Langit kota kami saat ini masih gelap akibat hujan dan sepertinya mulai mereda beberapa menit tadi sebelum adzan subuh berkumandang. Menyusuri jalan menuju masjid Aisyah, kami disambut gerimis dan pemandangan yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Dedaunan pohon-pohon flamboyan yang berjejeran terlihat melebat dan besar kemungkinan beberapa hari lagi bunga-bunganya yang indah nan merah bergaya akan bersemi. Ketika melewatinya, tetesan-tetesan air hujan yang tertahan di daunnya, dan tercampur embun, sedikit membasahi pakaian kami.
Melangkah beberapa meter ke arah gerbang masjid, mulai terdengar bacaan Al-qur’an para jama’ah shalat subuh yang sedang menanti kedatangan imam sholat. Dan secara perlahan, suara-suara itu mulai terdengar sedikit lebih keras ketika kami memasuki pintu bagian kiri masjid. Masjid Aisyah inilah yang sering kami selipkan dalam catatan-catatan kami sebelumnya, sebuah masjid yang didesain dengan gaya khas timur tengah. Ah, tidak. Lain kali saja kami ceritakan anda tentang masjid ini.
>>Semburat Takwa Kaum Beriman
Sambil menunggu sang imam, seperti yang kami sebutkan, sebagian besar jama’ah shalat subuh tersebut terlihat membaca Al-qur’an. Ada yang menambah hafalannya atau mengulang-ngulang kembali hafalan sebelumnya. Sepertinya, tidak hanya hafalan Al-qur’an namun juga hafalan hadits-hadits.
>>Ada Do’a Orang Mulia. .
Untuk mereka yang menghafal hadits dan menyampaikannya, kami berdo’a kepada Allah agar menjaga mereka dan menganugerahkan mereka kebaikan. Bagaimana tidak, sementara orang termulia dan paling bertakwa di bumi, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah sisipkan do’a teruntuk mereka?
Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana (apa) yang didengarnya. Betapa banyak orang yang menyampaikan lebih paham dari orang yang mendengarnya’.”[1]
Subhanallah, semoga mereka benar-benar mendapat bagian dari do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu.
Kembali ke dalam masjid, sebagian orang mungkin menganggap pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa. Namun jujur kami akui, hal-hal seperti itu begitu mengundang takjub apalagi mereka adalah remaja yang duduk di bangku sekolah, bukan para mahasiswa yang berada pada level pendidikan yang lebih tinggi, bukan pula orang tua yang jiwanya memang memiliki tingkat kesadaran yang apik.
>>Aku Seorang Anak Kecil..
Dahulu umat ini memiliki Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhum. Tahukah anda tentangnya? Seolah-olah memperkenalkan diri di hadapan kita, dia berkata dengan tegas,
“Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[2]
Itulah ucapan seorang anak kecil yang jiwanya terpercik sejuknya risalah langit, sebuah risalah yang Allah gerimiskan melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah.
>>Sepercik Mutiara Hikmah..
Menulis catatan ini, sebenarnya ada tema khusus yang hendak kami perbincangkan. Namun ketika mengutip ucapan Samurah bin Jundub (radhiallahu anhum) tersebut, kami menemukan beberapa mutiara hikmah.
Mari kembali merenungi ucapan samurah kecil, “Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[3]
Mudah menebak bahwa ucapan tersebut terlontar dari jiwa-jiwa belia yang semangat menuntut ilmu syar’i. Mereka menyerap risalah langit langsung dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini menjadikan mereka menjelma sebagai punggawa-punggawa yang Allah peruntukkan bagi kemuliaan islam.
Di masjid aisyah, ketika berada dalam majelis ilmu, kami sering berjumpa dengan anak-anak. Sering pula membuat iri. Mereka terlihat serius mendengar pembahasan sebuah kitab yang dikaji sang ustadz padahal tema-tema yang sedang dibicarakan membutuhkan proses berpikir. Tak hanya itu, mereka pula menyediakan alat tulis untuk merekam ilmu dengan tinta-tinta mereka.
Membaca ucapan sahabat Samurah pula, terlihat jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang anak-anak dalam belajar ilmu langsung dari beliau. Sebaliknya, beliau begitu perhatian dengan anak-anak. Beliau mempersiapkan generas-generasi tangguh untuk peradaban islam.
Pernah suatu ketika di ramadhan tahun lalu, kami menghadiri acara buka puasa. Hadir pula anak-anak. Salah satu anak yang masih begitu mulia, sebelum berbuka, membacakan kami salah satu hadits yang dihafalnya. Tak hanya itu, walaupun suaranya tak begitu jelas mengucap kata atau kalimat, ia membacakan kami salah satu surat yang ada di juz 29 atau juz lain namun bukan surat-surat di juz 30. Ia pula menghafal do’a-do’a nabawi. Sang ayah mengakui, si anak di rumah sering mendengar dan menemani sang ibu mengulang-ngulang hafalan Al-qur’annya.
