka memberikan tahiyyat atau penghormatan itu memiliki beberapa makna.
(a). Tahiyyah dengan makna pengagungan. Tahiyyat dengan makna pengagungan tidak boleh diberikan kepada selain Allah sebagaimana yang kita ucapkan dalam bacaan tasyahud, ‘Segala tahiyyat itu hanya milik Allah’. Artinya segala bentuk pengagungan hanyalah milik dan hak Allah. Tahiyyat dalam hal ini bermakna pengagungan bukan ucapan salam. Allah itu diagungkan dan tidak diberi ucapan salam.
وتأتي التحية بمعنى السلام الذي ليس فيه تعظيم ، وهذه مشروعة بين المسلمين ،
(b). Tahiyyah dengan makna ucapan salam yang tidak ada di dalamnya unsur pengagungan. Tahiyyat jenis ini disyariatkan di antara sesama muslim.
قال تعالى : ( فَسَلِّمُوا عَلَى أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ اللَّهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً ) النور/61 .
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik” (QS an Nur:61).
وقال تعالى : ( وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا ) النساء /86
Allah juga berfirman yang artinya, “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)” (QS an Nisa:86).
وقال تعالى عن أهل الجنة : ( تَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلاَمٌ ) ،
Allah berfirman tentang penghuni surga yang artinya, “Penghormatan untuk mereka di dalam surga adalah ucapan salam”.
وقال تعالى : ( تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهُ سَلَامٌ ) .
Allah juga berfirman yang artinya, “Penghormatan bagi mereka pada hari mereka berjumpa dengannya adalah ucapan salam”.
وقال النبي صلى الله عليه وسلم : ( ألا أدلكم على شيء إذا فعلتموه تحاببتم، أفشوا السلام بينكم ).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kutunjukkan kepada kalian suatu amalan yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai. Amalan tersebut adalah sebarkanlah ucapan salam di antara kalian”.
فالسلام إنما يكون بين المسلمين ، ولا يكون السلام على الجمادات والخرق ونحوها ، لأنه دعاء بالسلامة من الآفات ، أو هو اسم من أسماء الله يدعو به المسلم لأخيه المسلم عليه ليناله من خيراته وبركاته .
Ucapan salam hanya diberikan kepada sesama kaum muslimin. Ucapan salam tidaklah diberikan kepada benda mati, lembaran kain atau semisalnya karena makna ucapan salam adalah doa agar terhindar dari mara bahaya atau salam merupakan salah satu nama Allah. Dengan ucapan salam tersebut seorang muslim mendoakan saudaranya agar mendapatkan kebaikan dan keberkahan.
والمراد بتحية العلم الآن الوقوف إجلالاً وتعظيماً له ، وهذا هو الذي أفتت اللجنة الدائمة بتحريمه لأنه وقوف تعظيم .
Yang dimaksud dengan hormat bendera pada saat ini adalah berdiri dalam rangka memuliakan dan mengagungkan bendera. Inilah yang difatwakan oleh Lajnah Daimah sebagai perbuatan yang haram karena ‘berdiri’ di sini dilakukan dalam rangka pengagungan.
فإن قيل : إن في تحية العلم احتراماً لشعار الحكومة .
Jika anda yang mengatakan bahwa dengan menghormati bendera berarti kita menghormati simbol negara.
فنقول : نحن نحترم الحكومة بما شرعه الله من السمع والطاعة بالمعروف والدعاء لهم بالتوفيق ،
Jawaban kami adalah kita menghormati negara dengan cara yang diajarkan oleh Allah yaitu dengan mendengar dan taat dengan aturan negara yang tidak bernilai maksiat serta mendoakan para aparatur negara agar selalu mendapatkan bimbingan dari Allah.
واللجنة حينما تبين هذا للمسلمين إنما تبين حكماً شرعياً يجب علينا جميعاً حكومة وشعباً امتثاله ، وحكومتنا – حفظها الله وبارك فيها – هي أول من يمتثل ذلك . هذا ما أردت بيانه خروجاً من إثم الكتمان ” انتهى من جريدة الجزيرة عدد 11989 يوم الثلاثاء 20/6/1426هـ ، ونشر بموقع” شبكة نور الإسلام”.
http://www.islamlight.net/index.php?option=content&task=view&id=1722
Ketika Lajnah Daimah menjelaskan hukum hal ini kepada kaum muslimin, Lajnah Daimah hanya bermaksud menjelaskan hukum syariat yang kita semua baik pemerintah atau rakyat berkewajiban untuk mentaatinya (bukan untuk membangkan terhadap pemerintah, pent). Pemerintah kita (baca: Arab Saudi) adalah pihak yang pertama kali mentaati fatwa Lajnah Daimah di atas. Inilah yang ingin aku jelaskan supaya aku tidak terjerumus dalam dosa menyembunyikan ilmu”. Demikianlah penjelasan Syaikh Shalih al Fauzan yang terdapat di koran al Jazirah edisi 11989 yang beredar pada hari Selasa 20 Jumadil Tsani 1426 H dan dipublis di internet sebagaimana link di atas.
وعليه ؛ فإذا أردت العمل في الجيش فتجنب القيام بهذه التحية .
Berdasarkan uraian panjang lebar di atas maka jika anda ingin bekerja sebagai tentara maka jauhilah cara penghormatan yang telah dibahas di atas”.
Sumber:
Penjelasan Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid di link berikut ini
http://islamqa.com/ar/ref/130805/%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%84%D9%85
thank you