Rabu, 12 Januari 2011

Wanita di Saudi Arabia


Haruskah Dikau Mencela Saudariku di Saudi?
(Kritikan Tajam untuk  Jaringan Islam Liberal)
disusun oleh:
السلام عليكم
Telah sampai khabar kepada kami bahwa ada perdebatan seru antara JIL dengan Ahli Sunnah wal Jama’ah. Mendengarnya, kamipun tertarik untuk mengetahuinya. Alhamdulillah, keinginan untuk mendapatkan VCD perdebatan tersebut terwujud.
Seperti orang yang disambar petir, rasanya jantung ini hampir copot dan telingapun terasa gatal mendengarkan ucapan-ucapan kotor dari para propagandis JIL. Betapa derasnya ilmu filsafat dan tasawwuf yang menyesatkan terlontar, kontradiksi ucapan, pelecehan, celaan, kebohongan, ketimpangan pemikiran dan lain sebagainya. Sungguh betul-betul dibutuhkan kesabaran yang sangat luar biasa untuk menyimaknya!.
Dengan selalu berdoa kepada Alloh agar meneguhkan hati ini, kami tuntaskan proses menyaksikan perdebatan seru tersebut. Kendati tayangan sudah berlalu, tetapi masih terngiang-ngiang di telinga sebagian syubhat pengaruh ucapan mereka, namun akupun berbaik sangka barangkali ini adalah PR buatku untuk memberikan partisipasi dalammembela agama dan membantah ucapan para penyeleweng agama sekaligus sebagai keterangan bagi saudara-saudari kami yang mungkin telah tertipu dengan silat lidah mereka.
Maka dengan memohon pertolongan kepada Alloh, aku bertawakkal untuk menulis artikel ini, semoga Alloh memberikan hidayah kepada kita semua dan meneguhkan kita di atas jalan yang diridhai-Nya.
Sebenarnya banyak sekali permasalahan yang harus dikupas dan dibahas, tetapi semoga saja yang sedikit ini cukup untuk mewakili syubhat-syubhat lainnya. Yang penting, bentengilah diri kita dengan ilmu yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga kita dapat terselamatkan dari berbagai syubhat yang banyak menyerang pada zaman ini.
Ingatlah selalu nasehat berharga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
“Janganlah engkau jadikan hatimu terhadap syubhat seperti spon yang menyerapnya serta merta, tetapi jadikanlah hatimu seperti kaca yang kuat, sehingga tatkala syubhat mampir padanya, dia dapat melihat dengan kejernihannya dan mengusir dengan kekuatannya. Tetapi apabila engkau jadikan hatimu menyerap setiap syubhat, maka dia akan menjadi sarang syubhat.”[1]
Ulil Abshar Abdalla, kordinator Jaringan Islam Liberal -semoga Alloh memberinya hidayah dan menyelamatkan manusia dari kesesatannya- mengatakan,
“Tadi, saudara Ahmad Hartono menyebut bahwa berkali-kali dasarnya adalah hadits, hadits, hadits, hadits. Oke, hadits, pendapat saya adalah; hadits yang shahih sanadnya belum tentu harus diikuti di sini. Itu pendapat saya, saudara-saudara dengarkan pendapat saya!”
Lanjutnya,
“Saudara-saudara, di dalam ilmu hadits, yang berkembang pesat itu adalah ilmu yang berkaitan dengan verifikasi sanad, kritik atas sanad, tetapi kritik atas matan tidak berkembang dengan pesat, karena orang Islam takut mengkritik matan. Menurut saya, jika hadits walaupun shahih sanadnya, bisa dikritik isinya. Ada contoh misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, shahih di dalam Bukhari[2]; bahwa shalat seorang itu batal kalau di depannya lewat tiga hal; perempuan, khimar, dan yang satu lagi adalah anjing.”
Lanjutnya,
“Gimana anda bisa membayangkan agama Islam yang kita hargai ini mengatakan; shalat kita batal kalau di depan kita lewat perempuan, anjing atau khimar. Perempuan disetarakan dengan anjing dan khimar saudara-sauadara! Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, negeri Wahabi itu, karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir mobil. Itulah negeri Saudi Arabia, apakah negeri semacam ini akan anda ikuti saudara-saudara?!![3]
Jawaban:
A. MUQADDIMAH
Sebelum kita memasuki topik bahasan, saya merasa perlu untuk memberikan muqaddimah sebagai jembatan menuju pembahasan sekaligus sanggahan terhadap kaidah-kaidah rapuh Ulil di atas:
1. Melecehkan Hadits
Abu Nashr bin Salam al-Faqih berkata, “Tidak ada sesuatupun yang paling berat dan dibenci oleh ahli ilhad (penyeleweng agama) daripada mendengar hadits serta meriwayatkan dengan sanadnya.” [4]
Saudaraku, bandingkan ucapan di atas dengan ucapan Ulil,
“Tadi, saudara Ahmad Hartono menyebut bahwa berkali-kali dasarnya adalah hadits, hadits, hadits, hadits.”
Bukankah ucapan ini menunjukkan keberatannya membaca dan mendengar hadits Nabi?!!
2. Tanyakanlah Keislamannya!
Imam Ahmad berkata,
“Barangsiapa menolak hadits Rasulullah maka dia berada di atas jurang kehancuran.”[5]
Ibnul Wazir berkata,
“Sesungguhnya mendustakan hadits Rasulullah padahal dia mengakui keabsahannya merupakan kekufuran yang nyata.” [6]
Imam al-Barbahari berkata,
“Apabila engkau mendengar seorang mencela hadits dan tidak menerimanya atau mengingkari sebagian darinya, maka curigailah keislamannya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah seorang pengekor hawa dan ahli bid’ah.” [7]
Saya memikirkan ucapan Ulil ini, bagaimana seorang beriman bisa mengatakan ucapan keji seperti itu. Seorang beriman tidak mungkin bisa mengeluarkan kata itu. Itu kalau pak Ulil masih percaya kepada Alloh dan Rasul. Kecuali kalau pak Ulil mengambil pilihan untuk tidak percaya alias murtad[8].
