Ketahuilah, bahwa sebagai manusia, kita wajib mengetahui empat perkara dan mengamalkannya, jika tidak, kita termasuk orang-orang yang merugi. Empat perkara itu adalah:
1. Ilmu, yaitu mengetahui al-haq (kebenaran).
2. Amal, yaitu mengamalkan al-haq.
3. Dakwah, yaitu mengajak orang lain untuk mengamalkan al-haq.
4. Sabar, yaitu tabah di dalam meraih dan menjalankan hal-hal di atas.
2. Amal, yaitu mengamalkan al-haq.
3. Dakwah, yaitu mengajak orang lain untuk mengamalkan al-haq.
4. Sabar, yaitu tabah di dalam meraih dan menjalankan hal-hal di atas.
Dalil kewajiban yang empat di atas adalah firman Allah Ta’ala dalam surat Al-‘Ashr:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal saleh, dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103: 1-3)
Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan surat ini di dalam Miftah Darus Sa’adah 1/56, lalu berkata: “Imam As-Syafi’i berkata: “Seandainya semua manusia memikirkan apa yang ada di dalam surat ini, sesungguhnya surat ini mencukupi mereka”. Penjelasannya adalah bahwa martabat itu ada ada empat, dengan sempurna keempatnya, seseorang mendapatkan puncak kesempurnaannya.
Pertama: Mengenal al-haq, Kedua: Mengamalkannya, Ketiga: Mengajarkannya kepada orang yang belum mendapatkannya, Keempat: Kesabarannya di dalam mempelajarinya, mengamalkannya, dan mengajarkannya.
Alloh Ta’ala menyebutkan empat martabat di dalam surat ini, dan Dia bersumpah dengan masa, bahwa seluruh manusia benar-benar berada dalam kerugian, ((kecuali orang-orang yang beriman)) yaitu orang-orang yang mengenal al-haq dan membenarkannya, ini satu martabat, ((dan mengerjakan amal saleh)), yaitu orang-orang yang mengamalkan al-haq yang telah mereka ketahui, ini martabat yang lain, ((dan nasehat- menasehati supaya mentaati kebenaran)), sebagian mereka menasehati yang lain, dengan mengajar dan membimbing, ini martabat ketiga, ((dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran)) mereka bersabar di atas al-haq, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran, ini martabat keempat. Inilah puncak kesempurnaan, yaitu seseorang sempurna pada dirinya, dan menyempurnakan orang lain.” (Dinukil dari Taisirul Wushul ilaa Nailil Ma’muul, hal: 16, karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al-Watr)
Imam Bukhori berkata: “Bab: Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan, berdasarkan firman Alloh Ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) selain Allah (QS. 47:19)
Maka Dia (Alloh) memulai dengan ilmu”. (Shohih Bukhori, kitab Al-Ilmu)
Imam Ibnul Munayyir menjelaskan perkataan Imam Al-Bukhori di atas dengan perkataan: “Beliau menghendaki bahwa ilmu merupakan syarat sahnya perkataan dan perbuatan, sehingga keduanya tidak dianggap kecuali dengannya (ilmu). Sehingga ilmu itu mendahului keduanya, karena ilmu akan membenarkan niat yang akan membenarkan terhadap amalan (perbuatan). Imam Al-Bukhori mengingatkan hal itu, supaya peremehan terhadap ilmu dan menyepelekan di dalam menuntut ilmu tidak mendahului masuk ke dalam fikiran, dari perkataan mereka (ulama-pen), bahwa ilmu tidak bermanfaat kecuali dengan amalan”. (Fathul Bari karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani)
Dan perlu diketahui bahwa keutamaan ilmu agama sangat banyak sekali, di antaranya adalah sabda Nabi:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Alloh, Dia menjadikannya faham terhadap agama. (HR. Bukhori, no: 71)
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata pada syarh (penjelasan) hadits ini: “Dan pengertian hadits ini bahwa orang yang tidak mencari pemahaman dalam agama, yaitu tidak mempelajari kaedah-kaedah Islam dan perkara-perkara cabang yang berkaitan dengannya, dia telah dihalangi dari kebaikan.…Dalam hal ini terdapat penjelasan yang nyata tentang keutamaan ulama di atas seluruh manusia, dan keutamaan tafaqquh fid diin (mendalami agama Islam) daripada seluruh ilmu-ilmu (lainnya)”.
Dan ilmu yang paling penting adalah: mengenal Alloh sehingga menghasilkan kecintaan kepadaNya, rasa takut terhadap siksaNya, mengharapkan rohmatNya, dan mengesakanNya dengan peribadahan. Kemudian mengenal rosulNya, Nabi Muhammad sholallhu ‘alaihi was salam, sehingga menghasilkan kecintaan kepada beliau, mengikuti petunjuk beliau lahir dan batin, mencukupkan Sunnah/ajaran beliau, dan meninggalkan segala perkar abaru dalam agama. Demikian juga mengenal agamaNya, sehingga seseorang dapat beribadah kepada Alloh dengan dasar ilmu.
Orang yang telah mengetahui al-haq, agama Islam, dia wajib mengamalkan. Amal adalah buah dari ilmu. Alloh Ta’ala sering menggabungkan antara amal sholih dengan iman. Dan Dia mencela orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Alloh Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَالاَتَفْعَلُونَ {2} كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَالاَتَفْعَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. 61: 2-3)
Maka wajib mengamalkan ilmu yang telah dimiliki: tentang menegakkan sholat, tentang membayar zakat, tentang menunaikan amanah, dan sebagainya.
Dengan ilmu dan amal seseorang berusaha menyempurnakan dirinya. Kemudian setelah itu dia berkewajiban berusaha menyempurnakan orang lain dengan cara berdakwah.
Mengajak manusia menuju agama Alloh merupakan salah ibadah yang terbesar, manfaatnya akan mengenai orang lain. Dan dakwah menuju agama Alloh merupakan tugas para nabi, maka cukuplah sebagai kemuliaan bahwa para dai mengemban tugas para nabi.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. 12:108)
Karena dakwah merupakan ibadah, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan mengikuti Sunnah nabi.
Seorang dai harus memurnikan niatnya untuk mengajak kepada agama Alloh semata-mata mencari ridhoNya. Bukan mengajak kepada dirinya sendiri, kelompoknya, atau pendapat dan fikirannya. Dan tidak dengan niat untuk mengumpulkan harta, meraih jabatan, mencari suara, atau tujuan dunia lainnya.
Demikian juga mengikuti Sunnah Nabi, sehingga berdakwah berdasarkan ilmu, mendahulukan aqidah, dilakukan dengan hikmah, dengan kesabaran, dan lainnya. Tidak berdakwah dengan maksiat dan bid’ah.
Yaitu bersabar di dalam menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Karena tanpa kesabaran semua hal di atas mustahil akan tetap istiqomah. Luqman memberikan wasiat kepada anaknya sebagai berikut:
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاَةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَآ أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. 31:17)
Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan kesabaran, antara lain firman Alloh:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ {33} وَلاَ تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلاَالسَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ {34} وَمَ ايُلَقَّاهَآ إِلاَّ الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَآ إِلاَّ ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ {35
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. 41:33)
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. 41:34) Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (QS. 41:35)
Maka barangsiapa menyempurnakan dirinya dengan empat kewajiban di atas, maka dia menyempurnakan dirinya dan orang lain, dan dia termasuk orang-orang yang beruntung. Al-hamdulillah Roobil ‘alamiin.
Penulis: Ustadz Muslim Atsari
Artikel: www.UstadzMuslim.co
m
m
0 komentar:
Posting Komentar