Kamis, 18 November 2010

Silsilah Ash-Shohihah No.1-10




Alloh صبحانه وتعلى berfirman:
33
Dia-lah yang telah mengutus Rosul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai” (QS. At-Taubah:33)
Kita patut merasa gembira dengan janji yang telah diberikan oleh Alloh صبحانه وتعلى melalui firman-Nya bahwa Islam dengan kearifan dan kebijaksanaannya mampu mengalahkan agama-agama lain. Namun tidak sedikit yang mengira bahwa janji tersebut telah terwujud pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم masa Khulafaur Rasyidin, dan pada masa-masa khilafah sesudahnya yang bijaksana. Padahal kenyataannya tidak demikian. Yang sudah terealisasi saat itu hanyalah sebagian kecil dari janji di atas, sebagaimana disyaratkan oleh Rasululloصلى الله عليه وسلمmelalui sabdanya:
Ash-Shohihah 1
“Malam dan siang tidak akan sirna sehingga al-Lata dan al-‘Uzza telah disembah. Lalu A’isyah bertanya, “Wahai Rosululloh, sungguh aku mengira bahwa tatkala Alloh menurunkan firman-Nya: ‘Dia-lah yang telah mengutus Rosul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai’, hal itu telah sempurna (realisasinya).” Beliau menjawab, “Hal itu akan terealisasi pada saat yang dikehendaki oleh Alloh”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam-Imam yang lain. Saya telah mentakhrijnya di dalam kitab saya Tahdziiru as-Saajid min Ittikhoodzi al-Qubuur Masaajida (Peringatan Bagi yang Sujud untuk Tidak Menjadikan Makam sebagai Masjid) halaman 122.
Banyak hadits-hadits lain yang menjelaskan masa kemenangan Islam dan tersebarnya di berbagai penjuru. Dari hadits-hadits itu tidak diragukan lagi bahwa kemenangan Islam di masa depan semata-mata atas izin pertolongan dari Alloh صبحانه وتعلى dengan catatan harus tetap kita perjuangkan, itu yang penting. Berikut ini akan saya tampilkan beberapa hadits yang saya harapkan dapat membakar semangat para pejuang Islam dan dapat dijadikan argumentasi untuk menyadarkan mereka yang fanalis tanpa mau berjuang sama sekali. (bersambung, insya Alloh).



Silsilah Hadits Shohih - Hadits 2
“Alloh وتعلى صبحانه telah menghimpun (mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku. Oleh karena itu, aku dapat menyaksikan belahan bumi Barat dan Timur. Sungguh kekuasaan umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan (diperlihatkan) kepadaku itu.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim (8/171), Imam Abu Dawud (4252). Imam Tirmidzi (2/27) yang menilainya sebagai hadits shohih, Imam Ibnu Majah (2952) dan Imam Ahmad dengan dua sanad. Pertama berasal dari Tsauban ( 5/278 ) dan kedua dari Syaddad ibn Aus (4/132), jika memang haditsnya mahfuuzh(terjaga).

Silsilah Hadits Shohih hadits no. 3
“Sungguh agama Islam ini akan sampai kepada bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Alloh tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali memasukkan agama ini ke daerah itu, dengan memuliakan yang mulia dan merendahkan yang hina. Yakni memuliakannya dengan Islam dan merendahkannya dengan kakufuran.”
Hadits in diriwayatkan oleh sekelompok Imam yang telah saya (Asy-Syaikh Al-Albani رحمه الله) sebutkan di dalam kitab at-Tahdziir (hal. 121). Sementara Imam Ibnu Hibban meriwayatkan di dalam kitab al-Muntaqoo min at-Tabaqoot (2/10/1)