3. Beradablah Terhadap Hadits!
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata tatkala menjelaskan adab terhadap Rasulullah,
“Adab yang paling utama terhadab beliau adalah kesempurnaan pasrah kepadanya, patuh terhadap perintahnya, menerima dan membenarkan sabdanya tanpa mempertentangkannya dengan akal dan keraguan atau mendahulukan pendapat orang lain di atasnya.” [9]
Apabila Ulil sering mengkritik lawan debatnya dengan kurang adab dan tata krama, lantasapakah dia mengaggap dirinya seorang yang beradab?! Katakanlah padaku: Seperti itukah adab seorang muslim terhadap Rasulullah dan haditsnya?!
3. Siapakah Ulama Panutannya?
Imam Ahmad bin Hanbal berkata,
“Janganlah engkau berucap dalam sebuah masalah yang engkau tidak mempunyai imam dalam masalah tersebut.”[10]
Bila Ulil mengatakan,
“…Saya khawatir kalau mas Hartono ini versi modern dari orang-orang hasyawiyyin. Lihat bukunya ini, semuanya kutipan Al-Qur’an dan hadits. Itu ciri khas orang-orang dari pihak sana, sedikit sekali membaca pendapat ulama.”
Apakah dia menganggap dirinya banyak membaca pendapat ulama?! Khabarkanlah padaku; ulama siapakah yang berucap seperti ucapan kotor anda tersebut?! Mengapa anda tidak berterus terang menyebutkannya?! Saya harap anda tidak menyebut guru-guru anda yang oriantalis atau rasionalis!
4. Racun Pemikiran Oriantalis
Imam Ibnu Sirin berkata,
“Sesungguhnya ilmu ini termasuk agama, maka lihatlah kepada siapakah kalian menimba ilmu!.” [11]
Sekarang perhatikanlah bersamaku ucapan Ulil di atas:
“Di dalam ilmu hadits, yang berkembang pesat itu adalah ilmu yang berkaitan denganverifikasi sanad, kritik atas sanad, tetapi kritik atas matan tidak berkembang dengan pesat, karena orang Islam takut mengkritik matan.”
Tahukah anda dari manakah dia menimba pemikiran ini?! Ini adalah buah pemikiran para oriantalis Yahudi pendengki yang berusaha merusak agama Islam. Hal itu tak aneh, lantaran sang pelontarnya terkenal telah dicekoki pemikiran dari sana.
Sesungguhnya ucapan ini menunjukkan kejahilan dan kesombongannya. Saya katakan jahil karena pelontarnya berarti tidak mengerti ilmu hadits, bahkan defenisi ilmu hadits saja tidak mengerti. Seandainya dia membuka buku ilmu musthalah hadits dimanapun berada, niscaya dia akan mendapati dalam pembukaannya bahwa ilmu ini adalah
“undang-undang untuk mengetahui keadaan sanad dan matan dari segi shahih dan tidaknya”[12].
Adakah anda mendapati seorang ahli hadits yang mendefiniskannya dengan ilmu yang berkaitan dengan keadaan sanad semata, tanpa matan (isinya)?!
Bukankah para ulama hadits telah mensyaratan hadits shahih atau hasan harus selamat dari syadz dan ilat?! Lalu tatkala kita buka penjelasan mereka, ternyata mereka menjelaskan bahwa syadz dan ilat itu terbagi menjadi dua macam; dalam sanad dan matan?! Apakah hal ini tidak menunjukkan perhatian mereka terhadap matan?! Demikian juga para ulama menulis tentang gharib haditsmukhtalif haditsnasikh mansukh, bukankah semua itu menunjukkan perhatian mereka tentang matan wahai hamba Alloh[13]?!! Fa’tabir Ya Ulil Abshar!
Adapun kesombongan, maka hal itu nampak dalam ucapannya “Karena umat Islam takut mengkritik matan” kemudian dia menganggap dirinya seorang pendekar yang berani mengkritik matan hadits. Seperti inikah adab seorang yang mengaku beradab terhadap para ulama ahli hadits, bahkan kepada umat Islam?!
