Selasa, 30 November 2010

Ada Apa dengan Hati

Dengan bismillah mesra, ku letupkan tinta ini untuk hati yang tengah gundah. Semoga Alloh meridhoi dan menjadikan aku sebagai orang yang ikhlas dalam beramal. Pula semoga dengan hitam diatas putih ini adalah saksi agar aku dapat menatap wajah-Nya kelak.

Sahabat,  Terkadang ku dapati dalam episode kehidupan, sering kali kita jumpai kegalauan jiwa. Setengah mati kan kita cari air jernih untuk memutihkan keruhnya hati. Terasakah jika Kau masih gundah?  

Tenanglah sahabat, dari sudut beranda kalbu, ku bisikkan semilir untaian hikmah padamu bahwa hanya karena Alloh lah, aku mencintaimu. Sehingga tak pelak kugoreskan tinta ini untukku dan untukmu.Pun kiranya tak perlu banyak kata untuk membuatmu terbang menjauhi tulisan sepi ini, dan tak perlu pula sajak bintang berima indah untuk membuatmu punah dari gundah. Tapi di tulisan ini, ada banyak rasa yang akan membuatmu jadi permatanya. Maka tetaplah disini. Buka mata dan hati. Tersenyumlah, karena senyummu adalah indah sejukkan hati.


---000----000---

Sahabat, Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah satu di antara tujuh golongan orang yang akan diberi naungan Allah pada hari kiamat adalah; seorang yang mengingat Allah lantas kedua matanya pun mengalirkan air mata.” [1].

Sedang saat ini, hati kita tengah mati. Hingga menangis pun sulit rasanya. Sungguh diri ini kita dapati akan kezholimannya. Mata ini, bukan menangis karena takut pada Alloh, namun karena sinetron cinta yang sempalan. Mata ini terbangun pula di gulita malam, namun bukan untuk bermunajat padanya, namun hanyalah sekedar untuk menonton bola. Pun, suara serak ini bukanlah karena bacaan tilawah qur’an, namun karena bersenandung ria lagu lagu cinta ala anak muda. Hingga bait bait lirik lagu lebih kita kenal dibanding bacaan indah alqur’an. Kaki kitapun, jarang kita dapati langkahnya untuk menuju majelis zikir, malahan degup langkah ini bertapak ke konser musik, mal dan tempat shopping lainnya.. Ya Robbi, sungguh kami termasuk orang yang merugi. Ampuni kami.

Takutlah kita dengan azab Allohu ta’ala. Cobalah renungilah tentang maut. Saat sakaratul maut ’terlihat demikian mudah arwah orang mukmin keluar dari raganya, akan tetapi bukan berarti bebas dari rasa sakit! Sekali-kali tidak. Adakah keraguan pada diri anda bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang mukmin yang paling sempurna keimanannya? Akan tetapi kemulian dan kesempurnaan iman beliau tidak dapat melindungi beliau dari rasa pedihnya sakaratul maut. Oleh karena itu, tatkala beliau menghadapi sakaratul maut, beliau begitu gundah. Beliau berusaha menenangkan dirinya dengan mengusap wajahnya dengan tangannya yang telah dicelupkan ke dalam bejana berisi air. Beliau mengusap wajahnya berkali-kali, sambil bersabda: "Tiada Tuhan Yang berhak diibadahi selain Allah. Sesungguhnya kematian itu disertai oleh rasa pedih." [2]

Pada suatu hari sahabat Umar bin Al Khatthab Radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Ka'ab Al Ahbaar: "Wahai Ka'ab: Ceritakan kepada kita tentang kematian!. Ka'ab pun berkata: Wahai Amirul Mukminin! Gambaran sakitnya kematian adalah bagaikan sebatang dahan yang banyak berduri tajam, tersangkut di kerongkongan anda, sehingga setiap duri menancap di setiap syarafnya. Selanjutnya dahan itu sekonyong-konyong ditarik dengan sekuat tenaga oleh seorang yang gagah perkasa. Bayangkanlah, apa yang akan turut tercabut bersama dahan itu dan apa yang akan tersisa!" [3]

