Selasa, 27 Juli 2010

Hadist-hadits dhoif seputar Ramadhan

Kami (Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Hafizhåhumullåh) menilai perlunya dibawakan pasal ini pada kitab kami (yakni Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan), karena adanya sesuatu yang teramat penting yang tidak diragukan lagi sebagai peringatan bagi manusia, dan sebagai penegasan terhadap kebenaran, maka kami katakan :

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk) memusnahkan penyimpangan orang-orang sesat dari sunnah, dan mematahkan ta’wilan para pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu sunnah.

Sejak bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits-hadits yang dhaif, dusta, diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para imam terdahulu dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang sempurna.

Orang yang melihat dunia para penulis dan para pemberi nasehat akan melihat bahwa mereka -kecuali yang diberi rahmat oleh Allah- tidak memperdulikan masalah yang mulia ini walau sedikit perhatianpun walaupun banyak sumber ilmu yang memuat keterangan shahih dan menyingkap yang bathil.

Maksud kami bukan membahas dengan detail masalah ini, serta pengaruh yang akan terjadi pada ilmu dan manusia, tapi akan kita cukupkan sebagian contoh yang baru masuk dan masyhur dikalangan manusia dengan sangat masyhurnya, hingga tidaklah engkau membaca makalah atau mendengar nasehat kecuali hadits-hadits ini -sangat disesalkan- menduduki kedudukan tinggi. (Ini semua) sebagai pengamalan hadits : “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat …” [Riwayat Bukhari 6/361], dan sabda beliau : “Agama itu nasehat” [Riwayat Muslim no. 55]

Maka kami katakan wabillahi taufik :

Sesungguhnya hadits-hadits yang tersebar di masyarakat banyak sekali, hingga mereka hampir tidak pernah menyebutkan hadits shahih -walau banyak-yang bisa menghentikan mereka dari menyebut hadits dhaif.

Semoga Allah merahmati Al-Imam Abdullah bin Mubarak yang mengatakan : “(Menyebutkan) hadits shahih itu menyibukkan (diri) dari yang dhaifnya”.

Jadikanlah Imam ini sebagai suri tauladan kita, jadikanlah ilmu shahih yang telah tersaring sebagai jalan (hidup kita).

Dan (yang termasuk) dari hadits-hadits yang tersebar digunakan (sebagai dalil) di kalangan manusia di bulan Ramadhan, diantaranya.

Pertama

“Artinya : Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya ….” Hingga akhir hadits ini.

Hadits ini diriwayatkan oleh:

- Ibnu Khuzaimah (no.886)
- Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Maudhuat (2/188-189)
- Abu Ya’la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul ‘Aaliyah (Bab/A-B/tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas’ud al-Ghifari.

Derajat Hadits

Hadits ini maudhu’ (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata : “Mashur dengan kelemahannya”. Juga dinukilkan perkataan Abu Nua’im, ” Dia suka memalsukan hadits”, dan dari Bukhari, berkata, “Mungkarul hadits” dan dari An-Nasa’i, “Matruk” (ditinggalkan) haditsnya”.

Komentar ulama terhadap hadits diatas

Ibnul Jauzi menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan Ibnu Khuzaimah berkata serta meriwayatkannya, “Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub Al-Bajali”.

Kedua

“Artinya :Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain …. Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ….” sampai selesai.

Hadits ini juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur.

Hadits ini diriwayatkan oleh:

- Ibnu Khuzaimah (1887)
- Al-Muhamili di dalam Amalinya (293)
- Al-Asbahani dalam At-Targhib (q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad’an dari Sa’id bin Al-Musayyib dari Salman.

Derajat Hadits:

Hadits ini sanadnya Dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid.

Komentar ulama terhadap hadits diatas:

- Berkata Ibnu Sa’ad, “Di dalamnya ada kelemahan dan jangang berhujjah dengannya”,
- Berkata Imam Ahmad bin Hanbal, “Tidak kuat”,
- Berkata Ibnu Ma’in. Dha’if
- Berkata Ibnu Abi Khaitsamah, “Lemah di segala penjuru”,
- Berkata Ibnu Khuzaimah, “Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya.”

