"Umar bin Al Khathab radilayahu 'anhu mengucapkan delapan belas kalimat, semuanya adalah kata-kata hikmah, beliau berkata:
Tidaklah engkau memberikan balasan kepada orang yang memaksiati Allah kepadamu, (yang lebih bagus) dengan seperti engkau mentaati Allah kepadanya.
Letakkanlah urusan saudaramu pada tempatnya yang paling baik, sampai datang kepadamu dari dia sesuatu yang membuatmu kalah.
Janganlah berprasangka buruk kepada kata-kata yang tidak baik yang keluar dari mulut seorang muslim, sementara engkau masih mendapatkan kemungkinan baik padanya.
Siapa yang mencampakkan dirinya kepada tuduhan, janganlah ia mencaci orang yang berburuk sangka kepadanya.
Siapa yang menyembunyikan rahasianya, maka kebaikan akan selalu berada di tangannya.
Hendaklah berteman dengan orang yang jujur, niscaya engkau akan hidup bahagia ditengah-tengah mereka, karena mereka adalah hiasan di kala senang dan bantuan dikala susah.
Hendaklah engkau berbuat jujur walaupun engkau dibunuh.
Jangan menyindir dalam perkara yang tidak bermanfaat.
Jangan bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi, karena yang telah terjadi saja menyibukkan kita dari sesuatu yang belum terjadi.
Janganlah engkau meminta keperluan kepada orang yang tidak suka jika engkau mendapatkannya.
Jangan meremehkan bersumpah dusta, karena Allah akan membinasakanmu.
Jangan berteman dengan orang-orang yang jahat untuk mempelajari kejahatan mereka.
Jauhilah musuhmu.
Waspadalah terhadap temanmu, kecuali teman yang amanah, dan teman yang amanah adalah yang takut kepada Allah.
Bersikap khusyu'lah di sisi kuburan.
Bersikap hinalah ketika berbuat taat.
Tahan dirimu ketika dihadapkan kepada maksiat.
Bermusyawarahlah dengan orang-orang yang selalu takut kepada Allah,
karena Allah berfirman:
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama". (Fathir: 28). (Kanzul 'Ummaal 16/262 no 44372).
(Kesimpulan): Maksud perkataan beliau: Tidaklah engkau memberikan balasan kepada orang yang memaksiati Allah kepadamu, (yang lebih bagus) dengan seperti engkau mentaati Allah kepadanya. Maksudnya adalah apabila ada orang yang memaksiati Allah kepada kita seperti menggibah atau menuduh, maka balasan yang paling baik untuknya adalah dengan mentaati Allah kepadanya yaitu dengan membalas air tuba dengan air susu, kemaksiatan dibalas dengan ketaatan.)
Ali bin Abi Thalib berkata:
"Janganlah melelahkan hatimu, carilah kata-kata hikmah, karena hati itu akan merasa bosan sebagaimana badan merasa bosan.
Jiwa itu selalu mementingkan hawa nafsu, menyukai sesuatu yang hina, condong kepada yang sia-sia, selalu menyuruh kepada keburukan, suka bermalas-malasan, mencari kesenangan, dan lari dari beramal. Jika engkau paksa jiwamu, berarti engkau telah menegakkannya, dan jika engkau melalaikan jiwamu, maka engkau telah merusaknya". (AL 'Aqdul Fariid 6/393).
Abdullah bin Mas'ud berkata:
"Manusia akan senantiasa baik selama ilmu itu datang dari para shahabat Rasulullah dan pembesar mereka, apabila ilmu datang dari ashagir (ahlul bid'ah atau orang yang dangkal keilmuannya), pada waktu itu mereka akan binasa". Beliau juga berkata: "Kalian akan senantiasa baik selama ilmu diambil dari kibaar (orang yang amat dalam keilmuannya/ ulama), apabila ilmu itu diambil dari ashaghir, maka mereka akan menganggap bodoh para kibaar".
(Jami' bayanil ilmi wafadllihi 1/192)
Abdullah bin 'Abbas berkata:
"Wahai pelaku dosa, jangan kamu merasa aman dari akibat dosa, dan yang mengikuti dosa lebih besar dari dosa itu sendiri:
Sedikitnya rasa malumu kepada orang yang ada dikanan dan kirimu ketika engkau berbuat dosa, lebih besar dari dosa yang engkau lakukan itu.
Tertawamu ketika berbuat dosa, padahal kamu tidak mengetahui apa yang akan Allah lakukan kepadamu, lebih besar dari dosa tersebut.
Rasa sedihmu ketika terluput dari dosa, lebih besar dari dosamu ketika kamu dapat melakukannya.
Ketakutanmu kepada angin yang akan membuka pintu ketika kamu melakukan dosa; sementara hatimu tidak bergetar dari penglihatan Allah, lebih besar dari dosa yang kamu lakukan".
(Sifatush shofwah 1/383)
'
Dikatakan kepada Ali bin Abi Thalib:
"Sifatkan dunia kepada kami".
Beliau berkata:
"Apa yang akan aku sifatkan dari negeri yang awalnya kelelahan dan
akhirnya fana (kehancuran),
halalnya adalah hisab dan
haramnya adalah adzab,
orang yang merasa cukup dengannya akan terfitnah, dan
orang yang mengejarnya akan sedih".
(Jami' bayanil 'Ilmi wa Fadllihi 1/176).
"Sifatkan dunia kepada kami".
Beliau berkata:
"Apa yang akan aku sifatkan dari negeri yang awalnya kelelahan dan
akhirnya fana (kehancuran),
halalnya adalah hisab dan
haramnya adalah adzab,
orang yang merasa cukup dengannya akan terfitnah, dan
orang yang mengejarnya akan sedih".
