Akhlaq yang baik pada pasutri adalah salah satu di antara sekian tuntutan yang harus terpenuhi demi mewujudkan keluarga bahagia. Manakala sifat akhlaq terpuji ini dilanggar, rumah tangga pun goncang, jernihnya cinta pun akan menjadi keruh diliputi kabut duka.
Bila suami buruk akhlaqnya, misalnya, bisa mengubah status dirinya di hadapan isteri bahkan ia menjadikan isterinya tidak sanggup memberikan penilaian baginya selain dengan kedukaan dan kerugian semata. Demikian pula halnya tatkala isteri membuat suami selalu mengeluhkan akhlaqnya yang buruk. Isteri yang tajam lidahnya, suka membantah serta tidak mematuhi suami pun tidak memberikan gambaran bagi suami untuk dia ungkapkan selain segunung rasa kesal, keluh kesah, serta kegagalan.
Memang, baik dan buruknya akhlaq pasutri merupakan problem rumah tangga yang seringkali menimbulkan banyak bencana dan keluh kesah, bahkan kegagalan.
Sebaliknya, saling menghormati dan menghargai merupakan faktor dominan dalam membina keharmonisan serta menggapai kebahagiaan berumah tangga. Sehingga sikap tersebut selayaknya senantiasa menghiasi sela-sela pergaulan, kebersamaan, kesepakatan dalam menjalani kehidupan, serta menghadapi segala persoalan dan persengketaan.
Kejernihan cinta pasutri kepada pasangannya, serta-merta akan menjadi keruh hanya disebabkan antara keduanya ada yang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang dia katakan, atau disebabkan pengkhianatan. Ini hanya salah satu contoh, juga beberapa misal tersebut di atas yang ternyata mau tidak mau ia akan benar-benar menimbulkan gesekan yang berakibat lahirnya kebencian.
Ada cinta ada kebencian. Benarkah pernyataan ini? Bila tidak benar, mengapa ada pasutri yang sangat mencintai pasangannya tidak sanggup bertahan hidup bersama-sama? Bila hal ini memang benar, sudah siapkah setiap pasutri hidup bersama pasangannya, melangkahkan kaki beriringan, saling bekerja sama menggapai keberkahan dan kebahagiaan rumah tangganya sementara kebenciannya menutupi sebagian cintanya dan tidak hilang dari hatinya?
Semua itu hanya membangunkan kesadaran pasutri yang terlelap dalam lamunan cintanya, sementara ia tidak menduga tatkala bangun dan tersadar dari mimpinya mungkin yang ia dapati bukan cinta bersambut cinta, bisa jadi cinta berbalas kebencian yang didapatkan. Maka bila dalam pepatah dikatakan “tidak ada gading yang tak retak”, justru jauh-jauh hari yang tak terbilang Alloh telah mengingatkan kita dengan firman-Nya:
وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al-Baqoroh [2]: 216)
Sebagaimana Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam pun telah mengingatkan kita dengan sabdanya:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ.
Janganlah seorang suami mu’min membenci isterinya yang mu’minah, apabila ia membenci sebagian akhlaqnya niscaya ia ridho sebagian akhlaqnya yang lain. (Hadits shohih riwayat Muslim)
Dari ini semuanya, harus ada kesiapan yang sempurna pada setiap pasutri dalam mengarungi bahtera rumah tangganya. Ilmu yang mencukupi, berbekal iman dan taqwa, dia—dengan izin Alloh subhanahu wata’ala —akan mampu bersosialisasi, bermu’amalah yang benar dan proporsional dengan pasangannya di saat cinta berbunga-bunga maupun di saat api kebencian menjilat-jilat keheningan dan ketenteraman rumah tangganya.
Nas’alullohal ‘auna wal ‘afiyata was salamah, wa Huwa A’lamu bish showab.
0 komentar:
Posting Komentar