Rabu, 08 September 2010

~ Ya Allah, Terimalah Amalan Kami di Bulan Ramadhan ~

Bulan Ramadhan akan berakhir.
Bulan penuh barokah akan meninggalkan kita.
Tidak ada yang yakin bisa bertemu dengan Ramadhan berikutnya.
Tidak ada yang yakin bisa dijumpakan lagi dengan bulan Al Qur’an.
Tidak ada yang yakin bisa bersua kembali dengan bulan yang begitu mudah untuk beramal.

Lihatlah bagaimanakah para salaf selalu berdo’a selama enam bulan untuk diperjumpakan kembali dengan bulan Ramadhan.
Mereka pun berdo’a di enam bulan lainnya agar amalan-amalan mereka diterima.[1]
Itulah kekhawatiran para salaf.
‘Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Mereka para salaf begitu berharap agar amalan-amalan mereka diterima daripada banyak beramal.
Bukankah engkau mendengar firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Ma-idah: 27)”

Dari Fudholah bin ‘Ubaid, beliau mengatakan, “Seandainya aku mengetahui bahwa Allah menerima dariku satu amalan kebaikan sebesar biji saja, maka itu lebih kusukai daripada dunia dan seisinya, karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al Ma-idah: 27)”

Ibnu Diinar mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih ku khawatirkan daripada banyak beramal.”

Abdul Aziz bin Abi Rowwad berkata, “Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan sholih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak.”

 ‘Umar bin ‘Abdul Aziz berkata tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri,
“Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari.
Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya.
Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima.
Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri.
Dikatakan  kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.”
Mereka malah mengatakan, “Kalian benar.
Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”

Itulah kekhawatiran para salaf.
Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima.
Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan para salaf. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita.
Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka.[2]

Keadaan seorang hamba di akhir Ramadhan, seharusnya penuh ampunan.
Az Zuhri berkata, “Ketika hari raya Idul Fithri, banyak manusia yang akan keluar menuju lapangan tempat pelaksanaan shalat ‘ied, Allah pun akan menyaksikan mereka.
Allah pun berfirman, “Wahai hambaku, puasa kalian adalah untuk-Ku, shalat-shalat kalian di bulan Ramadhan adalah untuk-Ku, kembalilah kalian dalam keadaan mendapatkan ampunan-Ku.”
Ulama salaf lainnya mengatakan kepada sebagian saudaranya ketika melaksanakan shalat ‘ied di tanah lapang,
“Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.”[3]
Qotadah mengatakan, “Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain ia pun akan sulit diampuni.”[4]
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Tatkala semakin banyak pengampunan dosa di bulan Ramadhan, maka siapa saja yang tidak mendapati pengampunan tersebut, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan yang banyak.”[5]

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamd.
Di penghujung bulan Ramadhan ini, hanyalah ampunan dan pembebasan dari siksa neraka yang kami harap-harap dari Allah yang Maha Pengampun.
Kami pun berharap semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan, walaupun kami rasa amalan kami begitu sedikit dan begitu banyak kekurangan di dalamnya.

Taqobalallahu minna wa minkum (Semoga Allah menerima amalan kami dan amalan kalian).
Semoga Allah menjadi kita insan yang istiqomah dalam menjalankan ibadah selepas bulan Ramadhan.

Selamat ‘Idul Fithri 1431 H
Muhammad Abduh Tuasikal dan Keluarga
30 Ramadhan 1431 H





[1] Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 369

[2] Lihat Lathoif Al Ma’arif, 368-369.

[3] Lathoif Al Ma’arif, 366.

[4] Lathoif Al Ma’arif, 370-371.

[5] Lathoif Al Ma’arif, 371.


0 komentar:

Posting Komentar

thank you