Tidak diragukan lagi bahwa tersebarnya agama Islam kembali kepada umat Islam sendiri. Oleh karena itu mereka harus memiliki kekuatan moral, material dan persenjataan hingga mampu melawan dan mengalahkan kekuatan orang-orang kafir dan orang-orang durhaka. Inilah yang dijanjikan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم:
Silsilah hadits Shohih hadits ke-4
Hadis ini diriwatkan oleh Abu Qubai. Ia menuturkan: ”(Pada suatu ketika) kami bersama Abdullah ibn Amr ibn al Ash. Dia ditanya tentang mana yang akan terkalahkan lebih dahulu, antara dua negeri, Konstantinopel atau Romawi. Kemudian ia meminta petinya yang agak lusuh. Lalu ia mengeluarkan sebuah kitab.” Abu Qubail melanjutkan kisahnya: Lalu Abdullah menceritakan: ”Suatu ketika, kami sedang menulis di sisi Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Tiba-tiba beliau ditanya: Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab: “Kota Heraclius-lah yang akan Terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (II/176), ad-Darimi (I/126), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushan (II/47,153), Abu Amr ad-Dani di dalam as-Sunan al-Waridah fi al-Fitan (Hadis-hadis tentang fitnah), al-Hakim ( III/422 danIV/508 ) dan Abdul Ghoni al-Maqdisi dalam Kitabul `Ilmi (II/30). Abdul ghani menilai bahwa hadis itu hasan sanadnya. Sedangkan Imam al-Hakim menilainya sebagai hadits shohih. Penilaian al-Hakim itu juga disetujui oleh Imam adz-Dzahabi.
Kata Rumiyyah dalam hadis diatas maksudnya adalah Roma, ibukota Italia sekarang ini,sebagaimana bisa kita lihat didalam Mu`jam al-Buldan (Ensiklopedi Negara).
Sebagaimana kita ketahui, bahwa kemenangan pertama ada di tangan Muhammad al-Fatih al-Utsmani. Hal itu terjadi lebih dari delapan ratus tahun setelah Nabi وسلم عليه اللهصلى menyabdakan hadis diatas. Kemenangan keduapun akan segera terwujud atas seizin Alloh صبحانه وتعلى sebagaimana firman-Nya:
QS. Shood ayat 88
“Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi.” ( QS. Shod:88 )
Tidak diragukan lagi bahwa kemenangan kedua mendorong adanya kebutuhan terhadap Khalifah yang tangguh. Hal inilah yang telah diberitakan oleh Rosullulloh صلىالله عليه وسلم melalui sabdanya :
Silsilah Hadits Shohih - 5
“Kenabian telah terwujud antara kamu sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendak-nya, setelah itu ada khilafah yang sesuai dengan kenabian tersebut, sesuai dengan kehendak-Nya pula. Kemudian Dia akan menghapusnya juga sesuai dengan kehenda-Nya. Lalu ada raja yang gigih (berpegang teguh dalam memperjuangkan Islam), sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu ada seorang raja diktator bertangan besi, dan semua berjalan sesuai dengan kehendak-Nya pula. Lalu dia akan menghapusnya jika menghendaki untuk menghapusnya. Kemudian ada khilafah yang sesuai dengan tuntunan Nabi.” Lalu dia diam.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/273). Kami mendapatkan riwayat dari Sulaiman ibn Dawud ath-Thoyalisi, juga dari Dawud ibn Ibrahim al-Washiti, Hubaib ibn Salim, dan Nu’man ibn Basyir yang mengisahkan, “kami sedang duduk-duduk di masjid”. Basyir adalah seorang yang sering menyembunyikan haditsnya. Lalu datanglah Abu Tsa’labah al-Khosyafi dan bertanya: “Wahai Basyir ibn Sa’id, Apakah engkau menghafal hadits Rosul tentang Umaro? Tetapi kemudian, Khudzaifahlah yang justru menjawab: “Saya menghapal khutbahnya.”
Mendengar itu kemudian Abu Tsa’labah duduk, sementara Khudzaifah selanjutnya meriwayatkan hadits itu secara marfu’.
Hubaib mengomentari dengan menceritakan: “Tatkala Umar ibn Abdulazis mulai tampil dan saya mengetahui bahwa Yazid ibn Nu’man ibn Basyir menjadi pengikutnya, maka saya menulis surat kepadanya, berisikan tentang hadits ini. Saya memperingatkan dengan mengatakan kepadanya: Saya berharap agar beliau (Umar ibn Abdulazis) benar-benar bisa menjadi Amirul Mukmin setelah adanya raja yang gigih memperjuangkan agama sebelum dia naik tahta. Lalu surat saya itu disampaikan kepada Umar ibn Abdul’Azis. Dia merasa gembira dan mengaguminya.
Melalui sanad Ahmad, hadits itu juga diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Iraq di dalam Mahajjat al-Ghurab ila Mahabbat al-‘Arab (II/17). Selanjutnya al-Hafizh mengatakan:
“Status hadits ini shohih. Ibrahim ibn Dawud al-Washiti dinilai tsiqoh (baik akhlaknya dan kuat ingatannya) oleh Abu Dawud, ath-Thoyalisi dan ibn Hiban. Sedangkan perawi-perawi yang lain bisa dibuat hujjah di dalam menetapkan hadits shohih.”
Yang dimaksud al-Hafizh ini adalah yang terdapat di dalam kitab Shahih Muslim, tetapi mengenai Hubaib oleh al-Bukhori dinilainya dengan “fihi nadhorun” (ungkapan yang menunjukan masih diragukannya keabsahan seorang perawi). Sedangkan ibn Adi mengatakan: dalam matan hadits yang diriwayatkan (Hubaib) tidak terdapat hadits munkar (hadits yang ditolak), tetapi ia telah memutarbalik sanadnya (mudhthorib). Akan tetapi Abu Hatim, Abu Dawud dan Ibn Hiban menilainya tsiqoh. Oleh karena itu, setidak-tidaknya nilai haditsnya adalah hasan. Bahkan al-Hafizh menilainya: La ba’sa bihi. (Lafazh ta’dil tingkat ke empat). Perawi yang dinilai dengan lafazh pada tingkat ini haditsnya bisa dipakai, tetapi harus dilihat kesesuaiannya dengan perawi-perawi lain yang dhobit (kuat ingatannya), sebab lafazh itu tidak menunjukan ke-dhobit-an seorang perawi.
Hadits yang senada (syahid) disebutkan di dalam Musnad karya ath-Thoyalisi (nomor:438): ”Saya diberi riwayat oleh Dawud al-Wasithi -ia adalah orang yang tsiqoh-, ia menceritakan: “Saya mendengar hadits itu dari Hubaib ibn Salim. Tetapi dalam matan hadits tersebut ada yang tercecer matannya. Tapi kemudian ditutup (dilengkapi) dengan hadits dari Musnad Ahmad.
Al-Haitsami di dalam kitabnya al-Majma’ (V/189) menjelaskan: “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sedangkan al-Bazzar juga meriwayatkan, namun lebih sempurna lagi. Imam ath-Thobroni juga meriwayatkan sebagian dalam kitabnya al-Ausath dan perawi-perawinya adalah tsiqoh.”
Dengan demikian menurut saya, kecil sekali kemungkinannya hadits tersebut diriwayatkan oleh Umar ibn Abdulazis, sebab masa pemerintahannya adalah masa Khulafa’ ar-Rosyidin, yang jaraknya setelah dua masa pemerintahan dua orang raja.