B. PEMBAHASAN HADITS[14]
Ketahuilah bahwa hadits ini adalah shahih dengan tiada keraguan di dalamnya, diriwayatkan dari banyak sahabat, diantaranya Abu Dzar, Abdullah bin Mughaffal, Ibnu Abbas, Abu Hurairah[15] dan lain sebagainya. Berikut beberapa riwayat mereka:
  • Hadits Pertama:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : يَقْطَعُ الصَّلاَةَ الْمَرْأَةًُ وَالْحِمَارُ وَالْكَلْبُ وَيَقِيْ ذَلِكَ مِثْلَ مُؤَخِّرَةِ الرَّحْلِ
Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Shalat seorang batal apabila lewat di depannya seorang wanita, khimar dan anjing,’ dan dia telah menjadikan sutrah seukuran kayu yang terletak di belakang kendaraan (satu hasta). (Diriwayatkan Imam Muslim 511 dan Ibnu Majah 950)
  • Hadits Kedua:
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّيْ فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلاَتَهُ الْحِمَارُ وَ الْمَرْأَةًُ وَالْكَلْبُ الأَسْوَدُ. قُلْتُ : يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الأَسْوَدِ مِنَ الْكَلْبِ الأَحْمَرِ مِنَ الْكَلْبِ الأَصْفَرِ؟ قَالَ : يَا ابْنَ أَخِيْ سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ كَمَا سَأَلْتَنِيْ فَقَالَ الْكَلْبُ الأَسْوَدُ شَيْطَانٌ
Dari Abu Dzar berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Apabila seorang diantara kalian shalat, maka sutrahnya adalah apabila di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan. Dan apabila tidak ada di depannya semisal kayu yang terletak di belakang kendaraan, maka shalatnya akan terpotong oleh khimar, wanita dan anjing hitam.’ Saya bertanya, ‘Wahai Abu Dzar, mengapa harus anjing hitam, bukan anjing merah dan kuning?’ Abu Dzar menjawab, ‘Wahai anak saudaraku, saya telah bertanya kepada Rasulullah sebagaimana pertanyaanmu tadi, lalu jawab beliau, ‘Anjing hitam itu adalah syetan.’” (Diriwayatkan Imam Muslim 510, Ahmad 5/149, 155, 156, 161, Abu Dawud 702, Nasa’I 2/63,64, Tirmidzi 338, Ibnu Majah 952, ath-Thabrani dalam Mu’jam as-Shaghir 195, 505, 1161 dan Mu’jam Al-Kabir 1632, 1635, 1636, Ibnu Khuzaimah 830, ad-Darimi 1/329, Ibnu Hibban 8383, 3385, 3388, Abdur Razzaq 4348, ath-Thahawi 1/458, Abu Awanah 2/46,47)
Imam Baihaqi berkata dalam Sunan Kubra 2/274 tentang hadits ini, “Kita berhujjah dengan sanad seperti hadits ini, dan hadits ini memiliki syahid yang shahih sepertinya.”
  • Hadits Ketiga:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُغَفَّلٍ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ يَقْطَعُ الصَّلاَةَ وَ الْمَرْأَةًُ وَالْكَلْبُ وَالْحِمَارُ
Dari Abdullah bin Mughaffal dari Nabi bersabda, “Shalat seorang batal bila lewat di depannya wanita, anjing dan khimar.” (Diriwayatkan Ibnu Majah 951, Ahmad 4/86, 5/57, ath-Thahawi 1/458. Seluruh perawinya terpercaya, hanya saja dalam sandanya terdapat ‘an’anah Hasan).
  • Hadits Keempat: Hadits Abdullah bin Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ يَقْطَعُ الصَّلاَةَ الْكَلْبُ الأَسْوَدُ وَالْمَرْأَةُ الْحَائِضُ
Dari Ibnu Abbas dari Nabi bersabda, “Shalat seorang batal bila lewat di depannya anjing hitam dan wanita yang baligh.” (Diriwayatkan Abu Dawud 703, Nasa’I 2/64, Ibnu Majah 949, Ahmad 1/347, Ibnu Khuzaimah 832, Ibnu Hibban 2387, Baihaqi 2/374. Sanadnya shahih menurut syarat Muslim).
Dalam masalah ini ada beberapa riwayat lainnya dari:
  • Aisyah,
  • Hakam bin Amr al-Ghifari,
  • Anas bin Malik, dan
  • Abdullah bin Amr.
  • [ Lihat Sunan Tirmidzi 2/162, Nailul Authar 3/232 ]
    • Demikian pula banyak sekali atsar dari sahabat dan tabi’in yang memperkuat hadits ini, dari Anas, Ibnu Abbas, Zurarah bin Aufa, Abu Hurairah, Abul Ahwash, Makhul, Hasan Bashri, Ikrimah, Atha dan sebagainya[16].
C. JAWABAN ATAS KERANCUAN
Adapun ucapan Ulil -semoga Alloh memberinya hidayah-, “Bagaimana anda bisa membayangkan agama Islam yang kita hargai ini mengatakan; shalat kita batal kalau di depan kita lewat perempuan, anjing atau khimar. Perempuan disetarakan dengan anjing dan khimar saudara-saudara!.” Maka jawabannya dalam beberapa point sebagai berikut:C.
1. Beda Ahli Sunnah Dengan Ahli Filsafat
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana orang seperti Ulil menolak hadits Rasulullah, apakah berdasarkan dengan dalil ataukah dengan rasionya?! Seperti inikah sikap seorang muslim terhadap hadits?! Dengan enteng, dia berani mementahkan hadits hanya dengan ucapan “Menurutku”?! Apakah sikap seperti ini termasuk adab wahai hamba Alloh?! Imam Ibnu Qayyim berkata, “Termasuk adab terhadab Nabi adalah dengan tidak mempermasalahkan sabdanya, tetapi mempermasalahkan pendapatnya, tidak menentang sabdanya dengan analogi, tetapi semua analogi dilempar karena tunduk terhadap nash ucapannya, tidak merubah makna sabdanya dari hakekat aslinya hanya berdasar pada rasio … Semua ini termasuk kurang adab terhadap beliau dan termasuk kelancangan yang sangat kepada beliau.” [17]
Sepertinya rawi hadits, sahabat Abu Hurairah telah menyindir orang-orang seperti Ulil ini ketika beliau berucap:
يَا ابْنَ أَخِيْ إِذَا سَمِعْتَ حَدِيْثًا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ فَلاَ تَضْرِبْ لَهُ َمَثَلاًَ
Wahai anak saudaraku, apabila kamu mendengar suatu hadits dari Rasulullah, maka janganlah engkau membandingkannya dengan membuat permisalan[18].
