Oleh Abdillah bintu Syaikh Muqbil
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
"Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya" (QS.At-Taubah: 122)
"Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya" (QS.At-Taubah: 122)
Di dalam Shahihain dan selain keduanya dari hadits Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu‘anhuma dia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda: "Siapa yang Allah menghendaki kebaikan pada dirinya, maka Dia memfaqihkan dirinya dalam perkara agama (Islam)".
Di dalam hadist ini menunjukkan bahwa mendalami pengetahuan agama sebagai alamat adanya kebaikan, ini yang tersurat, sedangkan yang tersirat bahwa orang yang Allah tidak menghendaki kebaikan pada dirinya maka Dia tidak memandaikan dirinya dalam pengetahuan agama, maka hal ini menunjukkan bahwa dirinya telah diharamkan dari kebaikan, kita memohon keselamatan kepada Allah jalla wa’ala.
Sesungguhnya mendalami pengetahuan agama mendorong orang kepada setiap kebaikan, menyelamatkan dirinya dari segala macam fitnah dan kegelapan (kebodohan), dan mengantarkan dirinya kepada surga yang mana ia menjadi tuntutan yang tertinggi setiap orang yang beriman dan bertaqwa.
Al Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shohihnya, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menelusuri suatu jalan dalam rangka mencari ilmu (agama), maka dengan sebab itu Allah memudahkan jalan menuju surga" .
Karena agungnya kedudukan ilmu (agama) maka Allah mengangkat kedudukan ahlinya, Dia Yang Maha Suci berfirman:
Karena agungnya kedudukan ilmu (agama) maka Allah mengangkat kedudukan ahlinya, Dia Yang Maha Suci berfirman:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (agama) beberapa derajat " (QS.Al Mujadilah: 11)
Al Imam Muslim telah meriwayatkan di dalam Shahihnya dari hadits Umar bin Khathab radhiyallahu‘anhu dia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dengan Al Kitab (Al Qur'an) ini Allah mengangkat derajat kaum, dan dengannya Dia merendahkan kaum yang lain".
Ahli ilmu dijadikan sebagai para saksi atas ke Esaan-Nya, maka Dia berfirman:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS.Ali Imran: 18)
Ahli ilmu dijadikan sebagai para saksi atas ke Esaan-Nya, maka Dia berfirman:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS.Ali Imran: 18)
Mereka dijadikan saksi atas kenabian nabinya Muhamad Shalallahu ‘alahi wa sallam, maka Dia ‘azza wa jalla berfirman:
“Berkatalah orang-orang kafir: ’Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul’. Katakanlah: ‘Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab” (QS.Ar-Ra'd: 43)
“Berkatalah orang-orang kafir: ’Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul’. Katakanlah: ‘Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab” (QS.Ar-Ra'd: 43)
Mereka dijadikan sebagai penjaga Kitab-Nya :
“Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (QS.Al Ankabut: 49)
“Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (QS.Al Ankabut: 49)
Mereka adalah orang-orang yang dapat memahami perkara :
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (QS.Al Ankabut: 43)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (QS.Al Ankabut: 43)
Mereka dijadikan sebagai orang-orang yang berbicara pada hari kiamat , Dia Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman :
"Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mu'min)?" Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu):"Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir" (QS.An-Nahl: 27)
"Kemudian Allah menghinakan mereka di hari kiamat, dan berfirman: "Di manakah sekutu-sekutu-Ku itu (yang karena membelanya) kamu selalu memusuhi mereka (nabi-nabi dan orang-orang mu'min)?" Berkatalah orang-orang yang telah diberi ilmu):"Sesungguhnya kehinaan dan azab hari ini ditimpakan atas orang-orang yang kafir" (QS.An-Nahl: 27)
Dia Yang Maha Suci telah menjelaskan bahwa ulama adalah orang-orang yang takut (kepada-Nya), maka Dia berfirman :
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS.Fathir: 28)
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS.Fathir: 28)
Dia Yang Maha Suci telah menjelaskan bahwa antara orang yang berilmu (agama) dan orang yang bodoh ada pemisah yang jauh, maka Dia Yang Maha Mulia berfirman:
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ‘” (QS.Az-Zumar: 9)
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ‘” (QS.Az-Zumar: 9)
"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran” (QS.Ar-Ra’d: 19)
Dia mengutamakan anjing yang telah diajari ilmu memburu binatang atas yang tidak diajarinya, maka Dia telah menghalalkan makan sesembelihannya , maka Dia Yang Maha Suci berfirman :
“Mereka menanyakan kepadamu:‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya’” (QS.Al Maidah: 4).
“Mereka menanyakan kepadamu:‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya’” (QS.Al Maidah: 4).
