Kamis, 29 Juli 2010

Hukum Wanita Keluar Menuntut Ilmu Tanpa Disertai Mahram


(Soal-Jawab : Majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII)
Pertanyaan:
Bagaimanakah hukum keluarnya wanita untuk menuntut ilmu tanpa disertai dengan mahram, dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan? Dan bolehkah seorang wanita menggunakan inai dan kutek?
Nafiatul Nashiroh ( qibxxxx@gmail.com )


Jawaban:


Jika yang dimaksudkan dengan keluar tersebut adalah keluar rumah bukan dengan maksud bersafar (perjalanan ke luar kota), maka boleh. Sebagaimana sebagian wanita sahabat keluar rumah menemui Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk bertanya tentang masalah-masalah agama. Namun, jika yang dimaksudkan ialah bersafar maka hukum asalnya wanita tidak boleh bersafar tanpa mahram. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini:
hadist
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu'anhu, ia berkata:
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang wanita tidak boleh bersafar kecuali bersama mahramnya,
dan seorang laki-laki tidak boleh masuk menemui wanita
kecuali bersama wanita itu ada mahramnya”.
Maka seorang laki-laki berkata:
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya berkehendak keluar di dalam tentara ini dan itu,
sedangkan istriku berkehendak melakukan haji”.
Maka Nabi bersabda: “Keluarlah engkau (berhaji) bersama istrimu!” 

(HR Bukhâri no. 1862, Muslim no. 1341)
Yang disebut mahram seorang wanita adalah laki-laki dewasa yang haram menikah dengannya selamanya.
Sebenarnya seorang wanita dapat menuntut ilmu tanpa harus dengan bersafar, seperti membaca buku-buku terpercaya, mendengarkan kajian dari radio, CD, atau lainnya, wallahu a’lam. Solusi lainnya adalah dengan berangkat ke pondok pesantren atau sejenisnya dan tinggal di sana, dengan berangkat dan pulang disertai mahram.
Adapun pertanyaan kedua tentang pemakaian inai, bahwasanya seorang wanita boleh menggunakan inai dan kutek (cat kuku), karena hal ini termasuk urusan dunia dan tidak ada larangan dari agama. Namun, bagi wanita yang menggunakan kutek, ia harus menghilangkannya terlebih dahulu ketika akan berwudhu‘, lantaran kutek itu menghalangi sampainya air wudhu ke kulit atau kuku yang terkena kutek.
Kami juga perlu mengingatkan, kebiasaan sebagian wanita yang memanjangkan kukunya. Hal tersebut menyelisihi sunnah Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tentang sunnah fitrah (kesucian). Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
hadist
Fithrah (kesucian) ada lima:
khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis,
memotong kuku, dan mencabut rambut ketiak. 

(HR Bukhâri no. 5891, Muslim no. 257)
Oleh karena itu, janganlah seorang muslimah menyerupai kebiasaan wanita-wanita kafir dan fasik yang senang berhias dengan memanjangkan kuku dan mewarnainya.

0 komentar:

Posting Komentar

thank you