Inilah perbedaan mendasar antara ahli sunnah dengan ahli filsafat semacam Ulil. Imam Ibnu Qayyim berkata dalam Mukhtashar Shawaiq Mursalah 1/209:
“Mempertentangkan antara akal dengan naql (dalil) merupakan sumber kerusakan di alam semesta, hal ini sangat bersebrangan dengan dakwah para rasul sebab mereka mengajak umatnya untuk mendahulukan wahyu di atas pendapat dan akal, maka terjadilah pertarungan antara pengikut rasul dan para penentangnya. Para pengikut rasul mendahulukan wahyu di atas pendapat dan akal, adapun pengikut Iblis dan sejawatnya maka mereka mendahulukan akal di atas wahyu.”[19]
2. Wanita = Hewan?!
  • a) Hadits ini bukan berarti celaan kepada kaum wanita atau menyetarakan kaum wanita dengan hewan[20], sama sekali tidak! Bagaimana mungkin Nabi yang mulia akan menyetarakan kaum wanita yang berakal dan mulia dengan hewan yang tidak memiliki akal.
Jadi, hadits ini hanya mengatakan bahwa shalat seorang itu batal bila lewat di depannya tiga hal; wanita, khimar dan anjing, dia tidak mengatakan bahwa wanita itu setara dengan khimar dan anjing. Disetarakannya wanita dengan khimar dan anjing dalam suatu hukum tertentu (membatalkan shalat seorang) bukanlah berarti sama dalam segala seginya. Lebih jelasnya, coba anda perhatikan ayat-ayat berikut:
وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ
Mereka mengatakan, “Jumlah mereka (Ashabul kahfi) adalah tujuh orang, yangkedelapan adalah anjingnya.” (QS. Al-Kahfi: 22)
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib. (QS. An-Naml: 17)
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ وَلاَ طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلاَّ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan sayapnya, melainkan umat-umat juga seperti kamu. (Al-An’am: 38)
Apakah komentar anda tentang ayat-ayat ini?! Apakah anda akan mengingkarinya karena Alloh menyetarakan antara manusia dengan hewan?!!

  • b) Aneh orang ini, dia tidak merasa kalau dirinya terjatuh dalam kontradiksi nyata. Bukankah dia yang sering mengatakan, “Semua agama itu benar dan sama?! Padahal Alloh telah berfirman (yang artinya):
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal” (QS. Al-Jumu’ah: 5)
Bila Alloh mengatakan bahwa mereka adalah seperti khimar, tetapi mengapa anda menyetarakannya dengan orang-orang Islam dengan ucapan yang sering anda dengung-dengungkan, “Semua Agama Sama”?!!
  • c) Dia ingin menampakkan dirinya sebagai pembela hak dan martabat wanita, namun apa timbangannya?! Islam ataukah barat? Dalam timbangan Ulil, menghargai hak wanita adalah dengan kebebasan, pornoaksi, pornografi, nikah beda agama dan lain sebagainya. Apakah ini adalah Islam wahai hamba Alloh?! Ataukah ini adalah makar musuh-musuh Alloh yang engkau kembangkan di Indonesia?! Ya Alloh lindungilah manusia dari kejahatannya!!
3. Wanita di Saudi Arabia
Ucapan kotor Ulil,
“Inilah yang terjadi di Saudi Arabia, negeri wahabi itu, karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir mobil. Itulah negeri Saudi Arabia, negeri wahabi itu, apakah negeri semacam ini akan diikuti saudara-saudara?!!”
  • a) Inikah adab?
Merupakan takdir Alloh untuk membongkar kedok kesesatan orang ini, seringnya dia terjatuh dalam kontradiksi, sungguh saya sangat dibuat tercengang oleh kontradiksinya yang banyak sekali, coba bandingkan ucapan di atas dengan ucapannya sendiri tatkala mengkritik Ahli Sunnah, “Saya teringat dengan komentar yang terhormat Dr. Quraish Syihab, beliau mengatakan bahwasanya -dengan penuh penghormatan kepada pak Hartono dan kawan-kawannya- ada sedikit kekurangan, yaitu adab, tata krama dalam berdebat, menggunakan kata-kata kasar, suka memurtadkan, suka mengkafirkan orang.”
Aneh, apakah anda menganggap bahwa kata-kata anda di atas sesuai dengan adab, tata krama dan tidak kasar?!! Hanya kepada Alloh kita mengadu semua ini.
  • b) Wanita Nyetir Mobil
Adapun ucapannya “karena perempuan dianggap hewan, tidak boleh nyetir mobil” ini jugakontradiksi yang sangat nyata, sebab larangan nyetir mobil itu malah untuk menjaga kehormatan wanita, sekiranya perempuan dianggap hewan oleh Saudi Arabia, tentu akan dibebaskan nyetir mobil seperti keinginan Ulil dan sebenarnya juga keinginan musuh-musuh Islam?! Sebenarnya, apa beratnya bagi pemerintah Saudi untuk memberikan kebebasan kaum wanita nyetir mobil, bukankah itu malah menguntungkan mereka?! Anda bisa membayangkan, entah berapa banyak uang yang mereka keluarkan untuk mengambil sopir-sopir dari luar negeri -terbanyak adalah negeri kita Indonesia-. Namun untuk membendung kerusakan yang lebih besar[21] maka mereka rela mengeluarkan dana yang cukup besar. Tidakkah anda menyadari hal itu?!
  • c) Keinginan Musuh-Musuh Islam
Orang-orang seperti Ulil ini telah tertipu dengan pemandangan yang ada di negeri kafir barat, dia menyangka bahwa dengan kebebasan mengumbar nafsu, manusia akan menjadi mulia. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin usai menerangkan tentang masalah nyetir mobil bagi wanita,
“Kalau sekiranya celaan ini keluar dari musuh-musuh Islam yang berusaha untuk menghancurkan negeri yang sekarang menjadi benteng Islam ini, maka itu ringan dan tak aneh. Akan tetapi yang aneh apabila muncul dari orang-orang yang mengaku Islam, yang tertipu dengan kemajuan teknologi negeri-negeri kafir, sehingga merekapun tertipu dengan akhlak yang mengeluarkan mereka dari keutamaan menuju kehinaan, keadaan mereka seperti yang dilukiskan oleh Imam Ibnu Qayyim dalamNuniyahnya:
Mereka lari dari kebebasan yang merupakan tujuan hidup mereka
Menuju kebebasan mengikuti hawa nafsu dan syetan.