(Jami' bayanil 'Ilmi wa Fadllihi 1/176).
Hudzaifah bin Al Yamaan berkata:
"Sesungguhnya fitnah itu akan ditampakkan kepada hati;
siapa yang merasa senang padanya, akan diberikan titik hitam di
hatinya, dan
siapa yang mengingkarinya, akan diberi titik putih dihatinya.
Barang siapa yang ingin mengetahui apakah hatinya terkena fitnah
atau tidak, hendaklah ia melihat:
jika ia memandang yang haram ternyata ia melihatnya halal, atau
memandang yang halal ternyata ia melihatnya haram, maka
ia telah terkena fitnah".
(Sifatus shofwah 1/310).
"Sesungguhnya fitnah itu akan ditampakkan kepada hati;
siapa yang merasa senang padanya, akan diberikan titik hitam di
hatinya, dan
siapa yang mengingkarinya, akan diberi titik putih dihatinya.
Barang siapa yang ingin mengetahui apakah hatinya terkena fitnah
atau tidak, hendaklah ia melihat:
jika ia memandang yang haram ternyata ia melihatnya halal, atau
memandang yang halal ternyata ia melihatnya haram, maka
ia telah terkena fitnah".
(Sifatus shofwah 1/310).
Ubay bin Ka'ab berkata:
"Seorang mukmin itu berada diantara empat perangai:
jika ditimpa musibah ia bersabar,
jika diberi kesenangan ia bersyukur,
jika berkata ia jujur, dan
jika menghukumi ia berbuat adil.
Ia selalu berada dalam lima cahaya:
ucapannya adalah cahaya,
ilmunya adalah cahaya,
tempat masuknya adalah cahaya,
tempat keluarnya adalah cahaya, dan
tempat kembalinya kepada cahaya pada hari kiamat.
Sedangkan orang kafir itu berada di dalam lima kegelapan:
ucapannya adalah kegelapan,
ilmunya adalah kegelapan,
tempat masuknya adalah kegelapan,
tempat keluarnya adalah kegelapan, dan
tempat kembalinya kepada kegelapan pada hari kiamat".
(Hilyatul Auliyaa 1/255).
"Seorang mukmin itu berada diantara empat perangai:
jika ditimpa musibah ia bersabar,
jika diberi kesenangan ia bersyukur,
jika berkata ia jujur, dan
jika menghukumi ia berbuat adil.
Ia selalu berada dalam lima cahaya:
ucapannya adalah cahaya,
ilmunya adalah cahaya,
tempat masuknya adalah cahaya,
tempat keluarnya adalah cahaya, dan
tempat kembalinya kepada cahaya pada hari kiamat.
Sedangkan orang kafir itu berada di dalam lima kegelapan:
ucapannya adalah kegelapan,
ilmunya adalah kegelapan,
tempat masuknya adalah kegelapan,
tempat keluarnya adalah kegelapan, dan
tempat kembalinya kepada kegelapan pada hari kiamat".
(Hilyatul Auliyaa 1/255).
Umar bin Al Khathab berkata:
"Siapa yang banyak tertawa, akan jatuh wibawanya.
Siapa yang banyak bercanda, akan dipandang hina.
Siapa yang banyak melakukan sesuatu, akan dikenal dengannya.
Siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya,
Siapa yang banyak kesalahannya, akan sedikit rasa malunya,
Siapa yang sedikit rasa malunya, akan sedikit wara'nya,
dan siapa yang sedikit wara'nya, hatinya akan mati".
(Sifatush shafwah 1/149).
"Siapa yang banyak tertawa, akan jatuh wibawanya.
Siapa yang banyak bercanda, akan dipandang hina.
Siapa yang banyak melakukan sesuatu, akan dikenal dengannya.
Siapa yang banyak berbicara, akan banyak kesalahannya,
Siapa yang banyak kesalahannya, akan sedikit rasa malunya,
Siapa yang sedikit rasa malunya, akan sedikit wara'nya,
dan siapa yang sedikit wara'nya, hatinya akan mati".
(Sifatush shafwah 1/149).
Abu Darda berkata:
"Hendaklah seseorang waspada untuk menjadikan hati kaum mukminin marah kepadanya sementara ia tidak merasa !"
Dikatakan kepadanya: "Bagaimana itu akan terjadi ?"
Beliau berkata: "Seorang hamba melakukan maksiat secara tersembunyi, lalu Allah melemparkan kebencian kepada hati kaum mukminin kepadanya sementara ia tidak merasa".
(Sifatus Shafwah 1/325).
"Hendaklah seseorang waspada untuk menjadikan hati kaum mukminin marah kepadanya sementara ia tidak merasa !"
Dikatakan kepadanya: "Bagaimana itu akan terjadi ?"
Beliau berkata: "Seorang hamba melakukan maksiat secara tersembunyi, lalu Allah melemparkan kebencian kepada hati kaum mukminin kepadanya sementara ia tidak merasa".
(Sifatus Shafwah 1/325).
Salman Al Farisi berkata:
"Ilmu itu banyak, sementara umur kita pendek, maka
ambillah ilmu yang engkau butuhkan dalam urusan agamamu, dan
tinggalkan selainnya, jangan disibukkan dengannya".
(Tahdzib Hilyatul Auliyaa 1/161).
"Ilmu itu banyak, sementara umur kita pendek, maka
ambillah ilmu yang engkau butuhkan dalam urusan agamamu, dan
tinggalkan selainnya, jangan disibukkan dengannya".
(Tahdzib Hilyatul Auliyaa 1/161).
0 komentar:
Posting Komentar