Selanjutnya hadits yang berisi tentang berita gembira dari Nabi shollalohu ‘alaihi wa sallam mengenai kembalinya kekuasaan kepada kaum muslimin dan tersebarnya pemeluk Islam di seluruh penjuru dunia hingga dapat membantu tercapainya tujuan Islam dan menciptakan masa depan yang prospektif dan membanggakan hingga meliputi bidang ekonomi dan pertanian. Hadist yang dimaksud adalah sabda NabiShollalohu ‘alaihi wa sallam:
Silsilah Hadits Shohih 6
“Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum tanah Arab menjadi tanah lapang yang banyak menghasilkan komoditas penting dan memiliki pengairan yang memadai.”
Hadist tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim (3/84), Imam Ahmad (2/703, 417), dan Imam al-Hakim (4/477), dari hadits Abu Hurairah.
Berita-berita gembira itu mulai terealisasi di beberapa kawasan Arab yang telah diberi karunia oleh Allah berupa alat-alat untuk menggali sumber air dari dalam gurun pasir. Di sana bisa kita lihat adanya inisiatif untuk mengalirkan air dari sungai Eufrat ke jazirah Arab. Saya membaca berita gembira ini dari beberapa surat kabar lokal. Hal itu mungkin akan menjadi kenyataan. Dan selang beberapa waktu kelak, akan benar-benar terwujud dan bisa kita buktikan.
Selanjutnya yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan masalah ini adalah sabda Nabi Shollalohu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak akan datang kepadamu suatu masa, kecuali masa sesudahnya akan lebih buruk, sampai kalian bertemu dengan Tuhanmu, (yakni datangnya hari kiamat)”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam al-Fitan, dari hadis Anas, secara marfu’.
Hadist ini selayaknya dipahami dengan membandingkan hadits-hadits lain yang terdahulu dan hadits lain (yang ada hubungannya). Seperti halnya hadits-hadits tentang al-Mahdy dan turunnya Nabi Isa ‘Alaihis salam. Hadits-hadits itu menunjukan bahwa hadits ini tidak mempunyai arti secara umum,  tetapi mempunyai arti khusus (sempit). Oleh karena itu, kita tidak boleh memahaminya secara umum (apa adanya), sehingga menimbulkan keputus-asaan yang merupakan sifat yang harus di buang jauh dari orang mukmin. Sebagaimana firman Allah Subhanallohu wa Ta’ala:
87
Saya senantiasa memohon ke haribaan Allah Subhanallohu wa Ta’alasemoga Dia berkenan menjadikan kita sebagai orang-orang yang benar-benar mukmin.

ANJURAN ISLAM UNTUK MEMBUAT LAHAN MENJADI PRODUKTIF
Dalam anjuran ini, ada beberapa hadis yang mendukung, namun akan saya sebutkan beberapa diantaranya:
Pertama, dari Anas Rodhiyallohu ‘anhu bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
  Seorang Muslim yang menanam atau menabur benih, lalu dia sebagian yang dimakan oleh burung dan manusia, ataupun oleh binatang, niscaya semua itu akan menjadi sedekah baginya.”
        Hadis itu diriwayatkan oleh Imam Bukhari (2/67,cet.Eropa), Imam Muslim ( 5/28 ) dan Imam Ahmad (3/147).
Dari jabir Rodhiyallohu ‘anhu secara marfu’: “Seorang Muslim yang menanam suatu tanaman, niscaya apa yang termakan akan menjadi sedekah, apa yang tercuri akan menjadi sedekah, apa yang termakan oleh burung akan menjadi sedekah, dan apapun yang diambil oleh seseorang dari tanaman itu akan menjadi sedekah pula bagi (pemilik)-nya (sampai hari kiamat datang).”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jabir Rodhiyallohu ‘anhu yang kemudian diriwayatkan secara bersama dengan Imam Ahmad (3/391) dari sanad lain yang senada, yang fungsinya sebagai penguat, (penerjemah). Yaitu hadis-hadis lainnya yang juga berfungsi sebagai syahid, disebutkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib (3/224,245).
Diceritakan oleh Anas Rodhiyallohu ‘anhu dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kendatipun hari kiamat akan terjadi, sementara di tengah salah seorang di antara kamu masih ada bibit pohon korma, jika ia ingin hari kiamat tidak akan terjadi sebelum ia menanamnya, maka hendaklah ia menanamnya.”
 Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad (3/183, 184, 191),ath-Thayalisi (hadis nomor 2078), Imam Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad (hadis nomor 479) dan Ibn al-Arabi didalam kitabnya al-Mu’jam (1/21), yang dikutip dari hadis Hisyam ibn Yazid dari Anas Rodhiyallohu ‘anhu.
Inilah sanad yang sahih sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Imam Muslim, yang diperkuat dengan hadis muttabi’ (searti dengan syahid) yang diriwayatkan oleh Yahya ibn Sa’id dari Anas Rodhiyallohu ‘anhu Hadis ini juga ditakhrij oleh Ibn Adi di dalam al-kamil (1/316).
Sedangkan al-Haitsami mentahrijnya (menyampaikan) dengan meringkas redaksinya di dalam al-Majma’(4/63), dan mengatakan: “Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bazzar. Perawi-perawinya adalah tsiqah.
Sebagaimana telah saya jelaskan, bahwa hadis ini oleh Imam Ahmad disebutkan dengan reaksi lebih panjang.
Kata al-fasilah searah dengan kata al-wadiyyah, yaitu anak pohon korma (bibitnya).
Selain hadis-hadis tersebut, tampaknya tidak ada hadis lain yang lebih menunjukan adanya anjuran untuk menjadikan lahan agar lebih produktif, lebih-lebih hadis yang terakhir di atas di mana menyiratkan pesan yang cukup dalam agar seseorang memanfaatkan masa hidupnya untuk menanam sesuatu yang dapat dinikmati oleh orang-orang sesudahnya,hingga pahalanya tetap mengalir sampai hari kiamat tiba. Hal itu akan ditulis sebagai amal sedekahnya (sedekah jariyah).
Imam Bukhari menerjemahkan hadis ini dengan penjelasannya: “Bab Ishthina’ al-Mal”. Kemudian hadis itu diriwayatkan oleh al-Haris ibn Laqith, ia mengatakan: “Ada seseorang di antara kami yang memiliki kuda yang telah beranak-pinak, lalu disembelihnya kuda itu. Setelah itu ada surat dari ‘Umar yang datang kepada kami, yang isinya: “Peliharalah dengan baik rezeki yang telah diberikan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada kalian. Sebab hal yang demikian itu terdapat kemudahan bagi pemiliknya.” Sanad hadis tersebut adalah sahih.