Mereka menyangka bahwa negeri-negeri kafir itu maju disebabkan kebebasan ini. Semua itu tidak lain kecuali karena kejahilan mereka dengan syari’at Islam dan keindahan-keindahan yang tersimpan di dalamnya. Kita memohon kepada Alloh agar memberikan hidayah kepada kita dan mereka semua menuju kebaikan dunia dan akherat.” [22]
  • d) Penghormatan Kepada Kaum Wanita
Kaum wanita adalah makhluk Alloh yang mulia, dia memiliki kehormatan dan kedudukan yang tinggi dalam Islam. Oleh karenanya, sebagai negeri yang menerapkan syari’at Islam, Saudi Arabia memposisikan wanita dalam posisi yang mulia. Coba perhatikan apa yang dikatakan menteri dalam negeri, Amir Nayif bin Abdul Aziz pada masa raja Abdul Aziz di kota Riyadh, malam ahad 21/2/1420 H,
Pemerintah enggan bila wanita dijadikan sebagai barang murahan dan dijadikan bahan pembicaraan oleh setiap orang. Wanita adalah seorang ibu, saudari, putri dan istri, semuanya adalah sahabat kita bersama dalam kehidupan ini. Oleh karenanya, kita harus memposisikannya dalam posisi mulia, yang sesuai dengan fithrahnya, dia memiliki pekerjaan yang sangat berbeda jauh dengan pekerjaan kaum laki-laki, sebagaimana dia diciptakan dengan sangat berbeda dari kaum lelaki. Setiap hal yang menyimpan kebaikan bagi wanita dan masyarakat maka tidak akan bertentangan dengan syari’at.”
Lanjutnya,
“Setiap manusia harus menghormati dirinya dan menghormati kaum wanita, sebab wanita adalah setengah bagian dari kita, mereka begitu mulia dalam pandangan kami.”[23]
Saya mencoba berfikir: Apa sebab Ulil selalu dan selalu memojokkan Saudi Arabia?! Saya dapat membaca bahwa di balik itu ada sebuah tujuan yaitu Islam, sebab negara yang satu itu sakarang merupakan benteng bagi Islam. Oleh sebab itu, pembelaan kami -Demi Allah- bukanlah karena negeri tersebut, tetapi pembelaan terhadap Islam.
  • e) Bandingkan dengan Wanita Barat
Apa yang sebenarnya diiginkan oleh Ulil?! Dia menginginkan kebebasan seperti apa yang dia lihat di negeri-negeri kafir barat. Aduhai, tidakkah dia mendengar jeritan para wanita di sana dan pengakuan tulus sebagian mereka tentang keindahan syari’at Islam dan rusaknya kehidupan mereka di balik topeng kebebasan?! Seorang wartawan wanita Amerika yang telah berkelana menjelajahi dunia pernah mengatakan, “Cegahlah campur baur antara pria dan wanita, ikatlah kebebasan wanita, kembalilah ke masa hijab, hal ini lebih baik bagi kalian daripada kebebasan dan keedanan Eropa dan Amerika. Saya telah banyak menyaksikan banyak hal di Amerika, ternyata bangsa Amerika penuh dengan kebebasan yang mengakibatkan banyak korban.”
Wartawan wanita Perancis juga berkata, “Saya mendapati wanita muslimah Arab sangat lebih dihormati di rumahnya daripada wanita Eropa, dan saya amat yakin bahwa seorang isteri dan ibu dari mereka hidup berbahagia melebihi kebahagiaan kami.”[24]
Seorang kawanku bercerita bahwa ketika dirinya dulu sekolah di Amerika, sang guru selalu dalam pengajarannya melecehkan Islam dan menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang dzalim terhadap wanita. Suatu saat seorang siswi maju ke depan seraya mengatakan: Guru kita ini selalu memojokkan Islam dan bahwasanya Islam tidak memberikan keadilan kepada kaum wanita, tetapi saya mendapatkan di Yahoo (sebuah situs terkenal di Amerika) sensus perceraian di berbagai negara, ternyata perceraian di negara yang menjadi kiblat Islam (Saudi Arabia) paling sedikit jumlahnya dibandingkan negara-negara lainnya, termasuk negeri ini (Amerika), maka saya menilai bahwa di dalam Islam terdapat undang-undang yang lebih baik daripada undang-undang kita!! Ucapan tadi langsung disambut tepuk tangan oleh kawan-kawan sekelasnya. Kawanku berkomentar kepada teman muslim lainnya, “Wanita kafir bisa membela Islam, sedangkan kita tidak bisa membela, sungguh ini adalah suatu hal yang mengherankan!!!.”
E. KONTRADIKSI ADAB
Abdul Muqsid berkata,
“Tak terjaga, saya membaca dalam kitab ini bagaimana seorang beriman bisa menyatakan si Jompo si Nuriyah Abdur Rahman Wahid. Seorang beriman tidak mungkin bisa mengeluarkan kata ini. Itu kalau pak Hartono masih percaya kepada Alloh dan Rasul. Kecuali kalau pak Hartono mengambil pilihan untuk tidak percaya alias murtad.”