Dengan hujjah (Ilmu) Hud-hud membatalkan keputusan Sulaiman, Dia Yang Maha Suci berfirman:
"Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata:’Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang’. Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: ‘Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini” (QS.An-Naml: 20-22)
"Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata:’Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang kepadaku dengan alasan yang terang’. Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: ‘Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini” (QS.An-Naml: 20-22)
Ilmu itu menjadi cahaya bagi pemiliknya, Tuhan kita berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan" (QS.Al An'am: 122)
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan" (QS.Al An'am: 122)
Sebagaimana dikatakan bahwa dengan menyebutkan lawannya menjadi jelaslah sesuatu, sesungguhnya lawan ilmu adalah kebodohan, dan kebodohan (terhadap agama) merupakan kegelapan dan kecelakaan, karena ini bukan hanya di dalam satu tempat di dalam Kitab Allah dicelanya kebodohan .
Nabi Musa Alaihis Salam meminta perlindungan dari kebodohan (terhadap ilmu agama), maka dia berkata:
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil" (QS.Al Baqarah: 67)
Nabi Musa Alaihis Salam meminta perlindungan dari kebodohan (terhadap ilmu agama), maka dia berkata:
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil" (QS.Al Baqarah: 67)
Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang nabi-Nya Nuh Alaihis Salam menjadi orang yang tergolong sebagai orang-orang yang bodoh , maka Dia Yang Maha Suci berfirman :
"Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan" (QS.Hud: 46)
"Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan" (QS.Hud: 46)
Allah melarang nabi-Nya Muhamad Shalallahu ‘alahi wa sallam menjadi orang yang tergolong sebagai orang- orang yang bodoh, maka Dia Shubhanahu wa Ta’ala berfirman :
"Sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil" (Al An'am: 35)
"Sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang jahil" (Al An'am: 35)
Yusuf Alaihis Salam berkata tentang kaum wanita yang memiliki tipu daya terhadap dirinya:
“Yusuf berkata:’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh’."
Allah Shubhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang menjauhi majlis orang-orang yang bodoh, maka Dia berfirman:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil” (QS.Al Qashash: 55)
“Yusuf berkata:’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh’."
Allah Shubhanahu wa Ta’ala memuji orang-orang yang menjauhi majlis orang-orang yang bodoh, maka Dia berfirman:
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil” (QS.Al Qashash: 55)
Dan Dia Shubhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik" (QS.Al Furqan: 63)
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik" (QS.Al Furqan: 63)
Orang-orang yang bodoh (terhadap agama mereka) menjadi tangga kejahatan, dan semua bencana disetiap masa dan tempat, mereka dan manusia yang mengikuti hawa nafsu dan penyimpangan adalah orang-orang yang menyambut datangnya system demokrasi dari arah musuh-musuh Allah, merekalah orang-orang yang menyambut datangnya demonstrasi (unjuk rasa) dari arah musuh-musuh Allah juga yaitu dari kaum yahudi, nashara, kaum atheis dan kaum kafir dan yang menyimpang selain mereka.
Merekalah orang-orang yang menyambut sistem pengelompokan kaum muslimin sehingga menjadi bergolong-golongan yang membinasakan agama mereka, yang juga datang dari arah musuh-musuh Allah, sehingga mereka dapat memecah belah kalimat kaum muslimin dan melemahkan kekuatan mereka .
Sungguh Islam telah memperingatkan dari pengelompokan yang dapat membinasakan agama itu, Tuhan kita berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” (QS.AlAn'am: 159)
Merekalah orang-orang yang menyambut sistem pengelompokan kaum muslimin sehingga menjadi bergolong-golongan yang membinasakan agama mereka, yang juga datang dari arah musuh-musuh Allah, sehingga mereka dapat memecah belah kalimat kaum muslimin dan melemahkan kekuatan mereka .
Sungguh Islam telah memperingatkan dari pengelompokan yang dapat membinasakan agama itu, Tuhan kita berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” (QS.AlAn'am: 159)
"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa " (QS.Al An'am: 153)
Semoga anda diberi taufik oleh Allah, berupayalah dengan gigih di dalam mengenal dalil (al Kitab dan as Sunnah), demikian ini dapat menjadikan marahnya pelaku kebid'ahan dan pengikut hawa nafsu, dan dapat melemahkan gerakan kejahatan mereka, hal ini bisa tercapai dengan mempelajari ilmu syar'i (ilmu agama).