Segala puji bagi Allah, sungguh, segala puji bagi-Nya. Begitu penting pendidikan bagi sosok belia itu. Hari ini, anak-anak adalah biji ajaib. Lusa, mereka akan indah bertunas. Kelak, mereka adalah pohon kemuliaan islam yang akarnya menghujam jauh ke dalam bumi, dan buahnya akan dinikmati generasi-generasi selanjutnya.
Kelak, semoga kami bisa mengikuti para orang tua yang menitipkan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah berbasis keagamaan. Di sekolah model tersebut, anak-anak mendapat pelajaran-pelajaran yang memang menjadi cabang ilmu agama, seperti Bahasa Arab, Fiqh, Hadits, Al-Qur’an, Aqidah, Adan dan Akhlak, Sejarah Islam, dan lainnya. kami yakin, ini adalah salah satu senjata ampuh untuk menahan serangan para orientalis dan musuh-musuh luar islam lainnya, termasuk pula “musuh dalam selimut”. Mereka menyerang islam dengan merusak “biji yang sedang bertunas” tadi.
Di sana, kasian anak-anak yang duduk-duduk di jalanan sambil merokok, mendengar musik, membicarakan hal-hal murahan, balapan motor, dan kerjaan lainnya yang benar-benar jauh dari kesahajaan. Bahkan, kami ketahui, ada diantara meninggal dalam kecelakaan balapan motor gaya anak muda. Mereka meninggal dengan cara mengenaskan.
Kasian mereka yang sedang teracuni virus merah jambu lalu memprakarsainya dengan pacaran yang jelas-jelas haram. Lihatlah disana, mereka menjadi korban cinta.
Kasian anak-anak atau remaja yang asyik menonton acara-acara televisi masa kini. Di hadapannya, tersaji lagu-lagu dan film picisan. Aurat-aurat lawan jenis menjadi hal yang lumrah bagi pandangan. Adegan-adegan maksiat terperagakan secara sempurna di depan mata, lalu terekam begitu apik dalam memori mereka. Lisan-lisan mereka menyenandungkan nada-nada percintaan menirukan artis-artis di layar kaca.
Di Facebook, jejaring sosial yang benar-benar menghipnotis itu, kerapkali kami mendapati seorang anak yang duduk di bangku sekolah menengah pertama selalu mengupdates status tentang seorang artis barat. Kami mengenal anak itu namun tak mengenal si artis, hanya namanya saja: Justin Beiber. Kami tak tahu nama artis ini tertulis dengan benar atau tidak. Si anak tadi, begitu tahu berbagai macam hal tentang justin. Dia benar-benar sedih sekiranya tidak sempat menonton konser sang artis. Album lagunya pun menjadi koleksi. Nampaknya ia benar-benar ngefans hingga pada taraf cinta.
Inilah salah satu musibah itu yang menginangi para remaja. Sekiranya ditanyakan kepada si anak, “Manakah yang engkau cinta, Allah dan Rasul-Nya atau Justin?.” Merupakan musibah yang kedua kalinya sekiranya jawabannya adalah nama terakhir. Kalaupun jawabannya adalah pilihan pertama, tentu terlihat jelas bahwa kecintaannya itu menipis.
Siapa yang salah? Siapa yang berdosa? Kepada siapa Allah titipkan si anak? Kami tak ingin melempar batu lalu menunjuk jari ke arah siapapun. Kami harap semua pihak harus tertampar, termasuk kami pribadi.
>>Senandung Cinta. .
Sebagai penutup, sebenarnya ada kesamaan antara kalimat-kalimat di status (Facebook) si anak dengan ucapan si kecil Samurah: sama-sama mendendangkan cinta.
Luapan-luapan kekaguman si anak dengan Justin kerapkali memuncak hingga diproklamirkan di Dumay(dunia maya). Begitu pula si Samurah kecil, luapan-luapan cinta saat berada di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terproklamirkan hingga terekam apik dalam kitab hadits Shahih Bukhari danShahih Muslim. Ah, dua senandung cinta yang amat bertolak belakang.
Wallahu a’lam, subhanakallahumma waibhamdika astaghfiruka wa atuubu ilaika
***
By: Fachrian Almer Akiera (Mathematics Departement’ student, Mataram University)
Editor: Ustadh Syarafuddin (Mataram Islamic Centre) and al-akh Rafiq (IAIN Mataram’s student)
Endnotes:
[1] At-Tirmidhi said, “(this is a) saheeh hasan hadeeth”. See Khashais Ahli al-Hadeeth wa as-Sunnah by shaykh Muhammad Muhibbin Abu Zaid
[2] Narated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid
[3] Narrated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid
Melangkah beberapa meter ke arah gerbang masjid, mulai terdengar bacaan Al-qur’an para jama’ah shalat subuh yang sedang menanti kedatangan imam sholat. Dan secara perlahan, suara-suara itu mulai terdengar sedikit lebih keras ketika kami memasuki pintu bagian kiri masjid. Masjid Aisyah inilah yang sering kami selipkan dalam catatan-catatan kami sebelumnya, sebuah masjid yang didesain dengan gaya khas timur tengah. Ah, tidak. Lain kali saja kami ceritakan anda tentang masjid ini.
>>Semburat Takwa Kaum Beriman
Sambil menunggu sang imam, seperti yang kami sebutkan, sebagian besar jama’ah shalat subuh tersebut terlihat membaca Al-qur’an. Ada yang menambah hafalannya atau mengulang-ngulang kembali hafalan sebelumnya. Sepertinya, tidak hanya hafalan Al-qur’an namun juga hafalan hadits-hadits.
>>Ada Do’a Orang Mulia. .
Untuk mereka yang menghafal hadits dan menyampaikannya, kami berdo’a kepada Allah agar menjaga mereka dan menganugerahkan mereka kebaikan. Bagaimana tidak, sementara orang termulia dan paling bertakwa di bumi, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah sisipkan do’a teruntuk mereka?
Diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengar sesuatu dari kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana (apa) yang didengarnya. Betapa banyak orang yang menyampaikan lebih paham dari orang yang mendengarnya’.”[1]
Subhanallah, semoga mereka benar-benar mendapat bagian dari do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu.
Kembali ke dalam masjid, sebagian orang mungkin menganggap pemandangan seperti itu adalah hal yang biasa. Namun jujur kami akui, hal-hal seperti itu begitu mengundang takjub apalagi mereka adalah remaja yang duduk di bangku sekolah, bukan para mahasiswa yang berada pada level pendidikan yang lebih tinggi, bukan pula orang tua yang jiwanya memang memiliki tingkat kesadaran yang apik.
>>Aku Seorang Anak Kecil..
Dahulu umat ini memiliki Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhum. Tahukah anda tentangnya? Seolah-olah memperkenalkan diri di hadapan kita, dia berkata dengan tegas,
“Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[2]
Itulah ucapan seorang anak kecil yang jiwanya terpercik sejuknya risalah langit, sebuah risalah yang Allah gerimiskan melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Subhanallah.
>>Sepercik Mutiara Hikmah..
Menulis catatan ini, sebenarnya ada tema khusus yang hendak kami perbincangkan. Namun ketika mengutip ucapan Samurah bin Jundub (radhiallahu anhum) tersebut, kami menemukan beberapa mutiara hikmah.
Mari kembali merenungi ucapan samurah kecil, “Di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (masih hidup -ed), aku adalah seorang anak kecil. Namun begitu, aku turut pula menghafal hadits dari beliau, sementara orang-orang yang ada di sekelilingku semuanya lebih tua dariku.”[3]
Mudah menebak bahwa ucapan tersebut terlontar dari jiwa-jiwa belia yang semangat menuntut ilmu syar’i. Mereka menyerap risalah langit langsung dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini menjadikan mereka menjelma sebagai punggawa-punggawa yang Allah peruntukkan bagi kemuliaan islam.
Di masjid aisyah, ketika berada dalam majelis ilmu, kami sering berjumpa dengan anak-anak. Sering pula membuat iri. Mereka terlihat serius mendengar pembahasan sebuah kitab yang dikaji sang ustadz padahal tema-tema yang sedang dibicarakan membutuhkan proses berpikir. Tak hanya itu, mereka pula menyediakan alat tulis untuk merekam ilmu dengan tinta-tinta mereka.
Membaca ucapan sahabat Samurah pula, terlihat jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melarang anak-anak dalam belajar ilmu langsung dari beliau. Sebaliknya, beliau begitu perhatian dengan anak-anak. Beliau mempersiapkan generas-generasi tangguh untuk peradaban islam.
Pernah suatu ketika di ramadhan tahun lalu, kami menghadiri acara buka puasa. Hadir pula anak-anak. Salah satu anak yang masih begitu mulia, sebelum berbuka, membacakan kami salah satu hadits yang dihafalnya. Tak hanya itu, walaupun suaranya tak begitu jelas mengucap kata atau kalimat, ia membacakan kami salah satu surat yang ada di juz 29 atau juz lain namun bukan surat-surat di juz 30. Ia pula menghafal do’a-do’a nabawi. Sang ayah mengakui, si anak di rumah sering mendengar dan menemani sang ibu mengulang-ngulang hafalan Al-qur’annya.