Ulil menambahkan,
“Kalau saudara Ahmad Jaiz ini, Ahmad yang boleh-boleh saja, jaiz kan boleh-boleh saja, Hartono Ahmad Jaiz boleh-boleh saja. Menurut Ahmad Hartono tadi, menyebut Ibu Sinta Nuriyah, isterinya Gusdur yang jompo itu, itu jelas masuk dalam kategori ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari yang mengolok. (QS. Al-Hujurat: 11)
Enggak boleh kita menyebut-nyebut dengan jelek sesama muslim meskipun berbeda pendapat.
Kalau saudara kita yang wahabi ini mengatakan bahwa ada akhlak syar’i. Apakah itu bukan akhlak syar’i?! menyebut seorang muslimah dengan sebutan yang merendahkan. Itulah sebetulnya yang saya kritik?.”
Jawaban:
1. Senjata Penentang Dakwah
Saya lebih memilih kritikan di atas daripada kritikan lainnya, sebab menurut penilaian saya bahwa kritikan ini perlu mendapatkan perhatian khusus dari lainnya, sebab masalah adab dan tata krama adalah senjata yang sering dihunuskan oleh para penentang dakwah sekarang ini, lebih jelas lagi kalau kita perhatikan ucapan Ulil yang telah lalu, katanya
“Saya teringat dengan komentar yang terhormat Dr. Quraish Syihab, beliau mengatakan bahwa salah satu kekurangan -dengan penuh penghormatan kepada pak Hartono dan kawan-kawannya- ada sedikit kekurangan, yaitu adab, tata krama dalam berdebat, menggunakan kata-kata kasar, suka memurtadkan orang, suka mengkafirkan.”
Tetapi saya pribadi menilai bahwa kritikan dua orang di atas hanyalah lari dari inti pokok permasalahan dan mencari-cari celah kesalahan untuk membela diri dan menjatuhkan lawan. Sebab kalau kita perhatikan adab dua orang di atas, ternyata mereka amat jauh dari adab Islami. Sungguh tepat sekali ayat Alloh pada mereka berdua:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ
Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri?
(QS. Al-Baqarah: 44)
Agar lebih jelas masalah ini maka perhatikanlah keterangan berikut:
a. Merubah Kata
Menurut jawaban Ust. Hartono bahwa tuduhan Abdul Muqsidh kalau dirinya mengatakan tentang Siti Nuriyah dengan kata “Si Jompo” adalah sebuah penyelewengan kata, teks yang benar adalah “yang sudah jompo”, (Lihat bukunya hal. 106), sedangkan kita -orang Indonesia- tahu semua bahwa antara dua kata tersebut ada perbedaan yang sangat tajam. Sekarang katakanlah padaku: Apakah perbuatan semacam ini termasuk adab Islami?! Merubah ucapan orang dan melemparkan tuduhan?! Lantas siapakah yang pantas disebut manusia beradab wahai saudaraku?!
Faedah Penting:
  • Termasuk juga kebohongan Abdul Muqsidh yang harus kita bongkar di siniadalah ucapannya tentang nikah beda agama,
“Kalau di dalam Al-Qur’an diperbolehkan nikah beda agama, maka pak Hartono mengharamkannya. Pak Hartono di sini sedang menciptakan syari’at baru, yang mestinya itu tidak dilakukan.” Lalu dia menukil atsar Umar yang menegur Hudzaifah tatkala menikah dengan wanita ahli kitab, lalu Hudzaifah berkata: Apakah engkau mengharamkannya? Jawab Umar: Tidak. (Buka Mafatihul Ghaib juz 3 hal 63)
Dia juga mengatakan, “Tidak ada dalil yang melarang nikah beda agama.”
Saya (Abu Ubaidah Yusuf) berkata:
Ucapan ini adalah kebohongan di atas kebohongan:
  • Pertama: Kebohongan terhadap Al-Qur’an, karena Al-Qur’an tidak pernah membolehkan nikah beda agama, dalam artian seorang non muslim nikah dengan wanita muslimah, bahkan Al-Qur’an dengan tegas mengharamkannya. (Lihat QS. Al-Baqarah: 221 dan Al-Mumtahanah: 10), yang dibolehkan adalah lelaki muslim nikah dengan wanita ahli kitab. (QS. Al-Maidah: 5)
  • Kedua: Kebohongan terhadap Umar bin Khaththab, karena beliau juga mengharamkan beda agama, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 4/366 bahwa Umar berkata, “Lelaki muslim boleh menikah dengan wanita nashara, tetapi lelaki nashrani tidak boleh nikah dengan wanita muslimah.” Lalu katanya: Atsar ini lebih shahih dari atsar sebelumnya (kisah Hudzaifah). [25]
  • Ketiga: Kebohongan terhadap Fakhrur Razi dalam Mafatih Ghaib, sebab beliau juga mengharamkan nikah beda agama. Setelah membawakan atsar Hudzaifah di atas dalam Tafsirnya 2/231, beliau mengiringinya langsung dengan hadits Jabir bahwa Nabi bersabda, “Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah dengan wanita kita.”[26]
Lebih jelas lagi, beliau mengatakan dalam lembar berikutnya 2/232, “Adapun firman Alloh, “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beraman” maka tidak ada perselisihan bahwa maksud musyrik di sini adalah umum (baik ahli kitab maupun tidak), maka tidak halal wanita mukmminah dinikahkan dengan pria kafir sama sekali apapun jenis kekufurannya.”
Wahai hamba Alloh! Kenapa engkau sembunyikan ucapan ini?! Di manakah kejujuranmu?!

