skip to main |
skip to sidebar
Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut : يطلب من الطالب في بعض المدارس أن يرسم صورة لذات روح ، أو يعطى مثلاً بعض دجاجة ويقال : أكمل الباقي، وأحياناً يطلب منه أن يقص هذه الصورة ويلزقها على الورق ، أو يعطى صورة فيطلب منه تلوينها فما رأيكم في هذا؟
“Sebagian sekolah ada yang menyuruh murid-muridnya untuk menggambar gambar makhluk bernyawa, atau memberikan sebagian gambar ayam kepada murid-murid tersebut yang kemudian dikatakan kepadanya : ‘Sempurnakanlah/selesaikanlah sisanya !’. Dan kadang-kadang mereka disuruh menggunting gambar itu untuk menempelkannya di atas kertas . Atau memberikan sebuah gambar (makhluk bernyawa) dan kemudian mereka disuruh untuk mewarnainya. Bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini ?”.
Maka Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah memberikan jawaban sebagai berikut :
الذي أرى في هذا أنه حرام يجب منعه ، وأن المسؤولين عن التعليم يلزمهم أداء الأمانة في هذا الباب ، ومنع هذه الأشياء ،وإذا كانوا يريدون أن يثبتوا ذكاء الطالب بإمكانهم أن يقولوا : اصنع صورة سيارة أو شجرة ، أو ما أشبه ذلك مما يحيط به علمه ، ويحصل بذلك معرفة مدى ذكائه وفطنته وتطبيقه للأمور ، وهذا مما ابتلي به الناس بواسطة الشيطان ، وإلا فلا فرق بلا شك في إجادة الرسم والتخطيط بين أن يخطط الإنسان صورة شجرة ، أو سيارة ،أو قصر ، أو إنسان. فالذي أرى أنه يجب على المسؤولين منع هذه الأشياء ، وإذا ابتلي الطالب ولا بد فليصور حيواناً ليس له رأس.
“Menurut pendapatku, hal itu adalah haram dan wajib untuk dilarang. Orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan wajib untuk menunaikan amanah dalam permasalahan ini dan melarang perkara-perkara seperti yang disebutkan. Apabila tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kecerdasan murid-murid, hendaknya ia mengatakan : ‘Buatlah gambar mobil, atau pohon, atau yang gambar-gambar lain yang sejenis yang ia ketahui’. Dan dengan cara itu juga dapat mengasah dan menajamkan kecerdasan murid melalui praktek. Perkara ini merupakan musibah yang menimpa manusia, yang tentu saja setan lah yang menjadi biang keladinya. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa untuk memahirkan murid di bidang menulis dan menggambar, tidak ada bedanya bagi seseorang menggambar pohon, mobil, rumah, atau orang. Adapun menurutku, menjadi kewajiban bagi penanggung jawab (bidang tersebut) untuk melarang perkara-perkara (munkar) ini. Namun jika murid dipaksa untuk menggambar makhluk bernyawa, maka tidak mengapa baginya untuk menggambar hewan-hewan tanpa kepala”.
[Majmu’ Fataawaa wa Rasaail – Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimin rahimahullah jilid 2, no. 324 – www.almeshkat.net/books].
0 komentar:
Posting Komentar