[Demikian di dalam Tahdzibut Tahdzib [7/322-323]]

- Berkata Ibnu Hajar di dalam Al-Athraf, Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad’an, dan dia lemah, sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Jami’ul Jawami (no. 23714 -tertib urutannya).
- Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (I/249), “hadits yang Mungkar”

Ketiga

“Artinya : Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat”

Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa’id, dari Ad-Dhahak dari Ibu Abbas. Nashsyal (termasuk) yang ditinggal (karena) dia pendusta dan Ad-Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.

Hadits diatas diriwayatkan oleh:

- At-Thabrani di dalam Al-Ausath (1/q 69/Al-Majma’ul Bahrain)
- Abu Nu’aim di dalam At-Thibun Nabawiy dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari Abu Hurairah.

Derajat hadits:

Dan sanad hadits ini dhåif.

Komentar ulama terhadap hadits diatas:

- Berkata Abu Bakar Al-Atsram, “Aku mendengar Imam Ahmad -dan beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin Muhammad- berkata, “Mereka meriwayatkan darinya (Zuhair,-pent) beberapa hadits mereka (orang-orang Syam, -pent) yang dhoif itu”.

- Ibnu Abi Hatim berkata, “Hafalannya jelek dan hadits dia dari Syam lebih mungkar daripada haditsnya (yang berasal) dari Irak, karena jeleknya hafalan dia”. Al-Ajalaiy berkata. “Hadits ini tidak membuatku kagum”, demikianlah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/417).

- Aku (Tidak jelas apakah yang mengatakan ini apakah Syaikh Salim Ied Al-Hilaly atau Syaikh Ali Hasan Al-Halaby) katakan : Dan Muhammad bin Sulaiman Syaami, biografinya (disebutkan) pada Tarikh Damasqus (15/q 386-tulisan tangan) maka riwayatnya dari Zuhair sebagaimana di naskhan oleh para Imam adalah mungkar, dan hadits ini darinya.

Keempat

“Artinya : Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun penuh”

Hadits diriwayatkan oleh:

- Bukhari dengan mu’allaq dalam shahih-nya (4/160-Fathul Bari) tanpa sanad.
- Ibnu Khuzaimah telah memalukan hadits tersebut di dalam Shahih-nya (19870),
- At-Tirmidzi (723),
- Abu Dawud (2397),
- Ibnu Majah (1672)
- Nasa’i di dalam Al-Kubra sebagaimana pada Tuhfatul Asyraaf (10/373),
- Baihaqi (4/228)
- dan Ibnu Hajjar dalam Taghliqut Ta’liq (3/170) dari jalan Abil Muthawwas dari bapaknya dari Abu Hurairah.

Derajat hadits

Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkannya :Jika khabarnya shahih, karena aku tidak mengenal Abil Muthawwas dan tidak pula bapaknya, hingga hadits ini dhaif juga.

Komentar ulama terhadap hadits diatas:

Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (4/161) : “Dalam hadits ini ada perselisihan tentang Hubaib bin Abi Tsabit dengan perselisihan yang banyak, hingga kesimpulannya ada tiga penyakit : idhthirah (goncang), tidak diketahui keadaan Abil Muthawwas dan diragukan pendengaran bapak beliau dari Abu Hurairah”.

Wa ba’du : Inilah empat hadits yang didhaifkan oleh para ulama dan di lemahkan oleh para Imam, namun walaupun demikian kita (sering) mendengar dan membacanya pada hari-hari di bulan Ramadhan yang diberkahi khususnya dan selain pada bulan itu pada umumnya.

[sampai disini kutipan dari Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Hafizhåhumullåh]

[berikut kutipan dari berbagai sumber, lihat maraji']

Kelima

“(yang artinya) Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun penuh”

Hadits diriwayatkan oleh:

-Bukhari dengan mu’alaq dalam shahih-nya tanpa sanad [Fathul Bari, jld. 4 hlm. 160]
- Ibnu Khuzaimah, no.19870
-At-Tirmidzi, no. 723
-Abu Dawud, no. 2397
-Ibn Majah, no. 1672
-Nasa’i di dalam Al-Kubra [Tuhfatul Asyraaf, jld.10 hlm.373]
-Baihaqi (4/228)
-Ibnu Hajar dari jalan Abil Muthawwas dari bapanya dari Abu Hurairah.[Taghliqut Ta'liq, jld.3 hlm.170]

Derajat hadits: Hadits ini dhaif.