b. Inshaf dan Keadilan
Masih menurut pengakuan Ust. Hartono bahwa dirinya tidaklah bermaksud menjelekkan dengan kata tersebut tetapi hanya menceritakan keadaan, sebagaimana hal itu adalah hasil pengalamannya sebagai wartawan. Dengan demikian maka kita tidak bisa menghukuminya masuk dalam kategori celaan yang dimaksud dalam surat Al-Hujurat: 11, sebab para ulama menerangkan bahwa larangan tersebut apabila maksud orang yang melontarkannya adalah mencela atau orang yang disifati tersebut tidak ridha dengannya[27]. Bukankah dalam ayat Al-Qur’an juga disebutkan:
أَن جَاءَهُ الأَعْمَى
Karena telah datang seorang yang buta kepadanya.
(QS. Abasa: 2)
  • Aisyah juga berkata tentang Saudah,
“Dia adalah seorang wanita yang besar dan gemuk badannya.” [28]
  • Abdullah bin Sarjis berkata:
“Saya melihat ashla’ (seorang yang botak) Umar bin Khaththab.” [29]
  • dan lain sebagainya banyak sekali.
Abu Hatim ar-Razi berkata: Menceritakan kami Abadah bin Abdur Rahim: Saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak tentang ucapan seorang: Humaid ath-Thawil (tinggi), Humaidal-A’raj (pincang), maka dia menjawab:
“Apabila dia bermaksud untuk mensifati kedaannya dan tidak bermaksud mencelanya maka tidak apa-apa.”[30]
Sekalipun dengan inshaf dan adil tetap saya katakan: Alangkah baiknya bila kata tersebut (yang telah jompo) ditinggalkan, agar tidak menimbulkan fitnah, apalagi tidak ada kebutuhan yang mendesak untuk mensifatinya dengan kata tersebut. WAllohu A’lam.
c. Aneh, kenapa kita jauh-jauh mengkritik orang lain, tetapi lupa terhadap diri kita sendiri?!Bukankah Ulil mengatakan,
“Dalam sejarah Islam ada dua kelompok yang menimbulkan keributan dalam Islam…Yang kedua: Salah satu kelompok yang berbahaya, yang menimbulkan kerusakan buat Islam adalah orang yang disebut sebagai Hasyawiyyun[31], artinya orang-orang pinggiran, orang-orang yang tidak mengerti agama sebetulnya, yang biasanya hanya bermodal satu dua hadits ayat Qur’an, kemudian dengan mudah menuduh orang yang berbeda pendapat kafir. Saya khawatir mas Hartono ini versi modern dari orang-orang Hasyawiyyin.” Dia juga mengatakan, “Itulah cerminan Wahabi, dangkal, mengingkari akal, sedikit-sedikit Al-Qura’an dan hadits”, “Tadi Teman kita yang wahabi ini.” “Menurut Hartono Ahmad Jaiz, Ahmad yang boleh-boleh saja.” Lebih ngeri lagi ucapan Ulil menanggapi 11 keputusan fatwa MUI[32], “Fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia) itu sangat konyol, tidak masuk akal dan tolol.” [33]
Maka fikirkankanlah sendiri saudara pembaca, betapa terbaliknya orang ini!! Wallahul Musta’an.
3. Luasnya Adab
Harus kita fahami bahwa adab tidaklah terbatas pada hubungan antara sesama manusia, karena adab mempunyai ruang lingkup yang luas, meliputi adab terhadap Alloh, rasulNya dan sesama manusia.[34]
Maka khabarkanlah padaku: Apakah termasuk adab kepada Alloh ucapan Abdul Muqsidh,
Anjing akbar, tidak ada yang salah dengan pernyataan itu. Apa yang salah? sama sekali tidak ada yang salah! Itu kalau diniati kalau anjing itu adalah Alloh.” “Syari’at Muhammad tidak sempurna”.
Dan ucapan Ulil,
“Tidak ada hukum Tuhan”, “Khomr bisa jadi halal di Rusia karena udaranya dingin sekali”, “Semua agama benar”?!!.
Anggaplah Ust. Hartono salah ketika menyebut istri Gusdur dengan “yang telah jompo” tetapi apabila dibandingkan dengan ucapan-ucapan kufur yang keji dan kotor di atas, manakah yang jauh lebih tidak beradab wahai hamba Alloh?!! Oleh karena itu, dapat kita simpulkan bahwa kedua orang tersebut adalah manusia yang tidak beradab dan sangat jauh dari adab Islami.
4. Barometer Adab?
Nampaknya, timbangan adab yang dipakai oleh Ulil dan kawannya adalah timbangan adab yang keliru, sehingga dalam pandangannya adab adalah toleransi terhadap sesama, termasuk kepada non muslim dan ahli bid’ah. Kalau timbangan Ulil seperti ini, berarti dia lebih beradab daripada Rasulullah, sahabatnya dan para ulama, sebab Alloh berfirman:
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ
Muhammad itu adalah utusan Alloh dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. (QS. Muhammad: 29)
Akankah kita katakan bahwa Nabi dan para sahabatnya tidak beradab, lantaran keras terhadap orang-orang kafir?!
Perhatikan pula ucapan Imam Syafi’I tatkala bersikap keras terhadap ahli kalam/filsafatsemacam Ulil,
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma dan sandal, kemudian dia kelilingkan seraya dikatakan pada khayalak: Inilah hukuman orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan sunnah menuju ilmu kalam.”[35]
Akankah kita katakan imam Syafi’I tidak beradab lantaran keras terhadap ahli filsafat?!

Akhirnya, kita berdoa kepada Alloh agar memberikan hidayah kepada kita semua dan menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang diselamatkan dari fitnah syubhat dan syahwat. Amiin.

[1] Miftah Dar Sa’adah, Imam Ibnu Qayyim, 1/443.
[2] Ini adalah suatu kekeliruan, sebab Imam Bukhari tidak meriwayatkannya, sebagaimana akan datang penjelasan takhrijnya.
[3] VCD “Debat Terbuka Buku Ada Pemurtadan di IAIN”
[4] Syarafu Ashabul Hadits, al-Khathib al-Baghdadi , hal. 137, Aqidah Salaf Ashhabul Hadits, ash-Shabuni, hal. 302
[5] Manaqib Ahmad hal. 235 Ibnul Jauzi.
[6] Al-Awashim wal Qoawashim 2/374.
[7] Syarh Sunnah hal. 35, 51.
[8] Meminjam ucapan Abdul Muqsid Ghozali, MA -dengan sedikit penyesuaian-, kawan dialoq Ulil Abshar tatkala mengkritik Ust. Hartono Ahmad Jaiz.
[9] Madarij Salikin 2/439.
[10] Manaqib Imam Ahmad hal. 178
[11] Muqaddimah Shahih Muslim.
[12] Tadrib Rawi 1/41 oleh as-Suyuthi.
[13] Sebenarnya banyak sekali point-point lain untuk membantah syubhat ini. Lihat secara panjang lebar bantahannya dalam kitab Ihtimam Al-Muhadditsin bi Naqdil Hadits Sanadan wa Matan wa Dahdzi Maza’im Al-Mustasyriqin wa Atbaaihim (Upaya Ahli Hadits Dalam Kritik Sanad dan Matan, Serta Bantahan Terhadap Tuduhan Para Oriantalis dan Antek-anteknya) oleh Dr. Muhammad Luqman as-Salafi.
[14] Dinukil dari Jinayah Syaikh Al-Ghozali hal. 283-284 oleh Asyraf bin Abdul Maqsudh danAhkam Sutrah hal. 75-76 oleh Muhammad bin Rizq Thurhuni.
[15] Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Telah shahih dari Nabi bahwa beliau bersabda, ‘Shalat seorang batal bila lewat di depannya wanita, khimar dan anjing.’ Hal itu shahih diriwayatkan dari jalur Abu Dzar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, dan Abdullah bin Mughaffal. Yang menyelisihi hadits ini ada dua kemungkinan; shahih tapi tidak sharih (tidak jelas) atau sharih (jelas) tapi tidak shahih. Maka tidak boleh kita meninggalkan hadits shahih hanya karena dalil yang seperti ini keadaannya.” (Zadul Ma’ad 1/296)
[16] Lihat Al-Mushannaf Ibnu Abi Syabah 1/281 dan Ahkam Sutrah 77-78 oleh Muhammad Rizq Turhuni.
[17] Madarij Salikin 2/441-442.
[18] Hasan. Riwayat Tirmidzi 79 dan Ibnu Majah 485.
[19] Lihat pula tulisan Ustadzuna Abu Aisyah -Hafidzahullah- “Kedudukan Akal Dalam Islam” dalam Majalah Al Furqon edisi 4/Tahun IV hal. 25-30.
[20] Taudhihul Ahkam al-Bassam 2/70, Huquq Mar’ah DR. Nawwal binti Abdil Aziz hal. 391
[21] Lihat Fatawa para ulama; Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Shalih al-Fauzan dan lain-lain tentang masalah ini dalam Fiqih Nawazil 3/363-369 oleh Dr. Muhammad bin Husain al-Jizany, Qiyadatul Mar’ah lis Sayyarah Bainal Haq wal Bathil oleh Dziyab bin Sa’ad al-Ghamidi, Limadza Laa Taqudu Mar’ah Fi Su’udiyyah oleh Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad.
[22] Lihat Fiqih Nawazil 3/369).
[23] Koran Al-Jazirah edisi 9748/23/2/1420 H, dinukil dari buku Al-Mar’ah Baina Takrimil Islam wa Da’awi Tahrir hal. 49-50 oleh Muhammad bin Nashir al-Urainy.
[24] Lihat Al-Mar’ah Baina Takrim Islam wa Da’awi Tahrir hal. 28029.
[25] Lihat pula Tafsir Ibnu Katsir 1/587.
[26] Ibnu Jarir berkata dalam Tafsirnya 4/367, “Sanad hadits ini sekalipun ada pembicaraan, namun kebenaran isinya merupakan ijma’ umat. Dan dinukil Imam Ibnu Katsir dalamTafsirnya 1/587.
[27] Lihat Tafsir Al-Qurthubi 16/329, Muqaddimah Nuzhatul Albab fil Alqob oleh Ibnu Hajar,Bahjah Nadhirin 3/49 Salim Hilali.
[28] Muslim 294.
[29] Muslim 250.
[30] Muqaddimah Nuzhatul Albab Ibnu Hajar.
[31] Imam Abu Hatim ar-Razi berkata, “Tanda-tanda ahli bid’ah adalah mencela ahli atsar (orang-orang yang mengikuti dalil). Dan tanda orang-orang zindiq adalah menggelari ahli atsar dengan Hasyawiyyah, mereka menginginkan untuk menolak atsar/dalil.” (Syarh Ushul I’tiqad al-Lalikai 1/204, Aqidah Salaf Ashhabul Hadits hal. 304).
[32] Fatwa yang paling membuat kordinator JIL ini kebakaran jenggot adalah masalah pengharaman atas aliran Ahmadiyah, haramnya nikah beda agama serta haramnya pemikiran liberalisme, sekulerisme dan pluralisme.
[33] Majalah Cahaya Nabawi edisi 33/Th. III Sya’ban 1426 H/hal. 50.
[34] Lihat Madarij Salikin 2/427-448 oleh Ibnu Qayyim.
[35] Manaqib Syafi’I al-Baihaqi 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu Hajar hal. 111, Syaraf Ashabil Haditsal-Khathib al-Baghdadi hal. 143.

0 komentar:

Posting Komentar

thank you