Segala puji bagi Allah, sungguh, segala puji bagi-Nya. Begitu penting pendidikan bagi sosok belia itu. Hari ini, anak-anak adalah biji ajaib. Lusa, mereka akan indah bertunas. Kelak, mereka adalah pohon kemuliaan islam yang akarnya menghujam jauh ke dalam bumi, dan buahnya akan dinikmati generasi-generasi selanjutnya.
Kelak, semoga kami bisa mengikuti para orang tua yang menitipkan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah berbasis keagamaan. Di sekolah model tersebut, anak-anak mendapat pelajaran-pelajaran yang memang menjadi cabang ilmu agama, seperti Bahasa Arab, Fiqh, Hadits, Al-Qur’an, Aqidah, Adan dan Akhlak, Sejarah Islam, dan lainnya. kami yakin, ini adalah salah satu senjata ampuh untuk menahan serangan para orientalis dan musuh-musuh luar islam lainnya, termasuk pula “musuh dalam selimut”. Mereka menyerang islam dengan merusak “biji yang sedang bertunas” tadi.
Di sana, kasian anak-anak yang duduk-duduk di jalanan sambil merokok, mendengar musik, membicarakan hal-hal murahan, balapan motor, dan kerjaan lainnya yang benar-benar jauh dari kesahajaan. Bahkan, kami ketahui, ada diantara meninggal dalam kecelakaan balapan motor gaya anak muda. Mereka meninggal dengan cara mengenaskan.
Kasian mereka yang sedang teracuni virus merah jambu lalu memprakarsainya dengan pacaran yang jelas-jelas haram. Lihatlah disana, mereka menjadi korban cinta.
Kasian anak-anak atau remaja yang asyik menonton acara-acara televisi masa kini. Di hadapannya, tersaji lagu-lagu dan film picisan. Aurat-aurat lawan jenis menjadi hal yang lumrah bagi pandangan. Adegan-adegan maksiat terperagakan secara sempurna di depan mata, lalu terekam begitu apik dalam memori mereka. Lisan-lisan mereka menyenandungkan nada-nada percintaan menirukan artis-artis di layar kaca.
Di Facebook, jejaring sosial yang benar-benar menghipnotis itu, kerapkali kami mendapati seorang anak yang duduk di bangku sekolah menengah pertama selalu mengupdates status tentang seorang artis barat. Kami mengenal anak itu namun tak mengenal si artis, hanya namanya saja: Justin Beiber. Kami tak tahu nama artis ini tertulis dengan benar atau tidak. Si anak tadi, begitu tahu berbagai macam hal tentang justin. Dia benar-benar sedih sekiranya tidak sempat menonton konser sang artis. Album lagunya pun menjadi koleksi. Nampaknya ia benar-benar ngefans hingga pada taraf cinta.
Inilah salah satu musibah itu yang menginangi para remaja. Sekiranya ditanyakan kepada si anak, “Manakah yang engkau cinta, Allah dan Rasul-Nya atau Justin?.” Merupakan musibah yang kedua kalinya sekiranya jawabannya adalah nama terakhir. Kalaupun jawabannya adalah pilihan pertama, tentu terlihat jelas bahwa kecintaannya itu menipis.
Siapa yang salah? Siapa yang berdosa? Kepada siapa Allah titipkan si anak? Kami tak ingin melempar batu lalu menunjuk jari ke arah siapapun. Kami harap semua pihak harus tertampar, termasuk kami pribadi.
>>Senandung Cinta. .
Sebagai penutup, sebenarnya ada kesamaan antara kalimat-kalimat di status (Facebook) si anak dengan ucapan si kecil Samurah: sama-sama mendendangkan cinta.
Luapan-luapan kekaguman si anak dengan Justin kerapkali memuncak hingga diproklamirkan di Dumay(dunia maya). Begitu pula si Samurah kecil, luapan-luapan cinta saat berada di majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terproklamirkan hingga terekam apik dalam kitab hadits Shahih Bukhari danShahih Muslim. Ah, dua senandung cinta yang amat bertolak belakang.
Wallahu a’lam, subhanakallahumma waibhamdika astaghfiruka wa atuubu ilaika
***
By: Fachrian Almer Akiera (Mathematics Departement’ student, Mataram University)
Editor: Ustadh Syarafuddin (Mataram Islamic Centre) and al-akh Rafiq (IAIN Mataram’s student)
Endnotes:
[1] At-Tirmidhi said, “(this is a) saheeh hasan hadeeth”. See Khashais Ahli al-Hadeeth wa as-Sunnah by shaykh Muhammad Muhibbin Abu Zaid
[2] Narated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid
[3] Narrated by Bukhaaree and Muslim. See Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli by shaykh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid
0 komentar:
Posting Komentar