Sementara itu ada lagi hadis lain yang diriwatkan oleh Dawud dengan sanad sahih, ia mengatakan: “Abdullah ibn Salam berkata kepadaku:
“Jika engkau mendengar bahwaDajjal telah keluar, padahal engkau masih menanam bibit korma, maka janganlah engkau tergesa-gesa memperbaikinya, karena masih ada kehidupan bagi manusia setelah itu.”
Yang dimaksud Dawud di sini adalah Abu Dawud al-Anshari. Ia dinilai oleh al-Hafizh Ibn Hajar sebagai orang yang diterima hadisnya (maqbul).
Ibn Jarir juga meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari Ammarah ibn Khuzaimah ibn Tsabit, yang berkata:
Saya mendengar Umar ibn Khaththab berkata kepada Ayahku: ‘apa yang menghalangimu untuk menanami tanahmu?’ Ayah saya menjawab: ‘Saya sudah tua dan besok akan mati’. Kemudian Umar berkata: ‘Aku benar-benar menghimbaumu agar engkau mau menanaminya’. Tak lama kemudian saya benar-benar melihatnya (Umar ibn Khaththab) menanam sendiri bersama ayah saya.” Hadis ini bisa dilihat di dalam al-jami’ al-Kabir, karya as-Suyuthi (3/337/2)
Oleh karena itu ada sebagian sahabat yang menganggap bahwa orang yang bekerja untuk mengolah dan memanfaatkan lahannya adalah karyawan Allah Subhanallohu wa Ta’ala. Imam Bukhari di dalam kitabnya al-Adab al-Mufrad ( nomor: 448 ) meriwayatkan sebuah hadis dari Nafi’ibn’Ashim, bahwa ia mendengar Abdullah ibn Amr berkata kepada salah seorang anak kandungnya yang keluar ke tanah lapang (kebun): “Apakah para karyawanmu sedang bekerja?”
“Saya tidak tahu”, jawab anak kandungnya.
Lalu Abdullah ibn Amr menyambung: “Seandainya engkau orang yang terdidik, niscaya engkau akan tahu apa yang sedang dikerjakan oleh para karyawanmu.” Kemudian ia (Abdullah ibn Amr) menoleh kepada kami, seraya berkata: “Jika seseorang bekerja bersama para karyawannya di rumahnya.” (Dalam kesempatan lain, perawi berkata: “Pada apa yang dimilikinya”), maka ia termasuk karyawan Allah Subhanallohu wa Ta’ala
Insya Allah sanad hadis ini hasan.
Kata al-wahtu di sini berarti al-bustan (kebun), yaitu tanah lapang yang luas milik Amr ibn Ash yang berada di Thaif, kurang lebih tiga mil dari Wajj. Tanah itu telah diwariskan kepada anak-anaknya (termasuk Abdullah). Ibn Asakir meriwayatkan di dalam kitabnya at-Tharikh (13/264/12) dengan sanad yang sahih dari Amr ibn Dinar, Ia mengatakan: “Amr ibn Ash berjalan memasuki sebidang kebun miliknya yang satu juta kayu yang dipergunakan untuk menegakkan pohon anggur. Satu batangnya dibeli dengan harga satu dirham.
Itulah beberapa perkataan sahabat yang muncul akibat memahami hadis-hadis diatas.
Imam Bukhari memberi judul untuk dua hadis yang pertama dengan judul: “Keutamaan tanaman yang dapat dimakan”. Di dalam kitab Shahih-nya .Dalam hal ini Ibn al-Munir berkomentar:
Imam Bukhari memberi isyarat tentang kebolehan bertanam. Adapun larangan bertanam, sepertidikatakan oleh Umar adalah apabila pekerjaan bertanam itu sampai melalaikan perang atau tugas lain yang lebih mendesak untuk dilaksanakan. Oleh karena itu,hadis Abi Ummah diletakkan pada bab berikutnya.
Hadis itu akan saya sebutkan pada bab yang akan datang, insya Allah.


