Jumat, 15 April 2011

Suara Hati Untuk Para Penuntut Ilmu Syar’i

Oleh : Abu Muslim Majdi bin Abdul Wahhab al-Ahmad

Inilah nasehat dari hati ke hati, dari hati yang penuh dengan kesedihan dikarenakan fenomena permusuhan, perdebatan, celaan dan pengasingan yang terjadi diantara para penuntut ilmu
Dari hati yang penuh dengan kepedihan dikarenakan perpecahan, perselisihan dan persengketaan
Dari hati yang merasa sakit dikarenakan banyaknya orang yang ragu dan bingung dalam mencari kebenaran beserta para penegaknya
Kepada hati yang memahami kata-kata ini
Kepada hati yang senantiasa berbaik sangka
Kepada hati yang merasa sakit terhadap fenomena yang menimpa para penuntut ilmu
Ini semua, bertujuan agar kita bisa mempersatukan barisan dan kata, sesuai dengan bimbingan Kitab Rabb kita Azza wa Jalla dan Sunnah Nabi kita Shallallahu’alaihi wa sallam serta metode para pendahulu kita – semoga keridhoan Allah atas mereka –

Tentang Niat
Ali bin Fudhail berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, betapa manisnya perkataan para sahabat Muhammad Shallallahu’ alaihi wa sallam
Ayahnya berkata: “Wahai anakku! Apakah kamu mengetahui, apa yang menyebabkan perkataan mereka menjadi manis?!”
Ali menjawab: “Tidak, wahai ayahku”
Ayahnya berkata: “Karena dengan perkataan tersebut mereka hanya menginginkan Allah Azza wa Jalla semata.

Abdullah bin Muhammad bin Munazil bercerita bahwa Hamdun bin ahmad pernah ditanya: “Kenapa perkataan para salaf (penadulu umat) lebih bermanfaat dari pada perkataan kita?”
Hamdun menjawab: “Karena mereka berbicara demi kemuliaan Islam, keselamatan jiwa-jiwa dan keridhoan Ar-Rahman. Sedangkan kita berbicara demi kemuliaan diri sendiri, mencari dunia dan ketenaran dihadapan manusia.”

Tentang Nasehat Dan Menasehati
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Agama itu nasehat”
Kami bertanya: “Untuk siapa?”
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam menjawab: “Untuk Allah, Kitab-kitab-Nya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin secara umum“

Dari Ali bin Hasan bin Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary -semoga Allah menjaga dan meluruskan langkahnya- Beliau mengatakan kepada Abu Muslim Majdi bin Abdul Wahhab al-Ahmad: “Wahai saudaraku, jika kamu melihat kesalahan padaku, maka wajib bagimu untuk menegur kesalahan tersebut. Jika benar hal itu salah, pasti saya akan bertaubat. Jika saya nilai teguranmu salah, niscaya saya akan menjelaskan yang benar.
Kemudian wahai saudaraku, janganlah kamu sembunyikan apa yang kamu lihat didalam hatimu, padahal hal itu kamu nilai sebagai suatu kesalahan, saya adalah seorang manusia yang bisa salah dan akan salah serta bersalah, jika kamu tinggalkan teguran niscaya akan bertumpuk kesalahan-kesalahan tersebut sampai menjadi suatu kebencian antara saya dengan kamu, dan inilah perkara yang saya tidak menyukainya dan tidak menginginkannya.”

Tentang Menetapi Kejujuran
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda: “Wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan kejujuran, karena sesungguhnya kejujuran itu akan membawa kebaikan dan kebaikan itu akan membawa kepada surga, dan seorang yang senantiasa jujur dan menetapi kejujuran niscaya akan dicatat disisi Allah sebagai seorang yang amat jujur. Dan berhati-hatilah kalian dari berdusta, karena sesungguhnya kedustaan itu akan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan itu akan akan membawa kepada neraka, dan seorang yang senantiasa berdusta dan berpegang teguh dengan kedustaan niscaya akan dicatat disisi Allah sebagai pendusta”

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang  melampaui batas lagi pendusta.” (Qs. Al-Mukmin:28)

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (Qs. Thoha:61)

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Qs. Al-Isra’:36)

Tentang Hasad dan Para Pelakunya
Sangat disayangkan ada diantara para penuntut ilmu syar’i memiliki sifat hasad. Dan sangat disayangkan lagi, orang tersebut ketika dia berusaha meghilangkan nikmat dari orang yang dihasadi, dia menjadikan kehasadannya itu berkedok agama untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘Ajjawajjalla, dengan tujuan agar nampak dihadapan masyarakat, bahwa tujuannya adalah demi Islam dan kaum Muslimin, demi menjaga dan melindungi keduanya.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam  bersabda: “Berhati-hatilah kalian dari berperasangka, karena sesungguhnya prasangkaan itu adalah perkataan yang paling dusta. Janganlah kalian saling berbuat Najasy. Janganlah kalian berlaku hasad dan saling membenci serta mengunggulkan diri. Akan tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (diriwayatkan oleh al-Bukhari)

Tentang Fitnah
Betapa banyak orang yang tenggelam di dalam fitnah, bahkan betapa banyak para pemicu fitnah!!!

Allah Azza wa Jalla  berfirman: “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Qs. Al-Anfaal:25)

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Ya Allah sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari kembali kepada kekufuran (murtad) atau terfitnah dalam urusan agama kami.” (HR. Al-Bukhari no. 6593 dan Muslim no.2293)

Tentang Sebab Kehinaan

Oleh: Syaikh Abu Usamah Salim bin’Id al-Hilali

Sesungguhnya kembali pada ajaran agama yang sebenarnya adalah jalan untuk mengangkat kehinaan, karena berpaling dari agama adalah penyebab utama kehinaan dan kekalahan.
Apabila kaum muslimin mengalami kekalahan dan mereka ditimpa kehinaan serta terjerumus ke dalam fitnah (malapetaka), maka hendaklah mereka mengoreksi diri mereka sendiri. Sudahkah kita mengoreksi diri kita sendiri???

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan ini)?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali Imran:165)

Ini adalah sunnatullah, dimana Allah tidak akan mencabut kenikmatan yang telah dianugerahkannya kepada suatu kaum sehingga mereka berpaling dan merubah apa yang telah Allah anugerahkan kepada mereka berupa keimanan, petunjuk dan kebaikan.

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfal:53)

Demikian pula Allah tidak akan mencabut kehinaan yang menimpa suatu kaum sehingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.

Allah Azza wa Jalla berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri, dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Qs. Ar-Ra’d:40)

Ini adalah Sunnatullah yang benar dan pasti terjadi, tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya. Sungguh seseorang yang tidak bisa merubah dirinya sendiri pasti dia tidak akan bisa merubah kaumnya. Maka dari itu perubahan harus dimulai dari diri sendiri, dan hal itu tidak akan mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan keimanan yang sesungguhnya dan berpegang teguh dengan benar serta kembali dengan jujur kepada agama Allah, sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat Lagi Maha Perkasa.” (Qs. Al-Hajj:40)

Fotenote: 1. Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 20 Th.IV Jumadil Awwal 1427 H
                  2. Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi 22 Th.IV Sya’ban 1427 H

0 komentar:

Posting Komentar

thank you