Kecacatan Perawi[1]:

- Hubaib bin Abi Tsabit
- Abil Muthawwas dan bapaknya.

Komentar terhadap perawi-perawi tersebut:

- “Dalam hadits ini ada perselisihan tentang Hubaib bin Abi Tsabit dengan perselisihan yang banyak, hingga kesimpulannya ada tiga penyakit : idhthirah (goncang), tidak diketahui keadaan Abil Muthawwas dan diragukan pendengaran bapak beliau dari Abu Hurairah”.[Ibn Hajar, Fathul Bari jld.4 hlm.161]

- “Jika khabarnya shahih, karena aku tidak mengenal Abil Muthawwas dan tidak pula bapaknya, hingga hadits ini dhaif juga.”[Ibnu Khuzaimah]

Keenam

“(Yang artinya) Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan dan dosanya diampuni”.

Hadith diriwayatkan oleh:

- al-imam al-Baihaqi [Syu’ab al-Imam]
- al-Suyuti [al-Jami’ al-Shaghir 1404/1981, 2/678]

Derajat hadits: Hadith dhaif [al-Imam al-Suyuti]

Para ulama’ tahqiq yang lain yang lebih cenderung mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits maudhu’.

Kecacatan Perawi:

- Ma’ruf bin Hisan
- Sulaiman bin Amr al-Nakha’i

Komentar terhadap perawi-perawi tersebut:

-”Sulaiman bin Amr al-Nakha’i adalah pemalsu hadis” [Imam Ahmad Bin Hanbal]
-“Sulaiman bin Amr al-Nakha’i dikenali sebagai pemalsu hadis” [Yahya Ibn Ma'in]
-“Sulaiman bin Amr adalah manusia yang paling dusta di dunia ini”. [Yahya Ibn Ma'in]
-“Siapa pun tidak halal meriwayatkan hadis dari Sulaiman bin Amr”.[Yazid Bin Harun]
-“Sulaiman bin Amr adalah matruk (tertolak)”.[Imam Bukhari]
- “Para ulama’ sepakat bahawa Sulaiman bin Amr adalah seorang pemalsu hadis”.[Ibn Adi]
- “Sulaiman bin Amr al-Nakha’i adalah orang Bagdhad, yang secara lahiriahnya, dia adalah seorang yang salih, tetapi ia memalsukan hadis”.[Ibn Hibban]
- “Sulaiman bin Amr adalah pemalsu hadis” [Imam al-Hakim]

Ketujuh

(Do’a berbuka puasa yang populer di Indonesia)

Ada tiga hadits:

1. “Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi shållallåhu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :

“Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).

Hadits diatas diriwayatkan oleh:

- Daruqutni di kitab Sunannya,
- Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir

Derajat hadits: sangat Lemah/Dloif

Kecacatan Råwi:

- Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.

- Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya.

- Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.

Komentar ulama terhadap hadits dan perawi-perawinya:

1. Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if
2. Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
3. Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
4. Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
5. Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
6. Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll.
Periksalah kitab-kitab berikut :

1. Mizanul I’tidal 2/666
2. Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
3. Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
4. Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

2. “Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi shållallåhu ‘alaihi wa sallam : Apabila berbuka beliau mengucapkan :

“Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).

Hadits diatas diriwayatkan oleh:

- Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal 189 dan Mu’jam Auwshath)

Derajat hadits: Lemah/Dlo’if

Kecatatan rawi dan komentar ulama:

A. Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah, (adapun komentar ulama):

- Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu’afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
- Kata Imam Ibnu ‘Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
- Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
- Sepengetahuan saya (Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).

B. Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan, (adapun komentar ulama):

- Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
- Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
- Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)

3. ” (yang aritinya) Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shållallåhu ‘alaihi wa sallam. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa ‘Alaa Rizqika Aftartu.”

(Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)

Hadits diatas diriwayatkan oleh:

- Abu Dawud No. 2358
- Baihaqi 4/239
- Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni)

Derajat hadits: MURSAL[2]

Kecacatan Råwi

- “Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shållallåhu ‘alaihi wa sallam

- “Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.