Rakus Terhadap Harta Menyebabkan Hina
Pada bagian yang lalu saya telah mengemukakan beberapa hadis yang menjelaskan anjuran Islam agar kita memanfaatkan lahan secara produktif, dan memberikan penegasan, bahwa Islam benar-benar menganjurkannya kepada kaum Muslimin, bahkan memberikan semangat dan dorongan untuk itu.
Dan sekarang, saya akan menyebutkan beberapa hadis yang oleh sementara orang yang lemah pemahamannya serta ada penyakit dihatinya, terasa bertentangan dengan hadis-hadis diatas (yang terdahulu). Padahal kalau kita pahami secara baik, tanpa mengedepankan hawa nafsu sedikitpun, maka hadis-hadis yang akan saya sebutkan ini ternyata tidak berlawanan sama sekali. Hadis-hadis yang saya maksud adalah:
Silsilah Ash-Shohihah No.10
“Dari Abu Umamah al-Bahili, ia melihat sungkal bajak dan alat pertanian lainnya, lalu ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila benda-benda ini masuk kedalam sebuah rumah, niscaya Alloh juga akan memasukan kehinaan.” Kitab Shohihnya (Syarah Fath al-Bari, 4/5).
Sedangkan ath-Thobroni juga meriwayatkannya di dalam al-Kabir di sanad lain, yakni dari Abu-Umamah secara marfu’ dengan matan (redaksi):
“Para penghuni rumah yang pagi-pagi keluar dengan sepasang lembu untuk membajak, pasti akan ditimpa kehinaan.”
Hadis ini disebutkannya di dalam al-Majma’ (6/120).
Para ulama’ telah mengintegrasikan hadis ini dengan hadis-hadis yang disebutkan terdahulu dengan cara:
1. Yang dimaksud dengan adz-dzul adalah kewajiban (pajak) bumi yang diminta oleh negara. Orang yang melibatkan dirinya kedalamnya, berarti telah menceburkan atau menyodorkan dirinya kedalam kehinaan. Al-Manawi kedalam kitabnya al-Faidh menandaskan: “Hadis ini tidak mencela pekerjaan bercocok tanam, sebab pekerjaan itu terpuji, karena banyak membutuhkannya. Disamping itu, kehinaan (karena melibatkan diri dalam urusan pajak) tidak menghalangi pahala sebagian orang (yang bercocok tanam). Dengan kata lain keduanya tidak ada hubungannya (talazum).
Karenanya Ibn At-Tin mengatakan: “Hadis ini merupakan salah satu berita Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang hal-hal yang bersifat abstrak, karena dalam kenyataannya yang kita saksikan sekarang ini adalah, bahwa mayoritas orang yang teraniaya adalah para petani.”
2. Hadis itu dimaksudkan bagi mereka yang terbengkalai urusan ibadahnya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan itu, lebih-lebih untuk berperang yang saat itu sangat dibutuhkan. Nampaknya dengan pendapat inilah Imam Bukhari memberi judul hadis tersebut dengan: “Peringatan Keras terhadap Akibat Yang Ditimbulkan karena Terlalu Sibuk dengan Alat-alat Pertanian, yang Melebihi Batas yang Telah Ditentukan.






0 komentar:

Posting Komentar

thank you