Setiap muslim, seyogyanya menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan pembinaan dan ketakwaan. Karena pada bulan mulia ini Allâh Ta'ala mensyariatkan puasa, i’tikaf, tarawih, dan banyak amalan lainnya yang dapat membina seorang muslim mencapai ketakwaan, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allâh Ta'ala :
Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,
agar kamu bertakwa.
(Qs al-Baqarah/2:183)
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu,
agar kamu bertakwa.
(Qs al-Baqarah/2:183)
Tidak hanya anjuran dan motivasi untuk beramal baik sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur‘ân dan as-Sunnah, namun dalam bulan mulia ini juga terdapat penegasan berupa larangan berbuat jelek yang lebih daripada di waktu lainnya. Perhatikanlah sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi:
Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta
dan beramal dengannya serta berbuat maksiat,
maka Allâh sama sekali tidak butuh ia meninggalkan makanan dan minumannya.
(HR al-Bukhari)
dan beramal dengannya serta berbuat maksiat,
maka Allâh sama sekali tidak butuh ia meninggalkan makanan dan minumannya.
(HR al-Bukhari)
Jelaslah, ini merupakan ancaman keras bagi orang yang mengisi waktu-waktu Ramadhan-nya dengan kemaksiatan dan perkara-perkara dusta lainnya. Ironisnya, ada di antara kaum Muslimin yang memanfaatkan bulan Ramadhan dengan perkara-perkara yang sia-sia. Bahkan lebih banyak menjurus kepada kemaksiatan, sejak awal bulan hingga akhirnya, dan sejak pagi hingga malam harinya.
Kebiasaan yang nyaris terlihat di berbagai sudut kota, banyak kaum muda Islam yang lebih senang melakukan acara jalan-jalan pagi, dan menjadikannya sebagai ajang berbuat maksiat, seperti ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan) hingga pamer aurat.
Demikian juga berbagai media elektronik seolah melengkapi, baik radio maupun televisi ikut pula menambah semarak kesia-siaan dengan berbagai acara-acara yang berisi kedustaan, pamer aurat, isu-isu di kalangan kaum Muslimin, ngerumpi (ghibah), dan acara-acara lainnya yang melalaikan penontonnya dari dzikir dan dari membaca Al-Qur‘ân serta amalan-amalan kebaikan lainnya.
Begitu pula dengan acara-acara kuis, misalnya menjelang fajar, yang diadakan baik secara sengaja maupun tidak, ia telah mencuri perhatian kaum Muslimin sehingga terbuai dan lalai, bahwa waktu tersebut merupakan waktu mustajab untuk berdoa dan makan sahur. Bukankah acara-acara itu melalaikan kita dari perbuatan yang utama? Padahal ini termasuk tipu daya setan dalam menggoda manusia.
Oleh karena itu, bila kita tidak berhati-hati dalam masalah ini, jangan-jangan kita lelah melaksanakan puasa, tidak makan dan minum sejak fajar Subuh hingga terbenam matahari, ternyata hanya mendapatkan haus dan lapar saja, seperti yang diancamkan dalam hadits di atas. Nas’alullah as-salamah wal-‘afiat.
Wahai para pencari kebaikan!
Sadarlah, bila kesempatan telah pergi dan hilang, ia tidak dapat kembali, dan waktupun terus berlalu seiring dengan perputarannya, hingga ajal pun datang menjemput. Maka, dalam bulan Ramadhan yang mulia ini, marilah kita gunakan kesempatan untuk meraih pahala yang besar dan ketakwaan dengan sebaik mungkin.
Sadarlah, bila kesempatan telah pergi dan hilang, ia tidak dapat kembali, dan waktupun terus berlalu seiring dengan perputarannya, hingga ajal pun datang menjemput. Maka, dalam bulan Ramadhan yang mulia ini, marilah kita gunakan kesempatan untuk meraih pahala yang besar dan ketakwaan dengan sebaik mungkin.
Mudah-mudahan Allâh memberikan taufiq kepada kita untuk menjadi orang yang bertakwa dan memiliki bekal yang cukup untuk menghadap Sang Pencipta di akhirat nanti.
(Majalah As-Sunnah Edisi 06-07 Tahun XI)
0 komentar:
Posting Komentar