Syaddaad bin Al Aus berkata: "Kematian adalah pengalaman yang paling menakutkan bagi seorang mukmin, baik di dunia ataupun di akhirat. Kematian itu lebih menyakitkan dibanding anda digergaji, atau dipotong dengan gunting, atau direbus dalam periuk. Andai ada seseorang yang telah mati diizinkan untuk menceritakan tentang apa yang ia rasakan pada saat menghadapi kematian, niscaya mereka tidak akan pernah bisa menikmati kehidupan dan juga tidak akan pernah tidur nyenyak."

Bila demikian dahsyatnya rasa sakit yang menimpa seorang mukmin ketika menghadapi sakaratul maut, maka bagaimana dengan diri kita? Betapa banyak dosa dan kemaksiatan yang menodai lembaran amal kita? Sedang masihkah kita masih terpaku dengan pacaran, taruhan, judi, minum minuman keras dan tidak menutup aurat ?


Sahabat! Coba kita ingat kembali, rasa pedih dan sakit yang pernah kita rasakan ketika tertusuk atau tersengat api! Sangat menyakitkan bukan? Padahal syaraf yang merasakan rasa sakit hanyalah sebagiannya. Walau demikian, rasanya begitu menyakitkan, sehingga susah untuk dilupakan? Nah bagaimana halnya bila kelak pada saat sakaratul maut seluruh syaraf kita merasakan sakit. Disaat ruh kita berusaha berpegangan erat-erat dengan setiap syaraf anda sedangkan Malaikat Maut mencabutnya dengan keras dan kuat. Betul-betul menyakitkan. Penampilan Rasa Malaikat Maut yang begitu seram dan menakutkan akan semakin menambah pedih rasa sakit yang kita rasakan.


Sahabat! Siapkah kita menjalani pengalaman yang begitu menakutkan dan begitu menyakitkan?


Bila kita tidak kuasa menjalani sakaratul maut yang sangat menyakitkan seperti ini, maka mengapa noda-noda maksiat terus mengotori lembaran amal dan menghitamkan hati kita? Mengapa kaki terasa kaku, tangan serasa terbelenggu, mata seakan melekat dan pintu hati seakan terkunci ketika ada seruan beribadah kepada Allah?’ [4]


Ketahuilah bahwa itu hanyalah sedikit kabar bagaimana pedihnya sakaratul maut. Belum lagi ditambah dengan pedihnya siksa api neraka. Sedang kaki menginjak di nerkaa yang paling ringan saja  membuat otak mendidih. Lemas diri ini membuat tulisan ini. Takut sekali rasanya. Ya robbi, sungguh zholim diri ini, maka ampunilah kami, jikalau Kau tidak mengampuni kepada siapa lagi hendak kami akan mohon ampun ini.


Kiranya, kubuat tulisan ini hanyalah untuk diriku karena hatiku mati, kuyakin hati kalian masih bersemi. Hingga tak ragu aku minta nasihatmu wahai sahabatku.Silahkan comment di note ini, nasihatilah aku.


From : erlan iskandar (sahabatmu yang mencintai orang sholeh meskipun ia belum te rmasuk didalamnya, yang membenci ahlul maksiat meskipun ia jau lebih buruk dibanding mereka)

Footnote :::

  1. HR. Bukhari dalam Kitab Ar-Riqaq [6114]
  2. HR. Imam Bukhari
  3. Riwayat Abu Nu'aim Al Asfahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya'
  4. sebuah renungan terhadap kematian, ust arifin badri, dariwww.almanhaj.or.id , dengan sdikit editing
  5. menukil perkataan ibnul mubarok

0 komentar:

Posting Komentar

thank you