Rabu, 01 Desember 2010

Hadits Maqthu’ Dan Catatan Mengenai Hadits Mauquf


Hadits Maqthu’
Ibnu Shalah berkata:
وهو الموقوف على التابعين قولاً وفعلاً، وهو غير المنقطع. وقد وقع في عبارة الشافعي والطبراني إطلاق ” المقطوع ” على منقطع الإسناد غير الموصول
“Hadits Maqthu’ adalah hadits mauquf dari tabi’in, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Hadits maqthu’ tidak termasuk hadits munqathi’. Namun Imam Asy Syafi’i dan Ath Thabrani menggunakan istilah maqthu’ untuk hadits yang sanadnya terputus dan tidak bersambung”
Catatan Mengenai Hadits MauqufTentang perkataan shahabat Nabi, jika mereka berkata: كنا نفعل “Kami biasa melakukan … ” atau نقول كذا “Kami berpendapat bahwa … ” atau perkataan lain, walau tidak dikaitkan dengan zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, tentang hal ini Syaikh Abu ‘Amr menjelaskan bahwa Abu Bakar Al Burqani, dari gurunya, Abu Bakar Al Isma-ili, perkataan shahabat yang demikian dianggap hadits mauquf’. Al Hafidz Abu Ali An Naisaburi berpendapat yang demikian dianggapmarfu’, karena menunjukkan adanya taqrir (persetujuan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam). Ibnu Shalah juga menguatkan pendapat ini dengan berkata:
ومن هذا القبيل قول الصحابي ” كنا لا نرى بأساً بكذا ” ، أو ” كانوا يفعلون أو يقولون ” ، أو ” يقال كذا في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ” : إنه من قبيل المرفوع
“Perkataan para shahabat: ‘Kami tidak berpendapat demikian’ atau ‘Kami melakukan demikian dan berpendapat demikian’ atau ‘Pada zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikatakan demikian’, ini semua dianggap hadits marfu’ ”
Jika para sahabat berkata أمرنا بكذا “Kami diperintah untuk demikian” atau نهينا عن كذا “Kami dilarang untuk demikian” dianggap hadits marfu’ dan musnad menurut para ulama hadits dan menurut jumhur ulama, walau sekelompok ulama tidak sependapat diantaranya Abu Bakar Al Isma-ili.
Demikian juga perkataan para sahabat: من السنة كذا “Demikian ini termasuk sunnah” atau perkataan Anas bin Malik Radhiallahu’anhu: أمر بلال أن يشفع الأذان ويوتر الإقامة “Bilal diperintahkan untuk melafalkan adzan berpasangan, dan diperintahkan iqamah sekali-sekali”, juga dianggap marfu’ dan musnad.
Ibnu Shalah berkata:
وما قيل من أن تفسير الصحابي في حكم المرفوع، فإنما ذلك فيما كان سبب نزول، أو نحو ذلك
“Ada pendapat yang mengatakan bahwa tafsir Al Qur’an dari shahabat Nabi dihukumi marfu’. Sebenarnya ini hanya berlaku dalam sababu an nuzul, atau semacamnya”
Sedangkan jika orang yang meriwayatkan hadits dari shahabat berkata: يرفع الحديث “Ia (shahabat) me-marfu’-kan hadits ini”, atau berkata: ينميه “Ia (shahabat) menyandarkan hadits ini (kepada Rasulullah)”, atau berkata: يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم “Ia (shahabat) mengklaim periwayatan hadits ini sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”, maka dianggap sebagai hadits marfu’ yang sangat jelas, demikian pendapat para ulama hadits. Wallahu’alam.
(Al Ba’ts Al Hatsits, Al Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir -rahimahullah- )

0 komentar:

Posting Komentar

thank you