Kedelapan

“(Artinya) Ya Allah anugerahkan kepada kami keberkahan di (bulan) Rajab dan Sya`ban serta pertemukan kami (dengan) Ramadhan (Hadits Dha’if)

(Dhåif, Lihat, alAdzkaar, oleh anNawawiy; Mizaan alI’tidal, oleh adzDzahabiy; Majma’u azZawaaid, oleh alHaitsamiy, 2/165 dan Dha’if alJami`, oleh alAlbaniy, hadits no. 4395)

Kesembilan

“(Yang artinya) Sekiranya semua hamba mengetahui apa yang terkandung dalam (bulan) Ramadhan sungguh ummat-ku akan berharap (bulan) Ramadhan menjadi setahun penuh” (Hadits Dha’if)

(Dhåif, Lihat, alMaudhuat, oleh Ibnu alJauziy, 2/188; Tanjiih asySyari’ah, oleh alKanaaniy, 2/153; alFawaaid alMajmu’ah, oleh asySyaukaniy, 1/254)

Kesepuluh

“(Yang artinya) Setiap sesuatu (memiliki) pintu, dan pintu ibadah adalah puasa”

Hadist ini dinukil oleh Abi Syuja’ di dalam alFirdaus, no. 4992 dari hadits Abu Darda’ dan menurut Syaikh alAlbaniy hadits ini dhåif di dalam kitabnya adhDha’if, no. 4720)

Kesebelas

“(Yang artinya) Tidurnya seorang yang berpuasa adalah ibadah”

Hadits ini di-dhåifkan oleh al’Iraaqiy di dalam alMughniy, no. 727; dan asSuyuthiy di dalam alJami’ ashShaghir, hal. 188; dan telah membenarkan alMunawiy di dalam alFaidh, no. 9293 dan Syaikh alAlbaniy sepakat dengan keduanya di dalam adhDha`if, no. 5972)

Keduabelas

“(Yang artinya) Puasa adalah separuh dari kesabaran”

Dhåif, Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidziy di dalam as-Sunan, no. 3519; dan adDaarimiy, no. 659; Imam Ahmad, di dalam Musnad, 4/260; dan alMarwaziy di dalam Ta’zhimi Qadri ashShalah, no. 432 dari hadits seorang laki-laki dari Bani Sulaim.

[sampai disini kutipan dari berbagai sumber]

Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian hadits-hadits (diatas) ini memiliki makna-makna yang benar, yang sesuai dengan syari’at kita yang lurus baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah, akan tetapi (hadits-hadits ini) sendiri tidak boleh kita sandarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan terlebih lagi -segala puji hanya bagi Allah- umat ini telah Allah khususkan dengan sanad dibandingkan dengan umat-umat yang lain. Dengan sanad dapat diketahui mana hadits yang dapat diterima dan mana yang harus ditolak, membedakan yang shahih dari yang jelek. Ilmu sanad adalah ilmu yang paling rumit, telah benar dan baik orang yang menamainya : “Ucapan yang dinukil dan neraca pembenaran khabar”.

Maraji’

- Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata’

- Mohd Hairi Nonchi, Hadis-Hadis Lemah & Palsu Berkaitan Dengan Bulan Ramadhan.

– Drs Abdul Ghani Azmi. Himpunan Hadis Dhaif dan Maudhu’ (Jld. 1)

- Al-Ustadz Arif Syarifuddin, Lc. Hadits-Hadits Dha’if Seputar Ramadhan.

- Al-Ustadz Abdulhakim bin Amir Abdat, Derajad Hadits Tentang Bacaan Waktu Berbuka Puasa, dan Kelemahan Beberapa Hadits Tentang Keutamaan/Fadillah Puasa

- http://ibnyusof.blogspot.com/2008/09/hadithhadishadits-lemah-dhaif-dan-palsu.html

- http://kustoro.wordpress.com/2007/08/29/hadits-dhaif-seputar-ramadhan/

Footenote:

[1] Periwayat, atau penyampai atau pencatat atau pembawa hadits
[2[ Mursal maksudnya, dalam riwayat tersebut, seorang tabi’in (orang yang hidup pada generasi setelah shåhabat) meriwayatkan langsung dari Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam, (baik itu ucapan atau perbuatan) beliau tanpa melalui perantara shahabat

0 komentar:

Posting Komentar

thank you