Sesungguhnya Allah tidaklah memerintahkan kepada nabi-Nya yaitu Muhammad Shalallahu ‘alahi wa sallam agar meminta kepada-Nya dunia, kedudukan dan pangkat, sebaliknya Dia hanyalah memerintahkan kepadanya agar meminta tambahan ilmu yang berguna ( ilmu agama ) , maka Dia Shubhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" ( Thoha: 114)
Sesungguhnya Allah tidaklah memerintahkan kepada nabi-Nya yaitu Muhammad Shalallahu ‘alahi wa sallam agar meminta kepada-Nya dunia, kedudukan dan pangkat, sebaliknya Dia hanyalah memerintahkan kepadanya agar meminta tambahan ilmu yang berguna ( ilmu agama ) , maka Dia Shubhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" ( Thoha: 114)
Membekali ilmu yang berguna (ilmu agama) menguatkan (mental) diri seseorang , maka dia tidak memperdulikan pemikiran rancu (syubhat) , sehingga keadaannya seperti yang dikatakan :
Syubhat-syubhat saling berdesak-desakan
seperti kaca , bergumul dengan kebenaran
Semuanya itu pecah dan terpecahkan .
Syubhat-syubhat saling berdesak-desakan
seperti kaca , bergumul dengan kebenaran
Semuanya itu pecah dan terpecahkan .
Al Imam Syafi'i :”Siapa yang menghafal hadis maka kuatlah hujjahnya”.
Memperhatikan akidah yang benar penting sekali, sesungguhnya manusia hidup tanpa memiliki akidah maka akan goncang agamanya dengan sebab ada syubhat yang paling ringan. Jika akidah seseorang kuat maka dia menjadi seperti gunung yang tinggi lagi kokoh, dan meskipun golongan musuh-musuh (Islam) itu berturut-turut (berupaya membinasakan agamanya).
Seperti itu juga memperhatikan ilmu tauhid penting sekali, sesungguhnya kebanyakan muslimin di masa kini berkata; ”Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah”, sedangkan mereka melakukan sesuatu yang membatalkan kalimat yang diucapkannya tersebut (yaitu berbuat syirik), seperti bersumpah dengan selain Allah Shubhanahu wa Ta’ala, mengatakan Allah berkehendak dan fulan berkehendak, menyembelih untuk selain Allah Shubhanahu wa Ta’ala, mendatangi ahli perbintangan, tukang sihir, tukang ramal dan para dukun, dan selain itu. Sedangkan menyelamatkan jiwa dari berbagai macam perbuatan syirik penting sekali , sebab perbuatan syirik itu menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka, jika mati di atas kesyirikannya, Allah Shubhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya"(QS.AnNisa’: 116)
Memperhatikan akidah yang benar penting sekali, sesungguhnya manusia hidup tanpa memiliki akidah maka akan goncang agamanya dengan sebab ada syubhat yang paling ringan. Jika akidah seseorang kuat maka dia menjadi seperti gunung yang tinggi lagi kokoh, dan meskipun golongan musuh-musuh (Islam) itu berturut-turut (berupaya membinasakan agamanya).
Seperti itu juga memperhatikan ilmu tauhid penting sekali, sesungguhnya kebanyakan muslimin di masa kini berkata; ”Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah”, sedangkan mereka melakukan sesuatu yang membatalkan kalimat yang diucapkannya tersebut (yaitu berbuat syirik), seperti bersumpah dengan selain Allah Shubhanahu wa Ta’ala, mengatakan Allah berkehendak dan fulan berkehendak, menyembelih untuk selain Allah Shubhanahu wa Ta’ala, mendatangi ahli perbintangan, tukang sihir, tukang ramal dan para dukun, dan selain itu. Sedangkan menyelamatkan jiwa dari berbagai macam perbuatan syirik penting sekali , sebab perbuatan syirik itu menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka, jika mati di atas kesyirikannya, Allah Shubhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya"(QS.AnNisa’: 116)
"Kalau mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan" (QS.Al An'am: 88)
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang paling besar" (QS.Lukman: 13)
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun" (QS.Al Maidah: 72)
Di dalam Shahih Muslim dari hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu‘anhuma, dia berkata Rasulullah Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda :
“Siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan (sesuatu) dengan Allah , maka dia masuk neraka".
Seperti itu juga memperhatikan Al Qur'an dan ilmunya seperti tafsir dan tajwid, maka nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya" (HR.Bukhari dari Utsman radhiyallahu ‘anhu).
Seperti itu juga memperhatikan pelajaran fikih dan ilmu hadis , maka dengan fikih seorang hamba mengetahui bagaimana beribadah kepada Tuhannya. Dengan ilmu hadits seseorang mengetahui hadis yang shahih dan yang berpenyakit (cacat), berapa banyak seseorang beramal dengan suatu hadis yang tidak shahih dari nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam, karena dirinya tidak memiliki pengenalan ilmu hadits .
Seperti itu juga memperhatikan ilmu nahwu, dengan ilmu ini seorang hamba dapat mengetahui bagaimana lisannya itu selamat dari kesalahan (berbahasa arab),mengetahui apa yang ditunjukkan oleh makna-makna kalimat, sesungguhnya Al Qur'an itu berbahasa arab dan turun dengan lisan arab yang nyata .
Sesungguhnya putra-putri kaum muslimin telah tersibukkan dengan yang lain daripada mempelajari bahasa arab, dan mereka cenderung mempelajari bahasa-bahasa yang lain seperti bahasa inggris, perancis dan selain keduanya. Terkadang seseorang mempelajari beberapa bahasa, dan melalaikan bahasa arab, sehingga akhirnya tidak mampu berbicara dengannya, dan mereka memandang demikian itu suatu kemajuan, sedangkan hakikatnya adalah kembali ke belakang. Tetapi mereka telah terpengaruh dengan orang-orang barat, mereka berjalan bersama mereka di mana mereka berjalan, dan mereka berkailulah 1) di mana mereka berkailulah, maka mereka telah menyia-nyiakan waktu (mereka) dan mencurahkan segala upaya secara maksimal dalam perkara yang tidak mendatangkan faidah yang besar.
Demi Allah, mendalami pengetahuan ilmu agama ini lebih baik dari penghimpunan harta dunia, sebagaimana Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
"Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya,hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’" (QS.Yunus: 58)
“Siapa yang mati dalam keadaan menyekutukan (sesuatu) dengan Allah , maka dia masuk neraka".
Seperti itu juga memperhatikan Al Qur'an dan ilmunya seperti tafsir dan tajwid, maka nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya" (HR.Bukhari dari Utsman radhiyallahu ‘anhu).
Seperti itu juga memperhatikan pelajaran fikih dan ilmu hadis , maka dengan fikih seorang hamba mengetahui bagaimana beribadah kepada Tuhannya. Dengan ilmu hadits seseorang mengetahui hadis yang shahih dan yang berpenyakit (cacat), berapa banyak seseorang beramal dengan suatu hadis yang tidak shahih dari nabi Shalallahu ‘alahi wa sallam, karena dirinya tidak memiliki pengenalan ilmu hadits .
Seperti itu juga memperhatikan ilmu nahwu, dengan ilmu ini seorang hamba dapat mengetahui bagaimana lisannya itu selamat dari kesalahan (berbahasa arab),mengetahui apa yang ditunjukkan oleh makna-makna kalimat, sesungguhnya Al Qur'an itu berbahasa arab dan turun dengan lisan arab yang nyata .
Sesungguhnya putra-putri kaum muslimin telah tersibukkan dengan yang lain daripada mempelajari bahasa arab, dan mereka cenderung mempelajari bahasa-bahasa yang lain seperti bahasa inggris, perancis dan selain keduanya. Terkadang seseorang mempelajari beberapa bahasa, dan melalaikan bahasa arab, sehingga akhirnya tidak mampu berbicara dengannya, dan mereka memandang demikian itu suatu kemajuan, sedangkan hakikatnya adalah kembali ke belakang. Tetapi mereka telah terpengaruh dengan orang-orang barat, mereka berjalan bersama mereka di mana mereka berjalan, dan mereka berkailulah 1) di mana mereka berkailulah, maka mereka telah menyia-nyiakan waktu (mereka) dan mencurahkan segala upaya secara maksimal dalam perkara yang tidak mendatangkan faidah yang besar.
Demi Allah, mendalami pengetahuan ilmu agama ini lebih baik dari penghimpunan harta dunia, sebagaimana Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman di dalam Kitab-Nya Yang Mulia:
"Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya,hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’" (QS.Yunus: 58)
Keterangan:1)Istirahat di tengah siang hari dan meskipun tidak tidur, pent. Lihat Lisanul Arab ( 11 / 578 )
(Diterjemahkan dengan sedikit meringkas dari kitab Nasihati Linnisa, karya Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil, penerbit Darul Atsar Shan'a, Yaman, edisi revisi cet.I th. 1426 H/2005 M oleh Al Ustadz Muhaimin)
(Diterjemahkan dengan sedikit meringkas dari kitab Nasihati Linnisa, karya Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil, penerbit Darul Atsar Shan'a, Yaman, edisi revisi cet.I th. 1426 H/2005 M oleh Al Ustadz Muhaimin)
Sumber:
Buletin Al Hikmah, Semarang Edisi 11/Th.1/1428H
Buletin Al Hikmah, Semarang Edisi 11/Th.1/1428H
0 komentar:
Posting Komentar