Diriwayatkan dari Syaqiq Al-Bajaly rahimahullâh, bahwa beliau bertanya kepada muridnya Hatim, “Engkau telah menemaniku dalam kurung waktu (yang lama). Lalu apakah yang engkau telah pelajari dariku?”
Hatim rahimahullâh menjawab: “(Saya telah mempelajari) delapan perkara:
Pertama: Saya melihat kepada makhluk, ternyata setiap orang memiliki kecintaan. Namun jika ia telah mencapai kuburnya maka kecintaannya akan berpisah dari nya. Maka saya pun menjadikan (amalan-amalan) kebaikanku sebagai kecintaanku agar ia senantiasa bersamaku di alam kubur.
Kedua: Saya melihat kepada Firman Allah Ta’âlâ, “(Dan orang-orang yang) menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” [An-Nâzi’ât : 40], maka saya pun bersungguh-sungguh menolak hawa nafsu dari diriku sehingga senantiasa tetap di atas ketaatan kepada Allah Ta’âlâ.
Ketiga: Saya melihat setiap orang yang memiliki sesuatu yang berharga bagi nya, pasti ia akan senantiasa menjaganya. Kemudian saya memperhatikan Firman Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, “Apa yang di sisimu akan sirna, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” [An-Nahl :96], maka setiap kali saya memiliki sesuatu yang berharga, pasti saya hadapkan kepada-Nya agar ia kekal untukku di sisi-Nya.
Keempat: Saya melihat manusia kembali kepada harta, kedudukan dan kehormatan, sedangkan itu tidak (berarti) sedikit pun. Kemudian saya mencermati Firman Allah Ta’âlâ, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian.” [Al-Hujurât :13] maka saya pun beramal dengan ketakwaan agar saya menjadi mulia di sisi-Nya.
Kelima: Saya melihat manusia saling mendengki (hasad). Lalu saya memperhatikan Firman Allah Ta’âlâ, “Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka.” [Az-Zukhruf :32], maka saya pun meninggalkan hasad.
Keenam: Saya melihat manusia saling bermusuhan. Kemudian saya mencermati Firman Allah Ta’âlâ, “Sesungguhnya syaithân itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia sebagai musuh.” [Fâthir :6], maka saya pun meninggalkan permusuhan mereka dan saya jadikan syaithân sebagai musuh satu-satunya.
Ketujuh: Saya melihat mereka menghinakan diri-diri mereka dalam mencari rezki. Lalu saya mencermati Firman Allah Ta’âlâ, “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” [Hûd :6], maka saya pun menyibukkan diriku dengan apa-apa yang merupakan hak Allah terhadapku dan saya tinggalkan apa yang untukku di sisi-Nya.
Kedelapan: Saya melihat mereka bergantung (tawakkal) pada pegangan, usaha dan kesehatan badan, maka saya pun bertawakkal hanya kepada Allah.
[Bahjatul Majâlis Wa Anîsul Muqîm Wal Musâfir Juz II hal 12-13]
Oleh: Ustadz Dzulqarnain
Catatan Ringan Ramadhan (12)
-
Karena berbakti kepada suaminya ‘Aisyah radhiallahu ‘anha terlambat
mengqodho’ puasa Ramadhan
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْ...
10 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar